البقرة

تفسير سورة البقرة

الترجمة الإندونيسية للمختصر في تفسير القرآن الكريم

Bahasa Indonesia

الترجمة الإندونيسية للمختصر في تفسير القرآن الكريم

الترجمة الإندونيسية للمختصر في تفسير القرآن الكريم، صادر عن مركز تفسير للدراسات القرآنية.

﴿بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ الم﴾

1. Alif Lām Mīm. Ini merupakan huruf-huruf yang digunakan sebagai pembuka beberapa surah Al-Qur`ān. Ini adalah huruf hijaiah yang tidak mempunyai makna pada dirinya karena dituliskan terpisah seperti: alif, ba, ta dan seterusnya. Dalam huruf-huruf itu terdapat hikmah dan tujuan, karena tidak ada sesuatupun di dalam Al-Qur`ān yang tidak memiliki hikmah. Di antara hikmahnya yang paling menonjol ialah mengisyaratkan tantangan untuk membuat Al-Qur`ān yang terdiri dari huruf-huruf yang membentuk kata-kata yang mereka ketahui dan mereka gunakan untuk berbicara. Oleh karena itu, pada umumnya huruf-huruf hijaiah tersebut diikuti dengan penyebutan tentang Al-Qur`ān Al-Karīm, seperti yang ada di dalam surah ini.

﴿ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ﴾

2. Al-Qur`ān yang agung itu tidak ada keraguan di dalamnya, baik dari segi proses turunya maupun lafal dan maknanya. Al-Qur`ān adalah firman Allah yang membimbing orang-orang bertakwa ke jalan yang menghantarkan mereka kepada-Nya.

﴿الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ﴾

3-4. (Orang-orang yang bertakwa itu adalah) orang-orang yang beriman kepada perkara gaib, yaitu segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera dan tersembunyi, yang diberitakan oleh Allah atau Rasulullah seperti hari Akhir. Dan orang-orang yang mendirikan salat, yakni menunaikannya sesuai ketentuan syariat yang meliputi syarat, rukun, wajib dan sunnahnya. Dan mereka adalah orang-orang yang gemar menginfakkan sebagian rezeki yang mereka terima dari Allah, baik yang sifatnya wajib seperti zakat, maupun yang tidak wajib seperti sedekah, demi mengharap pahala dari Allah. Mereka juga yang beriman kepada wahyu yang Allah turunkan kepadamu –wahai Nabi- dan wahyu yang Dia turunkan kepada para nabi -'alaihimussalām- sebelum kamu, tanpa membeda-bedakan di antara mereka. Dan mereka juga beriman secara tegas akan adanya akhirat beserta ganjaran dan hukuman yang ada di dalamnya.

﴿وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ﴾

3-4. (Orang-orang yang bertakwa itu adalah) orang-orang yang beriman kepada perkara gaib, yaitu segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera dan tersembunyi, yang diberitakan oleh Allah atau Rasulullah seperti hari Akhir. Dan orang-orang yang mendirikan salat, yakni menunaikannya sesuai ketentuan syariat yang meliputi syarat, rukun, wajib dan sunnahnya. Dan mereka adalah orang-orang yang gemar menginfakkan sebagian rezeki yang mereka terima dari Allah, baik yang sifatnya wajib seperti zakat, maupun yang tidak wajib seperti sedekah, demi mengharap pahala dari Allah. Mereka juga yang beriman kepada wahyu yang Allah turunkan kepadamu –wahai Nabi- dan wahyu yang Dia turunkan kepada para nabi -'alaihimussalām- sebelum kamu, tanpa membeda-bedakan di antara mereka. Dan mereka juga beriman secara tegas akan adanya akhirat beserta ganjaran dan hukuman yang ada di dalamnya.

﴿أُولَٰئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾

5. Orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut kokoh dalam mengikuti jalan kebenaran. Merekalah orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat, sebab mereka akan mendapatkan apa yang mereka harapkan dan selamat dari apa yang mereka takutkan.

﴿إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ﴾

6. "Sesungguhnya orang-orang kafir itu larut dalam kesesatan dan pembangkangan mereka, maka ada atau tidak adanya peringatanmu kepada mereka akan sama saja".

﴿خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ﴾

7. Karena Allah telah menyegel dan menutup hati mereka beserta kebatilan yang ada di dalamnya. Allah juga menutup telinga mereka sehingga tidak bisa mendengarkan kebenaran untuk diterima dan diikuti. Allah juga menutup mata mereka sehingga tidak bisa melihat kebenaran yang sangat jelas di hadapan mereka. Kelak di akhirat mereka akan mendapatkan azab yang sangat berat.

﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ﴾

8. Dan di antara manusia ada golongan yang mengaku bahwa mereka beriman. Mereka mengatakan hal itu dengan mulut mereka semata-mata karena mereka mencemaskan keselamatan jiwa dan harta benda mereka. Padahal di dalam batin mereka tersimpan kekafiran.

﴿يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ﴾

9. Karena kebodohan mereka, mereka mengira akan menipu Allah dan orang-orang mukmin dengan memperlihatkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran. Padahal hakikatnya mereka menipu diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak menyadarinya. Karena Allah -Ta'ālā- mengetahui rahasia dan apa yang lebih tersembunyi dari itu. Allah memberitahu orang-orang mukmin tentang sifat-sifat dan keadaan mereka yang sesungguhnya.

﴿فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ﴾

10. Penyebabnya ialah karena di dalam hati mereka terdapat keraguan, maka Allah menambah keraguan itu dengan keraguan lainnya, karena setiap perbuatan akan dibalas dengan perbuatan serupa. Kelak mereka akan mendapatkan azab yang sangat pedih di kerak neraka yang paling bawah. Hal itu karena mereka telah berdusta atas nama Allah dan atas nama manusia lainnya. Dan juga karena mereka mendustakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ﴾

11. Apabila mereka dilarang membuat kerusakan di muka bumi berupa kekafiran, perbuatan dosa dan lain-lain, mereka mengingkarinya. Mereka beranggapan bahwa mereka adalah orang-orang yang baik dan selalu menganjurkan perbaikan.

﴿أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِنْ لَا يَشْعُرُونَ﴾

12. Padahal sesungguhnya mereka adalah pembuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadarinya. Dan mereka juga tidak merasa bahwa perbuatan mereka adalah kerusakan itu sendiri.

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ ۗ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَٰكِنْ لَا يَعْلَمُونَ﴾

13.
Apabila mereka disuruh beriman sebagaimana sahabat-sahabat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang telah menyatakan keimanannya, mereka menjawab secara angkuh dan sinis dengan mengatakan, “Apakah kami harus beriman seperti orang-orang yang akalnya rendah itu?!” Padahal sejatinya merekalah yang bodoh, tetapi mereka tidak mengetahuinya.

﴿وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ﴾

14. Apabila mereka berjumpa dengan orang-orang mukmin, mereka berkata, “Kami percaya dengan apa yang kalian imani.” Mereka mengatakan hal itu karena takut kepada orang-orang mukmin. Dan apabila mereka berpisah dengan orang-orang mukmin dan berjumpa dengan para pemimpin mereka secara tertutup, mereka menegaskan akan tetap patuh kepada mereka (para pemimpin kafir). Mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami tetap bersama kalian dan sejalan dengan kalian, tetapi kami sengaja menunjukkan sikap setuju dengan orang-orang yang mukmin semata-mata untuk mengejek dan mengolok-olok mereka.”

﴿اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ﴾

15. Allah mengolok-olok mereka untuk membalas tindakan mereka yang telah mengolok-olok orang-orang mukmin, sebagai balasan yang setimpal dengan perbuatan mereka. Oleh karena itu, di dunia Allah memberlakukan kepada mereka ketentuan hukum yang sama dengan kaum muslimin. Adapun di akhirat, Allah akan memberikan balasan yang setimpal dengan kekafiran dan kemunafikan mereka. Dan Allah menangguhkan siksa mereka agar mereka terus bergelimang dalam kesesatan dan kejahatan mereka, sehingga mereka senantiasa diliputi kebingungan dan kebimbangan.

﴿أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ﴾

16. Mereka itu orang yang benar-benar bodoh, karena mereka mengganti keimanan dengan kekufuran. Perniagaan mereka tidak menguntungkan, karena kehilangan keimanan kepada Allah, dan mereka tidak menemukan jalan yang benar.

﴿مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ﴾

17. Allah membuat dua perumpamaan untuk orang-orang munafik itu, yaitu perumpamaan api dan perumpamaan air. Perumpamaan api maksudnya ialah mereka itu seperti orang yang menyalakan api untuk menerangi sekelilingnya. Setelah api menyala dan ia mengira akan mendapatkan manfaat dari sinarnya, tiba-tiba api itu padam, cahayanya pun lenyap, dan yang tersisa hanyalah bekas pembakarannya. Sehingga orang-orang yang ada di sekitarnya berada di dalam kegelapan, tidak bisa melihat apa-apa dan tidak mengetahui jalan yang benar.

﴿صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ﴾

18. Mereka itu tuli tidak bisa mendengarkan kebenaran, yakni enggan menerimanya, bisu tidak mau mengutarakannya, dan buta tidak bisa melihatnya, sehingga mereka tidak bisa meninggalkan kesesatan tersebut.

﴿أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ﴾

19. Adapun maksud perumpamaan dengan air ialah mereka seperti air hujan lebat dari awan yang gelap berlapis-lapis, guruh dan kilat. Hujan lebat itu turun kepada suatu kaum lalu mereka mengalami ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka menutupi telinga dengan ujung-ujung jari karena kerasnya suara petir yang menyambar dan takut mati. Dan Allah Maha Mengetahui dan Menguasai orang-orang kafir. Mereka tidak mungkin dapat menghindar dari-Nya.

﴿يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ ۖ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾

20. Kilat itu nyaris membutakan mata mereka karena kuatnya kilauan dan cahayanya. Setiap kali kilat itu muncul dan bersinar mereka bergerak maju. Jika kilat itu tidak menunjukkan sinarnya mereka bertahan di tengah kegelapan dan tidak bisa bergerak. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia akan melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka dengan kekuasaan-Nya yang mencakup segala sesuatu, sehingga mereka tidak bisa lagi mendengar dan melihat, karena mereka telah berpaling dari kebenaran.
Hujan itu adalah perumpamaan bagi Al-Qur`ān, suara petir itu adalah perumpamaan bagi larangan-larangan yang ada di dalamnya, dan sinar kilat itu adalah perumpamaan bagi kebenaran yang kadang-kadang muncul untuk mereka, sedangkan menutup telinga karena kerasnya suara petir adalah perumpamaan bagi sikap mereka yang berpaling dari kebenaran dan keengganan mereka menerimanya. Titik kesamaan antara orang-orang munafik dan orang-orang yang ada di dalam dua perumpamaan tersebut ialah tidak bisa mengambil manfaat yang ada. Dalam perumpamaan dengan api, orang yang menyalakan api itu tidak mendapatkan manfaat apapun selain kegelapan dan sisa-sisa pembakaran. Sedangkan dalam perumpamaan air, orang-orang yang ditimpa air hujan itu tidak mendapatkan manfaat apa-apa selain petir dan kilat yang membuat mereka ketakutan. Begitu juga dengan orang-orang munafik, mereka tidak melihat apapun di dalam Islam selain kekerasan.

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾

21. Wahai manusia! Sembahlah Rabb kalian semata, tanpa menyembah yang lain, karena Dia lah yang telah menciptakan kalian dan umat-umat terdahulu. Semoga penyembahan itu bisa menjadi penghalang antara kalian dan azab-Nya, dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

﴿الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

22. Dia lah yang telah menjadikan bumi terhampar sebagai tempat berpijak bagimu dan menciptakan langit di atasnya dengan yang kokoh. Dan Dia lah yang memberi kenikmatan dengan menurunkan air hujan, sehingga bisa menumbuhkan beragam buah-buahan di muka bumi sebagai rezeki bagi kalian. Maka janganlah kalian menyekutukan dan menyamakan Allah dengan apapun, sedangkan kalian tahu bahwasanya tidak ada sang pencipta selain Allah -'Azza wa Jalla-.

﴿وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ﴾

23.
Dan jika kalian –wahai manusia- meragukan kebenaran Al-Qur`ān yang diturunkan kepada hamba Kami, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka Kami menantang kalian untuk menandinginya dengan cara membuat satu surah saja yang mirip dengannya, meskipun hanya menandingi surah yang terpendek dari Al-Qur`ān. Silakan kalian panggil bala bantuan yang bisa menolong (dalam membuat surah itu) jika tuduhan kalian itu benar.

﴿فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ﴾

24.
Jika kalian tidak bisa melakukannya dan memang tidak akan sanggup melakukannya sampai kapanpun juga, maka takutlah kalian terhadap siksa neraka yang dinyalakan dengan bahan bakar dari manusia yang layak disiksa, ditambah dengan batu yang dahulu mereka sembah selain Allah dan bahan bakar lainnya. neraka ini telah disiapkan dan disediakan oleh Allah bagi orang-orang kafir.

﴿وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا ۖ وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ ۖ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾

25.
Jika ancaman tersebut di atas diperuntukkan bagi orang-orang kafir, maka berikanlah kabar gembira, wahai Nabi, kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan beramal saleh bahwa mereka akan mendapatkan balasan yang menyenangkan, yaitu surga yang sungai-sungainya mengalir dari bawah istana-istana dan pohon-pohonnya. Setiap kali mereka disuguhi makanan berupa buah-buahan yang bagus, mereka berkata, “Ini sama seperti buah-buahan yang pernah kita nikmati sebelumnya,” karena buah-buahan itu mirip sekali dengan buah-buahan yang ada di dunia. Mereka diberi hidangan buah-buahan yang bentuk dan namanya mirip dengan buah-buahan yang ada di dunia agar mereka tertarik kepadanya karena merasa sudah mengenalnya. Namun cita rasa dan kelezatannya benar-benar berbeda. Di dalam surga itu mereka mempunyai istri-istri yang bersih dari segala hal menjijikkan yang terbayang di benak penduduk dunia. Mereka hidup dalam kenikmatan abadi yang tidak akan berbatas, berbeda dengan kenikmatan dunia yang serba terbatas.

﴿۞ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۖ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلًا ۘ يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا ۚ وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ﴾

26. Sesungguhnya Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak malu untuk membuat perumpamaan-perumpamaan yang dikehendaki-Nya. Maka Allah membuat perumpamaan berupa nyamuk, atau sesuatu yang lebih besar atau yang lebih kecil dari itu. Sedangkan manusia terbelah menjadi dua golongan dalam menyikapinya, yaitu golongan mukmin dan golongan kafir. Orang-orang mukmin percaya dan yakin bahwa di balik perumpamaan itu pasti ada hikmah tertentu. Sedangkan orang-orang kafir justru bertanya-tanya dengan nada sinis tentang alasan Allah membuat perumpamaan berupa makhluk-makhluk yang remeh-temeh, seperti nyamuk, lalat, laba-laba dan lain-lain. Kemudian jawaban datang dari Allah, "Sesungguhnya dalam perumpamaan-perumpamaan itu terdapat petunjuk, bimbingan dan ujian bagi manusia. Maka ada orang-orang yang disesatkan Allah melalui perumpamaan-perumpamaan itu, karena mereka enggan merenungkannya. Dan golongan ini sangat banyak. Namun ada orang-orang yang Allah berikan petunjuk ke jalan yang benar, karena mereka mau mengambil pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan tersebut. Dan jumlah mereka juga sangat banyak. Allah hanya menyesatkan orang-orang yang memang layak untuk tersesat, yaitu orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah, seperti orang-orang munafik.

﴿الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ﴾

27. Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian dengan Allah bahwa mereka hanya akan menyembah kepada Allah semata dan mengikuti Rasul-Nya yang telah diberitakan oleh para rasul sebelumnya. Ciri-ciri orang yang mengingkari perjanjian-perjanjian dengan Allah adalah mereka memutuskan hal-hal yang Allah perintahkan untuk disambung seperti tali silaturrahim, dan berusaha menyebarkan kerusakan di muka bumi dengan malakukan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang merugi di dunia dan di akhirat.

﴿كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ۖ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾

28. Kalian ini -wahai orang-orang kafir- benar-benar aneh. Kalian mengingkari Allah, sementara kalian menyaksikan bukti-bukti kekuasaan-Nya di dalam diri kalian. Dulu kalian tidak ada dan bukan berupa apa-apa, kemudian Allah menciptakan dan menghidupkan kalian, kemudian Dia mematikan kalian untuk yang kedua kalinya, lalu menghidupkan kalian untuk kedua kalinya. Setelah itu kalian akan dikembalikan kepada-Nya untuk dihitung amal perbuatan kalian.

﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ﴾

29. Hanya Allah yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian, seperti sungai, pohon dan lain-lain yang tidak terhitung jumlahnya. Sementara kalian memanfaatkan dan menikmati apa yang telah Allah sediakan untuk kalian. Kemudian Allah menciptakan langit sebanyak tujuh lapis. Dan pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.

﴿وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ﴾

30. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- memberitahukan bahwa Dia telah berfirman kepada para Malaikat, bahwasanya Dia akan menciptakan manusia untuk ditempatkan di muka bumi secara silih berganti. Tugas utama mereka adalah memakmurkan bumi atas dasar ketaatan kepada Allah.
Lalu para Malaikat bertanya kepada Tuhan mereka -dengan maksud meminta bimbingan dan penjelasan- tentang hikmah di balik penempatan anak cucu Adam -'alaihissalām- sebagai khalifah di muka bumi, sedangkan mereka akan membuat kerusakan di sana dan menumpahkan darah secara semena-mena. Para malaikat itu mengatakan, “Sementara kami ini senantiasa patuh kepada-Mu, mensucikan dan memuji-Mu, serta menghormati keagungan dan kesempurnaan-Mu. Kami tidak pernah letih dalam melakukan hal itu.” Allah menjawab pertanyaan mereka dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui tentang adanya hikmah-hikmah besar di balik penciptaan mereka dan tujuan-tujuan besar di balik penetapan mereka sebagai khalifah di muka bumi.”

﴿وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ﴾

31. Dan untuk menjelaskan kedudukan Adam -'alaihissalām-, Allah -Ta'ālā- mengajarkan kepadanya nama-nama segala sesuatu, baik makhluk hidup maupun benda-benda mati, baik lafal maupun maknanya. Kemudian Allah menunjukkan benda-benda tersebut kepada para Malaikat seraya berfirman, “Beritahukan kepadaku nama benda-benda tersebut, jika memang pernyataan kalian benar bahwa kalian lebih mulia dan lebih baik dari makhluk (manusia) ini.”

﴿قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ﴾

32. Para Malaikat mengakui kekurangan mereka dan mengembalikan keutamaan kepada Allah dengan mengatakan, “Mahasuci Engkau wahai Rabb kami. Tidak sepatutnya keputusan dan ketentuan-Mu dibantah. Kami tidak tahu apa-apa selain apa yang Engkau beritahukan kepada kami. Engkau Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha Bijaksana dalam setiap keputusan dan ketentuan-Mu.”

﴿قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ ۖ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ﴾

33.
Ketika itulah Allah -Ta'ālā- berfirman kepada Adam, “Beritahu mereka nama benda-benda itu!” Setelah Adam memberitahu mereka nama benda-benda tersebut sesuai dengan apa yang telah Allah ajarkan kepadanya, maka Allah berfirman kepada para Malaikat, “Bukankah Aku sudah mengatakan kepada kalian bahwa Aku mengetahui apa-apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Dan Aku pun mengetahui apa yang kamu perlihatkan secara nyata dan apa yang kamu sembunyikan di dalam hati.”

﴿وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ﴾

34. Allah -Ta'ālā- menjelaskan bahwa Dia memerintahkan para Malaikat agar bersujud kepada Adam -'alaihissalām- sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, maka mereka segera bersujud kepadanya demi melaksanakan perintah Allah, kecuali Iblis yang berasal dari bangsa jin. Iblis melawan perintah Allah yang menyuruhnya bersujud kepada Adam, dan merasa dirinya lebih baik dari Adam. Dengan begitu Iblis telah berubah menjadi kafir kepada Allah -Ta'ālā-.

﴿وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ﴾

35. Kami berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah kamu bersama istrimu (Hawa) di dalam surga. Makanlah apa yang ada di dalamnya dengan senang hati dan leluasa, tanpa merasa terganggu, di mana saja di dalam surga. Tetapi jangan sekali-kali kalian berdua makan dari pohon ini yang terlarang ini, karena (jika memakannya) kalian berdua akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang zalim akibat membangkang perintah-Ku.”

﴿فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ ۖ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۖ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَىٰ حِينٍ﴾

36. Kemudian setan tidak henti-hentinya menggoda dan merayu mereka berdua. Sampai akhirnya setan berhasil menjerumuskan keduanya ke dalam kesalahan dan kekhilafan, dengan memakan buah dari pohon yang terlarang bagi mereka. Maka balasannya ialah Allah mengeluarkan mereka berdua dari dalam surga. Dan Allah berfirman kepada keduanya dan kepada setan, “Turunlah kalian ke bumi. Kalian akan saling bermusuhan. Di bumi itu kalian mempunyai tempat tinggal yang tetap dan bisa merasakan berbagai kenikmatan yang ada di sana sampai ajal kalian menjemput dan hari kiamat tiba.”

﴿فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ﴾

37. Kemudian Adam mengambil kata-kata yang Allah limpahkan kepadanya dan menjadikannya sebagai doa. Yaitu doa yang tersebut di dalam firman Allah, "Keduanya berkata, 'Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan (tidak) merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi'." (QS. Al-A'rāf: 23). Maka Allah menerima taubatnya dan mengampuni kesalahannya, karena Allah suka sekali menerima taubat hamba-hamba-Nya dan sangat menyayangi mereka.

﴿قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴾

38. Kami berfirman kepada mereka, “Turunlah kalian semua dari surga menuju bumi. Jika ada hidayah (petunjuk) yang datang kepadamu melalui utusan-utusan-Ku, maka siapa yang mengikutinya dan beriman kepada utusan-utusan-Ku niscaya mereka tidak akan dilanda kekhawatiran, dan mereka pun tidak bersedih hati atas kesenangan dunia yang mereka lewatkan.

﴿وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾

39. Adapun orang-orang yang ingkar dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka yang menetap di dalamnya.”

﴿يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ﴾

40. Wahai anak-anak Nabiyullāh Ya’qūb, ingatlah akan nikmat-nikmat Allah yang datang bertubi-tubi kepada kalian dan syukurilah nikmat-nikmat itu. Dan pegang teguhlah janjimu kepada-Ku bahwa kamu akan beriman kepada-Ku, kepada rasul-rasul-Ku dan mengamalkan syariat-syariat-Ku. Jika kamu memenuhi janji itu, niscaya Aku akan menepati apa yang telah Aku janjikan kepada kalian, yaitu kehidupan yang baik di dunia dan balasan yang baik di hari kiamat. Takutlah hanya kepada-Ku dan jangan melanggar penjanjian-Ku.

﴿وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ ۖ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ﴾

41. Berimanlah kepada Al-Qur`ān yang telah Ku turunkan kepada Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang isinya selaras dengan apa yang ada di dalam kitab Taurat -sebelum dimanipulasi- terkait keesaan Allah dan kenabian Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Jangan sekali-kali kamu menjadi golongan pertama yang ingkar kepadanya. Janganlah kamu menukar ayat-ayat yang telah Kuturunkan dengan harga yang murah, seperti pangkat dan jabatan. Takutlah kamu akan murka dan azab-Ku.

﴿وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

42. Janganlah kamu mencampur kebenaran -yang Ku turunkan kepada rasul-rasul-Ku- dengan kebohongan-kebohongan yang kamu buat-buat sendiri. Dan janganlah kamu menyembunyikan kebenaran yang ada di dalam kitab-kitab sucimu perihal sifat Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, sementara kamu mengetahuinya dan meyakini kebenarannya.

﴿وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ﴾

43. Tunaikanlah salat secara sempurna dengan melaksanakan rukun-rukunnya, wajib-wajibnya dan sunnah-sunnahnya. Bayarkanlah zakat harta yang telah Allah berikan kepada kalian. Dan tunduklah kalian kepada Allah bersama umat Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang tunduk kepada-Nya.

﴿۞ أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ﴾

44. Alangkah buruknya bila kamu menyuruh orang lain beriman dan berbuat baik, sementara kamu sendiri berpaling darinya dan melupakan dirimu sendiri. Padahal kalian bisa membaca Taurat dan mengetahui isinya yang memerintahkan untuk mengikuti agama Allah dan mempercayai rasul-rasul-Nya. Tidakkah kamu menggunakan akal sehatmu?!

﴿وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ﴾

45. Mintalah pertolongan dalam menghadapi segala situasi yang berkaitan dengan masalah agama dan dunia kalian dengan kesabaran dan salat yang dapat mendekatkan dan menghubungkan diri kalian dengan Allah. Maka Allah akan menolongmu dalam mengatasi setiap kesulitan yang menderamu. Sesungguhnya salat itu benar-benar sulit dan berat kecuali bagi orang-orang yang tunduk dan patuh kepada Rabb mereka.

﴿الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ﴾

46. Hal itu karena mereka yakin akan menghadap kepada Rabb mereka dan akan berhadapan langsung dengan-Nya kelak di hari kiamat. Dan mereka juga percaya akan kembali kepada-Nya untuk menerima balasan amal perbuatan mereka.

﴿يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ﴾

47. Wahai anak-anak Nabiyullāh Ya'qūb! Ingatlah akan nikmat-nikmat-Ku yang berkaitan dengan masalah agama maupun dunia yang Ku-berikan kepada kalian. Dan ingatlah bahwa Aku telah melebihkan kalian atas orang-orang yang hidup di zaman kalian dengan derajat kenabian dan kerajaan.

﴿وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ﴾

48. Buatlah pelindung di antara kalian dan azab di hari kiamat dengan melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan.
Pada hari itu seseorang tidak dapat membela orang lain sedikitpun; tidak ada satupun syafaat (pertolongan) yang diterima untuk menghindari mudarat maupun mendatangkan manfaat kecuali dengan izin Allah; tidak akan diterima tebusan dari siapapun, walaupun berupa emas sebesar bumi; dan tidak ada seorangpun dan dapat menolong mereka. Maka apabila syafaat, tebusan dan pertolongan tidak ada gunanya, ke manakah tempat pelarian?

﴿وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ ۚ وَفِي ذَٰلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ﴾

49. Dan ingatlah, wahai Bani Israil, tatkala Kami menyelamatkan kalian dari para pengikut Fir'aun yang telah menimpakan beragam siksaan kepada kalian. Mereka menyembelih anak-anak laki-laki kalian supaya kalian punah. Dan mereka membiarkan para wanita kalian hidup untuk menjadi pelayan mereka. Perbuatan mereka sangat merendahkan dan menistakan kalian. Di balik penyelamatan kalian dari kekejaman Fir'aun dan para pengikutnya terdapat ujian besar dari Rabb kalian, yaitu agar kalian mau bersyukur kepada-Nya.

﴿وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ﴾

50.
Dan ingatlah di antara nikmat Kami kepada kalian yaitu Kami membelah lautan dan menjadikannya sebagai jalan yang kering sehingga kalian bisa melintasinya, kemudian Allah menyelamatkan kalian dan menenggelamkan musuh kalian, Fir'aun dan para pengikutnya di depan mata kalian, dan kalian menyaksikan pemandangan mereka itu secara langsung.

﴿وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَىٰ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ﴾

51. Dan ingatlah salah satu dari nikmat itu ialah janji Kami dengan Musa selama 40 malam untuk menyempurnakan proses turunnya Taurat sebagai cahaya dan petunjuk. Tetapi yang terjadi selama periode itu justru kalian menyembah patung anak sapi. Dan kalian telah melakukan kezaliman dengan melakukan perbuatan itu.

﴿ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ﴾

52. Kemudian Kami mengampuni kalian setelah bertaubat. Maka Kami tidak menghukum kalian dengan harapan mudah-mudahan kalian mau bersyukur kepada Allah dengan cara menjalankan ibadah dan ketaatan kepada-Nya dengan sebaik-baiknya.

﴿وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ﴾

53.
Dan ingatlah salah satu dari nikmat itu ialah Kami berikan Taurat kepada Musa -'alaihissalām- sebagai pembeda antara yang hak dan yang batil, dan sebagai pemisah antara jalan yang benar dan jalan yang sesat, supaya kamu dapat menjadikannya sebagai petunjuk untuk mencapai kebenaran.

﴿وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ﴾

54. Dan ingatlah salah satu dari nikmat itu ialah Allah membimbing kamu untuk bertaubat dari penyembahan terhadap anak sapi. Ketika Musa -'alaihissalām- berkata kepadamu, “Sesungguhnya kalian telah menganiaya diri kalian sendiri dengan menjadikan anak sapi itu sebagai tuhan yang kalian sembah. Maka bertaubatlah kalian, dan kembalilah kepada Pencipta kalian. Yaitu dengan cara saling bunuh di antara kalian. Dan taubat dengan cara itu lebih baik bagi kalian dari pada mempertahankan kekafiran yang akan membuat kalian kekal di neraka.” Kemudian kalian melakukan (taubat) itu dengan bimbingan dan pertolongan Allah, dan Dia pun menerima taubat kalian, karena Dia amat sering menerima taubat dan Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.

﴿وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ﴾

55. Dan ingatlah ketika leluhurmu dengan berani berbicara kepada Musa -'alaihissalām-, “Kami tidak akan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah secara nyata tanpa ada penghalang sedikitpun.” Kemudian kalian disambar oleh api yang membakar dan membunuh kalian. Lalu kalian saling pandang satu sama lain.

﴿ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ﴾

56. Kemudian Kami hidupkan kalian sesudah mati agar kalian mau bersyukur kepada Allah atas karunia tersebut.

﴿وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ﴾

57. Dan salah satu nikmat yang Kami berikan kepada kalian ialah Kami mengirimkan awan yang menaungi kalian dari terik matahari tatkala kalian tersesat di muka bumi. Dan Kami menurunkan nikmat berupa minuman manis seperti madu, dan burung kecil yang dagingnya lezat seperti burung puyuh. Dan Kami firmankan kepada kalian, “Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian." Dan pengingkaran mereka terhadap nikmat-nikmat tersebut tidak sedikitpun mengurangi kemuliaan-Ku, tetapi sejatinya mereka menzalimin diri mereka sendiri dengan mengurangi bagian mereka dari pahala (yang dijanjikan) dan menjerumuskan diri mereka sendiri ke dalam siksa.

﴿وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَٰذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ ۚ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ﴾

58. Dan ingatlah salah satu nikmat yang Allah berikan kepada kalian, yaitu ketika Dia berfirman kepada kalian, “Masuklah kalian ke Baitul Maqdis. Makanlah makanan yang baik-baik yang ada di sana dari mana saja sesuka hati kalian. Makanlah dengan enak dan leluasa. Dan masuklah ke sana seraya rukuk dan tunduk kepada Allah. Lalu memohonlah kepada Allah seraya berkata, 'Ya Rabb kami, hapuslah dosa-dosa kami,' niscaya Kami akan mengabulkan permohonan kalian. Dan Kami akan berikan tambahan ganjaran kepada orang-orang yang beramal dengan sebaik-baiknya atas kesungguhan mereka dalam beramal.

﴿فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ﴾

59. Akan tetapi orang-orang yang zalim di antara mereka justru mengganti tindakan dan mengubah ucapan itu. Mereka masuk sambil merayap di atas pantat mereka. Dan mereka berkata, “Satu biji dalam satu rambut.” Mereka meremehkan perintah Allah. Maka balasannya ialah Allah menurunkan azab dari langit kepada orang-orang yang zalim di antara mereka, karena mereka telah keluar dari batas-batas syariat dan melanggar perintah Allah.

﴿۞ وَإِذِ اسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ ۖ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ ۖ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ﴾

60.
Dan ingatlah salah satu nikmat yang Allah berikan kepada kalian tatkala kalian tersesat di tengah gurun pasir yang membingungkan dan mengalami dahaga yang hebat, kemudian Musa -'alaihissalām- memanjatkan doa dan memohon kepada Rabbnya agar berkenan memberi kalian minuman, maka Kami perintahkan agar dia memukul batu itu dengan tongkatnya. Dan setelah dia memukulnya maka dari batu itu muncul dua belas mata air sesuai dengan jumlah kabilahmu. Dan air pun mengalir deras dari kedua belas mata air tersebut. Dan Kami telah menjelaskan bahwa setiap kabilah mempunyai tempat minum masing-masing yang khusus, agar tidak terjadi pertengkaran di antara mereka. Dan Kami berfirman kepada kalian, “Makanlah dan minumlah dari rezeki yang Allah berikan kepada kalian tanpa usaha dan kerja keras dari kalian, dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi.”

﴿وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نَصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَىٰ بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ ۚ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ﴾

61. Dan ingatlah ketika kalian mengingkari nikmat Rabb kalian sehingga kalian bosan memakan makanan yang telah Allah turunkan kepada kalian, yaitu al-manna dan as-salwa. Dan kalian mengatakan, “Kami tidak tahan dengan satu jenis makanan saja dan tidak berganti-ganti.” Lalu kalian meminta kepada Musa -'alaihissalām- agar memohon kepada Allah agar berkenan memberi kalian sayur-mayur, mentimun, biji-bijian, kacang adas dan bawang merah. Musa -'alaihissalām- menjawab permintaan mereka dengan nada heran, “Kalian ingin mengganti al-manna dan as-salwa yang lebih baik dan lebih mulia dengan apa yang kalian minta itu, padahal itu lebih sedikit manfaatnya dan lebih rendah kualitasnya. Sementara kalian bisa mendapatkan al-manna dan as-salwa tanpa harus bekerja keras dan bersusah payah. keluarlah dari daerah ini ke desa manapun, niscaya kalian akan menemukan apa yang kalian minta itu di ladang-ladang dan pasar-pasar.” Dan karena mereka senantiasa mengikuti hawa nafsu dan terus-menerus menolak apa yang Allah pilihkan untuk mereka, akibatnya mereka harus menerima kehinaan, kemiskinan dan kesengsaraan. Mereka mendapatkan murka dari Allah karena mereka berpaling dari agama-Nya, ingkar kepada ayat-ayat-Nya, dan membunuh para nabi-Nya secara semena-mena. Semua itu terjadi karena mereka durhaka kepada Allah dan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan-Nya.

﴿إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴾

62.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman -baik dari umat ini maupun dari umat-umat di masa lalu sebelum kenabian Muhammad -'alaihiṣ ṣalātu was salām-, yakni kaum Yahudi, Nasrani dan Ṣābiah (pengikut beberapa orang nabi yang memiliki keimanan pada Allah dan hari Akhir)- akan mendapatkan ganjaran dari Rabb mereka, tidak ada kekhawatiran bagi mereka atas apa yang akan mereka hadapi di akhirat, dan mereka tidak akan bersedih hati atas kenikmatan dunia yang terlewatkan.

﴿وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾

63. Dan ingatlah janji kuat yang Kami ambil dari kalian untuk beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Dan Kami angkat gunung itu di atas kalian untuk menakut-nakuti dan memperingatkan kalian agar tidak mengabaikan janji itu. Kami juga memerintahkan kepada kalian agar memegang teguh kitab Taurat yang telah Kami turunkan kepada kalian. Kalian harus menjalankannya dengan sungguh-sungguh, tidak boleh malas dan gegabah. Hafalkanlah apa yang terdapat di dalamnya dan renungkanlah maknanya agar kalian takut akan siksa Allah -Ta'ālā-.

﴿ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۖ فَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾

64. Akan tetapi kalian justru berpaling dan membangkang setelah mengambil perjanjian yang kuat tersebut. Sekiranya bukan karena anugerah Allah yang berkenan mengampuni kalian dan tidak ada rahmat-Nya yang berkenan menerima taubat kalian, niscaya kalian benar-benar tergolong orang-orang yang merugi, karena kalian telah berpaling dari-Nya dan durhaka kepada-Nya.

﴿وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ﴾

65. Dan sungguh kalian benar-benar mengetahui dengan jelas berita tentang para pendahulu kalian. Mereka telah melanggar ketentuan Allah dengan berburu ikan pada hari Sabtu yang terlarang bagi mereka. Mereka membuat rekayasa atas larangan itu dengan cara memasang jala sebelum hari Sabtu dan berburu ikan pada hari Ahad. Maka Allah merubah wujud mereka menjadi kera yang hina sebagai hukuman karena merekasaya ketentuan Allah.

﴿فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ﴾

66. Maka Kami jadikan desa yang melampaui batas ini sebagai pelajaran bagi desa-desa yang ada di sekitarnya, dan juga pelajaran bagi generasi berikutnya sehingga mereka tidak mengikuti jejak para pendahulu mereka dan mendapatkan hukuman yang sama. Dan Allah juga menjadikan desa itu sebagai peringatan bagi orang-orang bertakwa yang senantiasa takut akan hukuman dan balasan dari Allah bagi orang yang melanggar batas-batas yang telah ditentukan-Nya.

﴿وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً ۖ قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۖ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ﴾

67. Dan ingatlah apa yang terjadi antara para pendahulu kalian dengan Musa -'alaihissalām- ketika dia menyampaikan kepada mereka bahwa Allah telah memerintahkan mereka agar menyembelih seekor sapi betina.
Tetapi mereka bukannya segera melaksanakan perintah itu, melainkan justru berkata dengan angkuh, “Apakah engkau menjadikan kami sebagai sasaran olok-olok?!” Musa menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari menjadi orang bodoh yang berdusta atas nama Allah dan mengolok-olok orang banyak.”

﴿قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَٰلِكَ ۖ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ﴾

68. Mereka berkata kepada Musa, “Mohonlah kepada Rabbmu agar Dia menjelaskan kepada kami ciri-ciri sapi betina yang Dia perintahkan untuk kami sembelih.” Lalu Musa berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu. Jadi segeralah melaksanakan perintah Rabb kalian.”

﴿قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ﴾

69. Tetapi mereka terus melanjutkan perdebatan dan keangkuhan mereka dengan mengatakan kepada Musa -'alaihissalām-, “Mohonkanlah kepada Rabb kalian agar Dia menjelaskan kepada kami bagaimana warna sapi itu.” Musa berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu warnanya kuning sekali dan menarik hati setiap orang yang melihatnya.”

﴿قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ﴾

70. Kemudian mereka meneruskan keangkuhan mereka dengan mengatakan, “Mohonkanlah kepada Rabbmu agar Dia menjelaskan lebih jauh kepada kami tentang ciri-ciri sapi betina itu.” Mereka beralasan bahwa sapi yang memiliki ciri-ciri seperti itu banyak sekali sehingga mereka tidak bisa menentukan sapi mana yang akan mereka sembelih. Mereka menegaskan bahwa insyā Allah mereka akan menemukan sapi betina yang harus mereka sembelih.

﴿قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ﴾

71. Musa bersabda kepada mereka, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa ciri-ciri sapi betina itu ialah tidak pernah digunakan untuk membajak sawah atau mengangkut air, selamat dari cacat, dan tidak ada warna lain di tubuhnya selain warna kuning.” Ketika itulah mereka berkata, “Nah, sekarang engkau telah memberikan ciri-cirinya secara rinci dan bisa menunjukkan sapi yang dimaksud secara tepat.” Dan mereka pun menyembelih sapi betina dengan ciri-ciri tersebut setelah mereka nyaris tidak bisa menyembelihnya gara-gara perdebatan dan keangkuhan mereka.

﴿وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا ۖ وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ﴾

72. Dan ingatlah ketika kalian membunuh salah seorang di antara kalian, lalu kalian semua cuci tangan. Masing-masing membela diri dari tuduhan pembunuhan dan melemparkan tuduhan kepada orang lain. Kemudian kalian saling bertengkar. Dan Allah mengungkap kasus pembunuhan yang kalian sembunyikan itu, yaitu pembunuhan terhadap orang yang tidak bersalah.

﴿فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا ۚ كَذَٰلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَىٰ وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ﴾

73. Lalu Kami berfirman kepada kalian, “Pukullah korban pembunuhan itu dengan bagian dari tubuh sapi betina yang kalian sembelih atas perintah Allah. Karena Allah akan menghidupkannya kembali untuk memberitahukan siapa pembunuhnya.” Mereka benar-benar melakukan hal itu dan korban pembunuhan itupun memberitahukan siapa pembunuhnya. Sebagaimana Allah menghidupkan kembali orang yang sudah mati itu, begitulah kelak Allah akan menghidupkan kembali orang-orang yang mati di hari kiamat. Allah memperlihatkan kepada kalian bukti-bukti kekuasaan-Nya secara nyata, agar kalian memahaminya dan beriman kepada Allah -Ta'ālā- dengan sungguh-sungguh.

﴿ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ﴾

74. Kemudian hati kalian mengeras hingga menjadi seperti batu atau lebih keras lagi setelah menerima nasihat-nasihat yang menyentuh dan menyaksikan mukjizat-mukjizat yang nyata. Hati mereka tidak pernah berubah, sementara batu bisa berubah bentuknya. Karena terkadang ada batu yang memancarkan air hingga membentuk sungai. Ada juga batu yang retak-retak kemudian mengeluarkan air yang mengalir ke bumi dan dimanfaatkan oleh manusia dan binatang. Dan ada juga batu yang jatuh dari atas gunung karena takut kepada Allah. Sementara hati kalian tidak bisa begitu. Allah tidak akan lalai terhadap apa yang kalian perbuat. Dia mengetahuinya dan akan memberi kalian balasan yang setimpal.

﴿۞ أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾

75.
Wahai orang-orang mukmin, setelah kalian mengetahui keadaan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang sebenarnya serta sikap keras kepala mereka, apakah kalian masih mengharapkan mereka akan beriman dan menyambut dakwah kalian?! Dahulu ada sejumlah ulama mereka yang mendengar firman Allah yang diturunkan kepada mereka di dalam Taurat, kemudian mereka merubah lafal-lafal dan maknanya setelah mereka memahaminya dan mengerti maksudnya, padahal mereka tahu bahwa tindakan mereka itu adalah dosa besar.

﴿وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ﴾

76.
Salah satu kontradiksi dan tipudaya yang ditunjukkan oleh orang-orang Yahudi ialah apabila mereka berjumpa dengan orang-orang Mukmin, mereka selalu mengakui kebenaran Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan keabsahan risalahnya, dan itu adalah kesaksian yang dikemukakan oleh Taurat. Namun ketika mereka berkumpul dengan sesama Yahudi mereka saling mencela satu sama lain gara-gara pengakuan tersebut, karena kaum Muslimin bisa menjadikan pengakuan atas kebenaran kenabian Muhammad itu sebagai dasar untuk menyudutkan mereka.

﴿أَوَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ﴾

77. Orang-orang Yahudi itu melakukan perbuatan keji tersebut dan mereka seolah-olah lupa bahwa Allahmengetahui ucapan dan perbuatan yang mereka rahasiakan maupun yang mereka tampakkan, dan Dia akan menunjukkannya serta mempermalukan mereka.

﴿وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ﴾

78. Di antara orang Yahudi itu ada golongan yang tidak mengenal Taurat kecuali bacaannya saja, mereka tidak tahu apa maksudnya. Mereka hanya memiliki kebohongan-kebohongan yang mereka dengar dari para pembesar. Mereka mengira bahwa kebohongan-kebohongan itu adalah kitab suci Taurat yang diturunkan oleh Allah.

﴿فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ﴾

79.
Maka kebinasaan dan azab yang berat sedang menunggu orang-orang yang menulis kitab itu dengan tangan mereka sendiri, kemudian -secara dusta- mengatakan, “Ini berasal dari Allah,” dengan tujuan untuk menukar kebenaran dan keharusan mengikuti petunjuk dengan keuntungan dunia yang sedikit, seperti harta benda dan jabatan. Jadi kebinasaan dan azab yang berat lah yang akan mereka dapatkan akibat tulisan tangan mereka sendiri dan mereka klaim secara dusta sebagai firman Allah. Maka kebinasaan dan azab yang berat akan mereka dapatkan terkait harta benda dan jabatan yang mereka peroleh dari kebohongan tersebut.

﴿وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَةً ۚ قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ ۖ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ﴾

80. Mereka mengatakan -secara dusta dan palsu-, “Kami tidak akan tersentuh oleh api neraka. Dan kami tidak akan masuk ke dalam neraka kecuali hanya beberapa hari saja.
" Katakanlah -wahai Nabi- kepada mereka, “Apakah kalian menerima janji yang kuat dari Allah terkait hal itu? Jika kalian memang memiliki janji tersebut, sesungguhnya Allah tidak akan melanggar janji-Nya; ataukah kalian mengatakan atas nama Allah -secara dusta dan palsu- sesuatu yang tidak kalian ketahui kebenarannya?”

﴿بَلَىٰ مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾

81. Masalahnya tidak seperti yang mereka kira. Karena Allah akan mengazab semua orang yang melakukan dosa kufur dan dosa-dosanya mengelilinginya dari segala penjuru. Dan Allah akan membalas kesalahan itu dengan memasukkan mereka ke dalam neraka dan menempatkan mereka di dalamnya untuk selama-lamanya.

﴿وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾

82. Sedangkan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menjalankan amal saleh, ganjaran mereka di sisi Allah ialah masuk ke dalam surga dan menetap di dalamnya untuk selama-lamanya.

﴿وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ﴾

83.
Dan ingatlah –wahai Bani Israil- tentang perjanjian kuat yang Kami ambil dari kalian, bahwa kalian akan mengesakan Allah dan tidak menyembah tuhan lain bersama-Nya, kalian akan berbuat baik kepada kedua orang tua, sanak famili, anak-anak yatim dan orang-orang miskin yang membutuhkan, kalian akan mengucapkan kata-kata yang baik kepada manusia untuk menyuruh berbuat kebaikan dan melarang kemungkaran tanpa kekerasan dan tanpa tekanan, kalian akan melaksanakan salat secara sempurna sebagaimana perintah yang diberikan kepada kalian, dan akan membayar zakat dengan cara memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan suka rela. Namun setelah perjanjian itu kalian justru berpaling dan enggan menepatinya.

﴿وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلَا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ﴾

84. Dan ingatlah perjanjian kuat yang telah Kami ambil dari kalian di dalam kitab Taurat yang mengharamkan pertumpahan darah dan aksi saling usir di antara kalian, kemudian kalian mengakui perjanjian tersebut dan mempersaksikan kebenarannya.

﴿ثُمَّ أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَىٰ تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ ۚ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ﴾

85. Kemudian kalian melanggar perjanjian itu, karena sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain dan mengusir mereka dari tempat tinggal mereka secara kejam dan semena-mena dengan meminta bantuan musuh. Dan ketika mereka datang kepada kalian sebagai tawanan perang di tangan musuh, kalian berusaha membayar uang tebusan untuk membebaskan mereka, padahal sesungguhnya kalian diharamkan mengusir mereka dari tempat tinggal mereka.
Jadi, bagaimana mungkin kalian mempercayai sebagian isi kitab Taurat, yakni yang menunjukkan keharusan menebus tawanan perang, dan mengingkari sebagian isinya, yakni yang menunjukkan keharusan melindungi darah (nyawa) dan larangan mengusir sesama dari tempat tinggalnya? Siapapun di antara kalian yang melakukan hal itu, tidak ada balasan baginya selain kehinaan dan kenistaan selama hidup di dunia, sedangkan di akhirat mereka akan dikembalikan kepada azab yang paling berat. Allah tidak pernah lalai terhadap apa yang kalian perbuat. Dia senantiasa mengawasi dan akan memberi kalian balasan yang setimpal.

﴿أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ ۖ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ﴾

86. Mereka itulah orang-orang yang menukar kebahagiaan hidup di akhirat dengan kesenangan hidup di dunia, karena mereka lebih mementingkan kehidupan yang sementara dibanding kehidupan yang kekal. Dan ketika itu mereka tidak memiliki penolong yang bisa menolong mereka.

﴿وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ ۖ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ ۗ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَىٰ أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ﴾

87. Dan sungguh Kami telah memberikan Taurat kepada Musa -'alaihissalām- dan disusul dengan rasul-rasul yang datang sesudahnya. Dan Kami telah memberikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti nyata yang menunjukkan kebenarannya, seperti menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang yang buta sejak lahir serta orang yang sakit lepra. Dan Kami juga memperkuatnya dengan malaikat Jibril -'alaihissalām-. Apakah setiap kali kalian -wahai Bani Israil- didatangi seorang utusan Allah dengan membawa ajaran yang tidak sejalan dengan hawa nafsu kalian, maka kalian selalu enggan menerima kebenaran itu dan bersikap angkuh kepada para Rasul Allah. Kalian mendustkan sebagian Rasul tersebut, dan sebagian lagi kalian bunuh.

﴿وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ ۚ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلًا مَا يُؤْمِنُونَ﴾

88. Alasan orang-orang Yahudi untuk tidak mau mengikuti Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ialah ucapan mereka, “Sesungguhnya hati kami tertutup, tidak bisa dimasuki oleh ucapanmu dan tidak bisa memahaminya.” Padahal keadaan yang sebenarnya tidak seperti pengakuan mereka, tetapi Allah telah menjauhkan mereka dari rahmat-Nya akibat kekufuran mereka, sehingga mereka tidak akan beriman dengan apa yang diturunkan Allah kecuali beberapa hal saja.

﴿وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ ۚ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ﴾

89.
Tatkala Al-Qur`ān Al-Karim yang berasal dari sisi Allah datang kepada mereka dengan ajaran yang selaras dengan apa yang ada di dalam Taurat dan Injil mengenai prinsip-prinsip umum yang benar, sedangkan sebelum turunnya Al-Qur`ān itu mereka mengatakan, “Kita akan menang melawan orang-orang musyrik ketika ada seorang Nabi yang diutus lalu kita beriman kepadanya dan mengikuti jejaknya,” tetapi ketika Al-Qur`ān benar-benar datang kepada mereka bersama dengan Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang memiliki sifat-sifat yang sudah mereka kenali sebelumnya dan membawa kebenaran yang juga sudah mereka ketahui sebelumnya, ternyata mereka mengingkarinya. Maka kutukan Allah pun ditimpakan kepada orang-orang yang ingkar terhadap Allah dan Rasul-Nya.

﴿بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَىٰ غَضَبٍ ۚ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ﴾

90.
Alangkah buruknya tindakan mereka yang menukar keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan kepentingan diri mereka sendiri, sehingga mereka memilih ingkar kepada wahyu yang diturunkan oleh Allah dan mendustakan para Rasul-Nya karena kezaliman dan iri hati, karena Allah telah menganugerahkan kenabian dan kitab suci Al-Qur`ān kepada Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Akibatnya, mereka berhak mendapatkan murka yang berlipat ganda dari Allah -Ta'ālā-, karena kekafiran mereka kepada Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan -sebelumnya- mereka memanipulasi kitab suci Taurat. Dan orang-orang yang mengingkari kenabian Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- akan mendapatkan siksa yang menghinakan di hari kiamat.

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا نُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ ۗ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾

91. Apabila dikatakan kepada orang-orang Yahudi itu, “Berimanlah kamu kepada kebenaran dan petunjuk yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya,” mereka menjawab, “Kami beriman kepada kitab suci yang diturunkan kepada nabi-nabi kami.” Dan mereka ingkar kepada kitab suci lainnya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, meskipun Al-Qur`ān ini adalah kebenaran dari Allah yang sesuai dengan kitab suci yang ada di tangan mereka. Sekiranya mereka benar-benar beriman kepada kitab suci yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka juga beriman kepada Al-Qur`ān. Untuk menjawab ucapan mereka katakanlah -wahai Nabi- kepada mereka, “Mengapa kalian membunuh nabi-nabi Allah sebelum ini, jika kalian benar-benar beriman kepada kebenaran (kitab suci) yang mereka sampaikan kepada kalian?”

﴿۞ وَلَقَدْ جَاءَكُمْ مُوسَىٰ بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ﴾

92. Dan sungguh Rasul kalian, Musa -'alaihissalām- telah datang kepada kalian dengan membawa bukti-bukti (mukjizat-mukjizat) nyata yang menunjukkan kebenarannya. Tetapi setelah itu kalian menjadikan anak sapi itu sebagai tuhan yang kalian sembah setelah kepergian Musa ke tempat yang ditentukan oleh Tuhannya. Kalian adalah orang-orang zhalim, karena kalian telah menyekutukan Allah, padahal Dia adalah satu-satunya Rabb yang berhak disembah, bukan yang lain.

﴿وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا ۖ قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ ۚ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾

93.
Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian yang kuat dari kalian untuk mengikuti Musa -'alaihissalām- dan menerima ajaran yang dibawanya dari Allah, serta Kami angkat gunung (Tursina) di atas kalian untuk menakut-nakuti kalian, dan kami berfirman kepada kalian, “Ambillah Taurat yang telah Kami berikan kepada kalian dengan sungguh-sungguh, dengarkanlah kitab suci itu, dalam arti menerimanya dan tunduk kepadanya, jika tidak, Kami akan menjatuhkan gunung itu kepada kalian.” Lalu kalian berkata, “Kami mendengarkan dengan telinga dan membangkang dengan perbuatan kami.” Penyembahan anak sapi itu benar-benar menancap di hati mereka karena kekafiran mereka. Katakanlah -wahai Nabi-, “Buruk sekali apa yang diperintahkan iman ini kepada kalian, yaitu ingkar dan berpaling dari perintah Allah, jika kalian benar-benar beriman. Sebab, iman yang benar tidak mungkin disertai dengan kekufuran.”

﴿قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ﴾

94.
Katakanlah -wahai Nabi-, “Jika kalian wahai orang-orang Yahudi- benar-benar memiliki surga di akhirat yang khusus diperuntukkan bagi kalian dan tidak boleh dimasuki oleh manusia lain, maka berharaplah untuk mati dan mintalah kematian itu agar kalian segera mendapatkan kedudukan tersebut, sehingga kalian bisa bebas dari beban masalah kehidupan dunia, jika pengakuan kalian tersebut memang benar.”

﴿وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ﴾

95. Mereka tidak akan pernah mengharapkan kematian, disebabkan apa yang telah mereka perbuat selama hidup, yaitu ingkar kepada Allah, mendustakan rasul-rasul-Nya dan memanipulasi kitab-kitab suci-Nya. Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim, baik dari kalangan mereka (orang-orang Yahudi) maupun orang lain, dan akan memberikan balasan yang setimpal kepada setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing.

﴿وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَىٰ حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ﴾

96. Dan sungguh engkau -wahai Nabi- benar-benar akan mendapati orang-orang Yahudi itu adalah manusia yang paling tamak terhadap kehidupan (di dunia), meskipun hidup mereka hina dan nista. Bahkan mereka lebih tamak dari orang-orang musyrik yang tidak percaya akan adanya hari kebangkitan dan perhitungan amal (hisab), padahal orang-orang Yahudi itu adalah ahli kitab yang percaya akan adanya hari kebangkitan dan perhitungan amal (hisab). Maka satu orang dari mereka menginginkan umurnya mencapai seribu tahun. Padahal berapapun panjangnya umur seseorang tidak dapat menjauhkannya dari azab Allah. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat amal perbuatan mereka. Tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan Allah. Dan Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal dengan amal perbuatan mereka tersebut.

﴿قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىٰ قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ﴾

97.
Katakanlah -wahai Nabi- kepada orang-orang Yahudi yang berkata, “Sesungguhnya Jibril adalah musuh kami dari bangsa Malaikat”, “Barangsiapa memusuhi Jibril, sesungguhnya Jibril adalah Malaikat yang menurunkan Al-Qur`ān ke dalam hatimu dengan izin Allah, yang membenarkan kitab-kitab suci yang datang sebelumnya, seperti Taurat dan Injil, serta menunjukkan kebajikan dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin tentang kenikmatan yang telah Allah siapkan untuk mereka. Maka siapapun yang memusuhi Malaikat yang memiliki sifat dan pekerjaan semacam itu ia termasuk golongan orang-orang yang sesat.”

﴿مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ﴾

98. Barangsiapa memusuhi Allah, malaikat-malaikat-Nya dan rasul-rasul-Nya, dan memusuhi dua Malaikat yang didekatkan, yaitu Jibril dan Mikail, sesungguhnya Allah adalah musuh bagi orang-orang yang kafir dari golongan kalian maupun dari golongan lain. Dan barangsiapa yang Allah menjadi musuhnya berarti ia mendapatkan kerugian yang nyata.

﴿وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ ۖ وَمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلَّا الْفَاسِقُونَ﴾

99. Dan sungguh Kami telah menurunkan kepadamu -wahai Nabi- tanda-tanda jelas yang menunjukkan kebenaranmu dalam hal kenabian dan wahyu yang engkau bawa. Tidak ada yang mengingkari tanda-tanda itu kecuali orang-orang yang keluar dari agama Allah.

﴿أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوا عَهْدًا نَبَذَهُ فَرِيقٌ مِنْهُمْ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ﴾

100. Di antara keburukan orang-orang Yahudi ialah setiap kali mereka berjanji kepada diri mereka sendiri -salah satunya ialah mengimani isi Taurat tentang kenabian Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebagian dari mereka mengingkari janji tersebut. Bahkan mayoritas orang-orang Yahudi itu tidak beriman kepada Allah dengan sungguh-sungguh, karena iman yang sejati selalu mendorong seseorang untuk menepati janji.

﴿وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ﴾

101.
Dan tatkala Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang kepada mereka sebagai utusan Allah dengan sifat-sifat yang sesuai dengan apa yang tertera di dalam Taurat, sebagian dari mereka berpaling dari apa yang ditunjukkan oleh kitab suci tersebut dan membuangnya ke belakang punggung mereka serta tidak memperdulikannya. Sifat mereka itu mirip dengan sifat orang bodoh yang tidak mau mengambil manfaat dari kebenaran maupun petunjuk yang ada, dan tidak memperdulikannya.

﴿وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ﴾

102. Tatkala mereka meninggalkan agama Allah sebagai gantinya mereka mengikuti kebohongan yang dibuat oleh para setan di masa kerajaan Nabiyullah Sulaiman -'alaihissalām-. Para setan mengklaim bahwa Sulaiman memperkuat kerajaannya dengan ilmu sihir. Padahal Sulaiman tidak kufur dengan mempraktikkan ilmu sihir, sebagaimana klaim orang-orang Yahudi, tetapi para setan itulah yang kufur, karena mereka mengajarkan sihir kepada masyarakat. Para setan juga mengajarkan kepada mereka sihir yang diturunkan oleh dua malaikat Harut dan Marut di kota Babil, Irak, sebagai ujian dan cobaan bagi umat manusia. Kedua Malaikat itu tidak mengajarkan sihir kepada seseorangpun sebelum keduanya memperingatkan dan menjelaskan kepadanya dengan mengatakan, “Sesungguhnya kami ini adalah cobaan dan ujian bagi manusia. Jadi, janganlah kamu menjadi kufur dengan mempelajari sihir.” Kemudian orang yang tidak mau menerima nasihat dari keduanya memutuskan untuk mempelajari sihir dari keduanya. Salah satu jenis sihirnya dapat digunakan untuk memisahkan seorang suami dari istrinya dengan cara menanamkan benih-benih kebencian di antara mereka berdua. Para penyihir itu tidak bisa membahayakan seorangpun kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu (sihir) yang mendatangkan mudarat bagi mereka dan tidak memberikan manfaat kepada mereka. Orang-orang Yahudi itu sudah tahu bahwa orang yang menukar Kitab Allah engan ilmu sihir itu tidak akan mendapatkan bagian (kenikmatan) di akhirat. Sungguh buruk sekali tindakan mereka yang menjual diri mereka sendiri, di mana mereka telah menukar wahyu dan syariat Allah dengan ilmu sihir. Sekiranya mereka mengetahui apa yang bermanfaat, niscaya mereka tidak akan melakukan perbuatan yang keji dan kesesatan yang nyata.

﴿وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ ۖ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ﴾

103.
Sekiranya orang-orang Yahudi itu benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah dengan menjalankan ketaatan kepada-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya, niscaya pahala dari Allah akan lebih baik bagi mereka daripada perbuatan yang mereka jalani, jika mereka mengetahui apa yang bermanfaat bagi mereka.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾

104. Allah -Ta'ālā- mengajarkan kepada orang-orang mukmin agar memilih kata-kata yang baik dalam berbicara. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengucapkan kata-kata (Rā'inā) yang berarti “Perhatikanlah keadaan kami”.
Karena orang-orang Yahudi mempelesetkan kata-kata itu dan menggunakannya untuk berbicara kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tetapi dengan maksud yang buruk, yaitu "ru'ūnah (bodoh)," maka Allah melarang penggunaan kata-kata itu demi menutup pintu tersebut. Dan Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menggunakan kata-kata lain sebagai gantinya, yaitu kata-kata “Unẓurnā” yang berarti “Tunggulah, agar kami bisa mengerti apa yang engkau ucapkan”. Kata-kata ini memiliki makna yang sama dengan kata-kata sebelumnya tetapi tidak mengandung sesuatu yang terlarang. Dan orang-orang yang ingkar kepada Allah itu akan mendapatkan azab yang sangat menyakitkan.

﴿مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ﴾

105. Orang-orang kafir siapapun mereka, baik ahli kitab maupun orang-orang musyrik, tidak ingin jika Allah memberikan kebaikan dalam bentuk apapun kepadamu, baik sedikit maupun banyak. Sedangkan Allah memberikan rahmat-Nya berupa kenabian, wahyu dan iman kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah adalah Pemilik anugerah yang besar, maka tidak ada satupun kebaikan yang diterima oleh makhluk kecuali berasal dari-Nya. Salah satu anugerah terbesar-Nya ialah mengutus Rasul dan menurunkan kitab suci.

﴿۞ مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾

106.
Allah -Ta'ālā- menjelaskan bahwa ketika mencabut hukum yang tercantum di dalam ayat Al-Qur`ān atau mencabut lafalnya sehingga dilupakan oleh manusia, maka Allah -Subḥānahu- mendatangkan hukum atau ayat yang lebih bermanfaat di dunia dan di akhirat, atau yang setara dengannya. Hal itu dilakukan dengan pengetahuan dan kebijaksanaan Allah. Dan engkau -wahai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Maka Dia dapat melakukan apa saja yang Dia kehendaki dan memutuskan apa saja yang Dia inginkan.

﴿أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ﴾

107. Engkau wahai Nabi telah mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik langit dan bumi. Dia memutuskan apa saja yang Dia inginkan. Maka Dia memerintahkan apa saja dan melarang apa saja kepada hamba-hamba-Nya. Dia juga yang menetapkan dan menghapus apa saja dari syariat agama-Nya. Kalian tidak mempunyai pengurus selain Allah yang dapat mengurus urusan kalian dan tidak mempunyai penolong selain Dia yang dapat melindungi kalian dari marabahaya. Allah lah Yang Maha Mengurus dan Mahakuasa atas semuanya.

﴿أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَىٰ مِنْ قَبْلُ ۗ وَمَنْ يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ﴾

108. Bukan tabiat kalian -wahai orang-orang mukmin- mengajukan permintaan -yang bernada menentang dan membangkang- kepada Rasul sebagaimana kaum Nabi Musa dahulu mengajukan permintaan semacam itu kepada nabi mereka. Seperti ucapan mereka, “Perlihatkanlah Allah kepada kami secara terbuka.” (An-Nisā`:153). Barangsiapa menukar imannya dengan kufur, ia benar-benar telah tersesat dari jalan moderat, yaitu jalan yang lurus.

﴿وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾

109. Banyak ahli kitab yang berharap dapat mengembalikan kalian -setelah kalian beriman- menjadi orang-orang kafir seperti sediakala ketika kalian menyembah berhala. Hal itu karena rasa dengki yang ada di dalam diri mereka. Mereka berharap seperti itu setelah yakin bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi adalah kebenaran yang berasal dari Allah. Maka maafkanlah perbuatan mereka dan maklumilah kebodohan dan kebusukan hati mereka sampai datang ketentuan Allah tentang mereka. Dan kini perintah dan ketentuan Allah itu sudah datang. Maka mereka tinggal memilih antara memeluk Islam, membayar jizyah atau perang. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi kehendak Allah.

﴿وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾

110. Dirikanlah salat secara sempurna dengan melengkapi rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya. Keluarkanlah zakat harta kalian untuk orang-orang yang berhak menerimanya. Amal saleh apapun yang kalian kerjakan ketika hidup dan kalian melakukannya sebelum kematian sebagai tabungan untuk kalian, niscaya kalian akan mendapatkan ganjarannya di sisi Allah pada hari kiamat. Allah akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amalan itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan, lalu Dia akan membalas setiap orang dengan balasan yang setimpal sesuai amal perbuatannya.

﴿وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ﴾

111. Golongan Yahudi dan Nasrani masing-masing mengatakan bahwa surga hanya diperuntukkan bagi golongannya saja. Orang-orang Yahudi mengatakan, “Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi.” Dan orang-orang Nasrani mengatakan, “Tidak akan masuk surga kecuali orang Nasrani.” Itu adalah harapan palsu dan khayalan hampa mereka. Katakanlah -wahai Nabi- untuk menjawab klaim mereka itu, “Berikanlah bukti yang mendukung klaim kalian, jika kalian benar dengan klaim tersebut.”

﴿بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴾

112. Sesungguhnya surga itu akan dimasuki oleh setiap orang yang tulus dan ikhlas kepada Allah serta melaksanakan ibadah dengan baik, yaitu dengan mengikuti ajaran Rasulullah. Itulah sifat orang yang akan masuk surga dari golongan manapun. Dia akan mendapatkan ganjaran dari Allah. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dalam menghadapi apa yang akan terjadi di akhirat nanti. Dan mereka juga tidak pernah bersedih hati atas kenikmatan dunia yang dilewatkannya. Sifat-sifat tersebut -setelah kedatangan Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak terpenuhi kecuali pada diri kaum muslimin.

﴿وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَىٰ عَلَىٰ شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَىٰ لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَىٰ شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ ۗ كَذَٰلِكَ قَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ ۚ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ﴾

113. Orang-orang Yahudi berkata, “Orang-orang Nasrani itu tidak menganut agama yang benar.” Dan orang-orang Nasrani berkata, “Orang-orang Yahudi itu tidak menganut agama yang benar.” Padahal mereka semua membaca kitab-kitab suci yang Allah -Ta'ālā- turunkan kepada mereka, dan di dalamnya ada perintah untuk beriman kepada semua Nabi tanpa membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain. Perbuatan mereka itu mirip dengan ucapan orang-orang musyrik yang tidak berilmu ketika mereka mendustakan semua Rasul berikut kitab-kitab suci yang diturunkan kepada mereka. Oleh karena itulah Allah akan memberikan keputusan bagi semua orang yang berselisih paham kelak pada hari kiamat. Allah akan memberi mereka keputusan yang adil, yang telah Dia sampaikan kepada hamba-hamba-Nya, bahwasa tidak ada keberuntungan bagi siapapun kecuali dengan mengimani semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah -Ta'ālā-.

﴿وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا ۚ أُولَٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ﴾

114. Tidak ada yang lebih zalim dari orang yang melarang disebutnya nama Allah di masjid-masjid-Nya; dia melarang salat, zikir dan membaca Al-Qur`ān di masjid. Dan dia berusaha keras untuk mengosongkan dan merusak masjid dengan cara merobohkan bangunannya atau melarang kegiatan ibadah di masjid. Orang-orang yang berusaha merobohkan masjid-masjid Allah itu tidak sepatutnya masuk ke dalam masjid kecuali dalam keadaan ketakutan dan hati yang gemetar, karena mereka menyimpan kekafiran dan menghalangi-halangi umat untuk memakmurkan masjid-masjid Allah. Mereka akan mendapatkan kehinaan dan kenistaan di dunia di tangan orang-orang mukmin. Dan di akhirat mereka akan mendapatkan azab yang berat karena menghalang-halangi manusia dari masjid-masjid Allah.

﴿وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴾

115. Kerajaan timur dan barat serta semua yang ada di antara keduanya adalah milik Allah. Dia dapat memerintahkan apa saja kepada hamba-hamba-Nya. Maka ke mana pun kalian menghadap sesungguhnya kalian sedang menghadap kepada Allah. Dia lah yang Maha Meliputi seluruh makhluk-Nya. Maka apabila Dia menyuruh kalian menghadap ke arah Baitul Maqdis atau Ka'bah, atau kalian keliru dalam menghadap kiblat, atau kalian kesulitan untuk menghadap kiblatو sesungguhnya tidak masalah bagi kalian. Karena semua arah mata angin itu adalah milik Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas, Dia mencakup seluruh makhluk-Nya dengan rahmat-Nya dan dengan kemudahan yang diberikan-Nya, dan Dia Maha Mengetahui niat dan perbuatan makhluk-Nya.

﴿وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا ۗ سُبْحَانَهُ ۖ بَلْ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ﴾

116. Orang-orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik mengatakan, “Allah mempunyai anak.” Mahasuci Allah dari ucapan mereka. Karena Dia sama sekali tidak membutuhkan makhluk-Nya. Hanya orang yang membutuhkan anak lah yang berusaha mempunyai anak. Allah adalah pemilik apa saja yang ada di langit dan di bumi. Semua makhluk yang ada adalah hamba-hamba-Nya. Mereka semua tunduk kepada-Nya. Dia dapat memperlakukan mereka menurut kehendak-Nya.

﴿بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَإِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ﴾

117. Allah adalah pencipta langit dan bumi beserta isinya tanpa ada contoh sebelumnya. Apabila Dia menetapkan dan menghendaki sesuatu, Dia cukup berfirman kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Tidak ada seorangpun yang dapat menolak perintah dan keputusan-Nya.

﴿وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ لَوْلَا يُكَلِّمُنَا اللَّهُ أَوْ تَأْتِينَا آيَةٌ ۗ كَذَٰلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِثْلَ قَوْلِهِمْ ۘ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ ۗ قَدْ بَيَّنَّا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾

118.
Orang-orang ahli kitab dan orang-orang musyrik yang tidak berilmu menolak kebenaran dengan mengatakan, “Mengapa Allah tidak berbicara langsung kepada kami tanpa perantara?” Atau mengatakan, “Mengapa tidak ada mukjizat kasat mata yang datang secara khusus kepada kami?” Ucapan semacam itu sudah pernah dikatakan oleh umat-umat pendusta di masa lalu kepada rasul-rasul mereka kendati waktu dan tempat mereka berbeda-beda. Kami telah menjelaskan ayat-ayat itu kepada orang-orang yang meyakini kebenaran tatkala kebenaran itu telah nyata bagi mereka. Mereka tidak diliputi keraguan dan tidak terhalang oleh penolakan.

﴿إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا ۖ وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ﴾

119. Sesungguhnya Kami telah mengutusmu -wahai Nabi- dengan membawa agama yang benar, yang tidak ada keraguan sedikitpun terhadapnya, agar engkau memberikan kabar gembira tentang surga bagi orang-orang yang beriman dan memperingatkan adanya neraka bagi orang-orang yang ingkar. Tugasmu hanyalah menyampaikan agama itu secara nyata. Dan Allah tidak akan meminta tanggung jawabmu terkait penghuni neraka Jahim yang tidak mau beriman kepadamu.

﴿وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ﴾

120. Allah memperingatkan kepada Nabi-Nya seraya berfirman, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan puas sebelum engkau meninggalkan agama Islam dan mengikuti agama mereka. Jika hal itu kamu lakukan atau dilakakukan oleh siapa saja di antara pengikutmu setelah kebenaran nyata datang kepadamu, maka engkau tidak akan mendapatkan pembelaan maupun pertolongan dari Allah. Ini termasuk penjelasan tentang bahaya meninggalkan kebenaran dan berteman dengan para pengusung kebatilan.

﴿الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ﴾

121.
Al-Qur`ān Al-Karim berbicara tentang sebagian ahli kitab yang mengetahui isi kandungan kitab-kitab suci yang diturunkan kepada mereka dan diikuti dengan sungguh-sungguh, sesungguhnya mereka itu menemukan tanda-tanda di dalam kitab suci tersebut yang menunjukkan kebenaran Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Oleh karena itulah mereka bergegas menyatakan iman kepadanya. Sedangkan sebagian ahli kitab lainnya bersikeras untuk mempertahankan kekafiran sehingga mereka menjadi orang-orang yang merugi.

﴿يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ﴾

122. Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku -baik yang berkenaan dengan masalah agama maupun duniawi- yang telah Aku berikan kepada kalian. Dan ingatlah bahwa Aku telah memberikan kelebihan kepada kalian atas orang lain yang hidup di zaman kalian dalam bentuk kenabian dan kerajaan.

﴿وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ﴾

123. Dan buatlah pelindung di antara kalian dan siksa akhirat dengan cara mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Karena -pada hari kiamat- seseorang tidak dapat membantu orang lain sedikitpun, tebusan sebesar apapun tidak akan diterima, syafaat dari siapapun yang memiliki kedudukan setinggi apapun tidak ada gunanya, dan tidak ada yang dapat menolong seseorang selain Allah.

﴿۞ وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ﴾

124. Ingatlah ketika Allah menguji Ibrahim -'alaihissalām- dengan beberapa perintah dan tugas. Lalu Ibrahim berhasil menunaikannya dengan sebaik-baiknya. Maka Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim, “Sesungguhnya Aku menjadikanmu sebagai suri teladan bagi manusia agar tindakan dan perangaimu mereka jadikan contoh.” Ibrahim berkata, “Ya Rabbku, jadikanlah juga dari keturunanku pemimpin-pemimpin yang bisa dijadikan suri teladan oleh manusia.” Allah menjawabnya dengan berfirman, “Janji-Ku kepadamu tidak mencakup orang-orang zalim dari keturunanmu untuk menjadi pemimpin dalam urusan agama.”

﴿وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ﴾

125. Dan ingatlah ketika Allah menjadikan Baitul Haram (Ka'bah) sebagai tempat kembalinya manusia yang membuat hati mereka selalu tertambat kepadanya. Setiap kali mereka pergi meninggalkannya, mereka selalu kembali lagi kepadanya. Dan Kami jadikan Ka'bah itu sebagai tempat yang aman bagi mereka, tidak ada yang boleh dizalimi di sana. Dan Allah berfirman kepada manusia, “Jadikanlah batu (maqam Ibrahim) yang pernah digunakan oleh Ibrahim sebagai pijakan kaki ketika berdiri untuk membangun Ka'bah sebagai tempat untuk menunaikan salat.” Dan Kami berpesan kepada Ibrahim dan putranya, Ismail agar mereka membersihkan Baitul Haram dari berbagai kotoran dan berhala, serta mempersiapkannya untuk siapa saja yang hendak beribadah di sana dengan melaksanakan tawaf, i'tikaf, salat dan lain-lain.

﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ﴾

126. Dan ingatlah -wahai Nabi- ketika Ibrahim berdoa kepada Rabbnya, “Ya Rabbku, jadikanlah Makkah ini negeri yang aman, tidak ada seorangpun yang diperlakukan buruk di sana. Dan anugerahilah penduduknya aneka macam buah-buahan. Dan jadikanlah itu sebagai rezeki hanya bagi orang-orang yang beriman kepada-Mu dan hari Akhir.” Allah berfirman, “Barangsiapa yang kafir di antara mereka, maka Aku akan memberinya sedikit kenikmatan di dunia, kemudian di akhirat kelak Aku akan memasukkannya ke dalam azab neraka. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali di hari kiamat.”

﴿وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ﴾

127. Dan ingatlah -wahai Nabi- ketika dulu Ibrahim dan Ismail meninggikan pondasi Ka'bah seraya memanjatkan doa -dengan penuh ketundukan dan kerendahan, “Ya Rabb kami, terimalah amal perbuatan kami (diantaranya ialah membangun Ka'bah ini). Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa kami lagi Maha Mengetahui niat dan perbuatan kami.

﴿رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ﴾

128. Ya Rabb kami, jadikanlah kami orang-orang yang menerima perintah-Mu dan tunduk kepada-Mu, tidak menyekutukan-Mu dengan sesuatu. Jadikanlah keturunan kami sebagai umat yang pasrah kepada-Mu. Tunjukkanlah kepada kami tata cara beribadah kepada-Mu. Ampunilah keburukan dan kecerobohan kami dalam menjalankan ketaatan kepada-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Menerima taubat hamba-hamba-Mu yang bertaubat dan Maha Penyayang terhadap mereka.

﴿رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ﴾

129. Ya Rabb kami, utuslah kepada mereka seorang Rasul yang berasal dari mereka, dari keturunan Ismail untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat yang Engkau turunkan, mengajarkan kepada mereka Al-Qur`ān dan Sunnah, dan membersihkan mereka dari kemusyrikan dan segala macam kehinaan. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa di dalam Żat-Mu dan Maha Bijaksana di dalam tindakan dan keputusan-Mu.”

﴿وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ ۚ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ﴾

130. Tidak ada yang berpaling dari agama Ibrahim -'alaihissalām- dan memilih agama lain kecuali orang yang menzalimi dirinya dengan kebodohan dan pengaturan yang jelek dengan meninggalkan kebenaran menuju kesesatan, dan merelakan dirinya menerima kehinaan. Sungguh Kami telah memilih Ibrahim sebagai rasul dan khalīl. Dan sesungguhnya di akhirat kelak dia termasuk orang-orang saleh yang menunaikan kewajiban yang Allah berikan kepada mereka, sehingga mereka meraih derajat tertinggi.

﴿إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ﴾

131. Allah memilihnya menjadi orang yang bergegas menuju kepasrahan kepada Allah ketika Rabbnya berfirman kepadanya, “Murnikanlah ibadahmu hanya kepada-Ku dan tunduklah kepada-Ku dengan melaksanakan ketaatan.” Maka Ibrahim menjawab firman Rabbnya dengan mengatakan, “Aku berserah diri kepada Allah Sang Pencipta manusia, Pemberi rezeki mereka dan Pengatur urusan mereka.”

﴿وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾

132. Ibrahim berwasiat kepada anak-anaknya dengan kalimat ini, “Aku berserah diri kepada Rabb semesta alam.” Dan kalimat itu juga diwasiatkan oleh Ya'qūb kepada anak-anaknya. Mereka berdua berseru kepada anak-anak mereka, “Sesungguhnya Allah telah memilih agama Islam untuk kalian. Maka peganglah agama Islam itu dengan kuat sampai maut menjemput kalian, sementara kalian berserah diri kepada Allah secara lahir dan batin.”

﴿أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ﴾

133. Apakah kamu hadir ketika Ya'qūb menjelang wafatnya bertanya kepada anak-anaknya, “Apa yang akan kalian sembah setelah kematianku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Rabbmu dan Tuhan para leluhurmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak. Yaitu Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kami akan tunduk dan berserah diri.”

﴿تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾

134. Itulah satu umat yang telah berlalu di antara umat-umat sebelum kalian dan mereka sudah bertemu dengan amal perbuatan yang mereka lakukan. Mereka akan mendapatkan balasan atas apa yang telah mereka perbuat, baik berupa kebaikan maupun keburukan, dan kalian juga akan mendapatkan balasan atas apa yang telah kalian perbuat. Kalian tidak akan ditanya tentang amal perbuatan mereka, dan merekapun tidak akan ditanya tentang amal perbuatan kalian. Tidak ada seorangpun yang akan dihukum karena dosa orang lain.
Setiap orang akan diberi balasan yang setimpal dengan perbuatannya, maka janganlah amal perbuatan orang-orang yang sudah berlalu sebelummu itu menyibukkanmu dari memperhatikan amal perbuatanmu, karena setiap orang tidak akan mendapatkan manfaat apapun -setelah rahmat Allah- selain dari amal salehnya sendiri.

﴿وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ تَهْتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾

135. Orang-orang Yahudi berkata kepada umat ini, “Kalian harus menjadi orang-orang Yahudi agar bisa mengikuti jalan yang benar.” Dan orang-orang Nasrani pun berkata kepada umat ini, “Kalian harus menjadi orang-orang Nasrani agar bisa mengikuti jalan yang benar.” Katakanlah -wahai Nabi- untuk menjawab ucapan mereka itu, “Kami mengikuti agama Ibrahim yang menjauh dari agama-agama yang batil menuju agama yang benar. Dan dia tidak termasuk orang yang menyekutukan Allah dengan siapapun.”

﴿قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ﴾

136. Katakanlah -wahai orang-orang mukmin- kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menyerukan seruan batil itu, “Kami beriman kepada Allah dan kepada Al-Qur`ān yang diturunkan kepada kami. Kami juga beriman kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan anak-anaknya; Ismail, Ishak dan Ya'qūb. Kami pun beriman kepada apa yang diturunkan kepada nabi-nabi yang berasal dari keturunan Ya'qūb. Dan kami juga beriman dengan Taurat yang Allah berikan kepada Musa dan Injil yang Allah berikan kepada Isa. Kami beriman dengan kitab suci yang Allah berikan kepada para Nabi. Kami tidak membeda-bedakan yang satu dengan yang lain sehingga kami beriman kepada sebagian dan ingkar kepada sebagian yang lain, tetapi kami beriman kepada mereka semua. Dan hanya kepada Allah lah kami tunduk dan patuh.”

﴿فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ﴾

137. Apabila orang-orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang kafir lainnya beriman seperti imanmu niscaya mereka menemukan petunjuk menuju jalan lurus yang diridai oleh Allah. Apabila mereka berpaling dari iman ini dengan mendustakan para Nabi, baik semuanya maupun sebagian saja, sesungguhnya mereka itu sedang berada dalam perselisihan dan permusuhan. Maka janganlah engkau bersedih hati, wahai Nabi, karena Allah akan melindungimu dari gangguan mereka, menghalangimu dari kejahatan mereka dan menolongmu untuk mengalahkan mereka. Karena Dia Maha Mendengar ucapan mereka dan Maha Mengetahui niat dan perbuatan mereka.

﴿صِبْغَةَ اللَّهِ ۖ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً ۖ وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ﴾

138. Peganglah agama Allah yang Dia ciptakan fitrah kalian menurut agama itu, baik lahir maupun batin. Maka tidak ada agama yang lebih baik dari agama Allah. Karena agama Allah itu sesuai dengan fitrah, mengundang maslahat dan menghalangi mafsadat. Dan katakanlah, “Kami hanya menyembah kepada Allah semata. Kami tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.”

﴿قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ﴾

139. Katakanlah -wahai Nabi-, “Apakah kalian -wahai ahli kitab- mengatakan kepada kami bahwa kalian lebih dekat dengan Allah dan agama-Nya daripada kami karena agama kalian lebih dahulu dan kitab suci kalian lebih awal? Sesungguhnya hal itu tidak ada gunanya bagi kalian. Karena Allah adalah Rabb kita semua, bukan Rabb kalian saja. Bagi kami amal perbuatan kami yang mana kalian tidak akan ditanya tentangnya, dan bagi kalian amal perbuatan kalian yang mana kami tidak akan ditanya tentangnya. Masing-masing akan diberi balasan yang setimpal dengan amal perbuatannya. Kami ikhlas karena Allah dalam beribadah dan menjalankan ketaatan, kami tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu.

﴿أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ ۗ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ﴾

140.
Ataukah kalian -wahai ahli kitab- mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qūb dan nabi-nabi dari keturunan Ya'qūb dahulu menganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah -wahai Nabi- untuk menjawab ucapan mereka, “Apakah kalian lebih tahu dari Allah?” Jika mereka mengklaim bahwa para Nabi tersebut menganut agama mereka, berarti mereka telah berdusta. Karena kelahiran dan kematian para Nabi tersebut sebelum turunnya Taurat dan Injil. Dengan demikian dapat diketahui bahwa apa yang mereka katakan itu adalah kebohongan atas nama Allah dan Rasul-Nya; dan bahwa mereka menyembunyikan kebenaran yang diturunkan kepada mereka. Tidak ada yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan kesaksian Allah yang secara pasti diketahuinya berasal dari Allah, seperti yang dilakukan oleh orang-orang ahli kitab. Allah tidak lalai terhadap perbuatan kalian, dan Dia akan membalas dengan balasan yang setimpal dengan perbuatan kalian.

﴿تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾

141. Itulah umat yang telah berlalu sebelum kalian. Mereka telah menemui (balasan) amal perbuatan yang telah mereka lakukan. Mereka akan mendapatkan balasan amal perbuatan mereka lakukan, dan kalian pun akan mendapatkan balasan amal perbuatan kalian. Kalian tidak akan ditanya tentang amalan mereka, dan mereka pun tidak akan ditanya tentang amalan kalian. Maka tidak ada seorangpun yang akan dihukum karena dosa orang lain, dan dia tidak akan mendapat manfaat apapun dari apa yang dilakukan orang lain. Setiap orang akan mendapatkan balasan atas apa yang diperbuatnya.

﴿۞ سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴾

142.
Orang-orang bodoh dan lemah akal dari kalangan Yahudi, orang-orang munafik yang seperti mereka bertanya, “Apa yang membuat orang-orang Islam berpaling dari kiblat Baitul Maqdis yang menjadi kiblat mereka sebelumnya?” Katakanlah -wahai Nabi- untuk menjawab pertanyaan mereka, “Allah lah satu-satunya pemilik kerajaan timur, barat dan arah mata angin lainnya. Dia berhak menghadapkan siapa saja di antara hamba-hamba-Nya ke arah tertentu yang dihendaki-Nya. Dan Dia lah yang menunjukkan hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki ke jalan lurus, yang tidak bengkok dan tidak menyimpang.”

﴿وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ﴾

143.
Sebagaimana Kami telah memberi kalian kiblat yang Kami ridai untuk kalian, Kami pun telah menjadikan kalian sebagai umat terbaik, adil dan moderat di antara umat-umat lainnya, baik dalam hal akidah, ibadah maupun muamalah, supaya kalian kelak pada hari kiamat menjadi saksi bagi para utusan Allah bahwa mereka telah menyampaikan apa yang Allah perintahkan kepada mereka untuk disampaikan kepada umat mereka. Dan juga supaya Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjadi saksi atas kalian bahwa dia telah menyampaikan kepada kalian apa yang harus dia sampaikan. Dan tidaklah Kami menjadikan pengalihan kiblatmu yang pertama (Baitul Maqdis) itu kecuali supaya Kami mengetahui secara nyata balasan apa yang akan diterima oleh orang yang mau menerima ketentuan Allah secara sukarela dan tunduk kepada-Nya, kemudian mengikuti Rasulullah. Dan juga supaya Kami mengetahui siapa yang murtad dari agamanya dan mengikuti hawa nafsunya, sehingga tidak mau tunduk kepada ketentuan Allah.
Peristiwa pengalihan dari kiblat yang pertama ini terasa sangat berat kecuali bagi orang-orang yang mendapat bimbingan dari Allah untuk beriman kepada-Nya dan percaya bahwa apapun yang ditetapkan Allah bagi hamba-hamba-Nya pasti didasari oleh hikmah-hikmah tertentu yang sangat bijaksana. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian kepada-Nya, termasuk salat yang kalian lakukan sebelum pengalihan kiblat. Sesungguhnya Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyayang, Dia tidak akan memberatkan mereka dan tidak akan menyia-nyiakan pahala amal perbuatan mereka.

﴿قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ﴾

144. Sungguh Kami telah melihat gerak-gerik wajah dan pandanganmu -wahai Nabi- ke arah langit untuk menunggu turunnya wahyu tentang pengalihan arah kiblat yang engkau inginkan. Maka Kami benar-benar menghadapkanmu ke arah kiblat yang engkau ridai dan sukai, yaitu Baitullah (Ka'bah), sebagai pengganti Baitul Maqdis yang sekarang. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Baitullah yang ada di Makkah al-Mukarramah. Dan di manapun kalian -wahai orang-orang mukmin- berada, hadapkanlah wajah kalian ke arahnya ketika menunaikan salat.
Sesungguhnya orang-orang yang telah diberikan kitab suci, baik Yahudi maupun Nasrani benar-benar mengetahui bahwa pengalihan kiblat ini adalah kebenaran yang turun dari Rabb Yang Menciptakan mereka dan Mengatur urusan mereka, karena kebenaran itu telah tertulis di dalam kitab suci mereka. Dan Allah tidak lalai terhadap perbuatan orang-orang yang berpaling dari kebenaran. Sesungguhnya Allah mengetahuinya dan akan memberi mereka balasan yang setimpal.

﴿وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ ۚ وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ ۚ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ ۚ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ﴾

145.
Demi Allah, jika engkau -wahai Nabi- datang kepada orang-orang yang telah diberi kitab suci, baik orang-orang Yahudi maupun Nasrani dengan membawa setiap ayat dan bukti yang menunjukkan bahwa pengalihan kiblat itu adalah benar, niscaya mereka tidak akan mau menghadap ke arah kiblatmu, karena mereka memang menolak agama yang engkau bawa dan enggan mengikuti kebenaran. Dan engkau tidak akan menghadap ke arah kiblat mereka setelah Allah memalingkanmu dari kiblat itu. Sebagian dari mereka pun tidak akan menghadap ke arah kiblat sebagian yang lain, karena masing-masing dari mereka mengkafirkan golongan yang lain.
Dan jika engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang itu -dalam urusan kiblat dan ketentuan-ketentuan hukum lainnya setelah engkau mendapatkan ilmu yang benar dan tidak ada keraguan terhadapnya- sesungguhnya ketika itu engkau benar-benar termasuk orang-orang yang zalim karena telah meninggalkan petunjuk dan mengikuti hawa nafsu. Kata-kata ini ditujukan kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk menunjukkan betapa buruknya tindakan mengikuti orang-orang tersebut. Jika tidak, maka Allah telah memelihara Nabi-Nya dari tindakan tersebut. Maka ini adalah peringatan bagi umatnya setelah kepergiannya.

﴿الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾

146.
Para ulama Yahudi dan Nasrani yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengetahui masalah pemindahan arah kiblat yang merupakan salah satu tanda kenabian Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menurut mereka, sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri, sehingga bisa membedakan mereka dengan anak-anak yang lain. Namun demikian ada sekelompok orang dari mereka menyembunyikan kebenaran yang dibawa Nabi karena rasa iri yang ada di dalam diri mereka. Mereka melakukan hal itu padahal mereka tahu bahwa itu adalah kebenaran.

﴿الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ﴾

147. Inilah kebenaran yang datang dari Tuhanmu. Maka jangan sekali-kali engkau -wahai Rasul- termasuk orang-orang yang meragukan kebenarannya.

﴿وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾

148. Setiap umat mempunyai arah tertentu yang mereka jadikan sebagai kiblat, baik sifatnya kongkrit maupun abstrak. Salah satunya ialah perselisihan mereka tentang arah kiblat dan apa yang Allah syariatkan untuk mereka. Jadi, tidak ada masalah bila arah kiblat mereka bermacam-macam, jika hal itu berdasarkan perintah dan ketentuan Allah. Maka berlomba-lombalah kamu -wahai orang-orang beriman- untuk melakukan kebajikan yang diperintahkan kepadamu. Dan kelak pada hari kiamat Allah akan mengumpulkan kalian dari manapun kalian berasal untuk memberimu balasan yang setimpal dengan amal perbuatanmu. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Maka tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi-Nya untuk mengumpulkanmu dan memberikan balasan kepadamu.

﴿وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۖ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ﴾

149. Dari manapun dan di manapun engkau -wahai Nabi - dan para pengikutmu, jika engkau hendak menunaikan salat maka menghadaplah ke arah Masjidil Haram, karena itu adalah kebenaran yang diwahyukan kepadamu dari Rabbmu. Allah tidak lalai terhadap apa yang kamu perbuat. Dia senantiasa melihat perbuatanmu dan akan memberimu balasan yang setimpal.

﴿وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ﴾

150. Dari manapun engkau -wahai Nabi- jika engkau hendak menunaikan salat maka menghadaplah ke arah Masjidil Haram.
Dan di manapun kalian -wahai orang-orang mukmin- hadapkanlah wajah kalian ke arah Masjidil Haram jika hendak menunaikan salat, agar manusia tidak mempunyai alasan untuk membantah kalian, kecuali orang-orang yang zalim, karena mereka akan tetap menolak ajakan kalian dengan dalil-dalil yang sangat lemah. Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada Rabbmu saja, yaitu dengan cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena Allah telah menetapkan keharusan menghadap Ka'bah (ketika salat) untuk menyempurnakan nikmat-Nya kepada kalian dengan membuat kalian berbeda dari umat-umat lainnya. Dan juga untuk menunjukkan kalian kepada kiblat yang paling mulia bagi manusia.

﴿كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ﴾

151. Kami juga memberikan nikmat yang lain kepada kalian. Kami mengirimkan kepada kalian seorang Rasul dari bangsa kalian sendiri yang bertugas membacakan ayat-ayat Kami dan menyucikan kalian melalui keutamaan-keutamaan dan kebajikan yang dia perintahkan dan memperingatkan kehinaan-kehinaan dan kemungkaran yang dia larang untuk kalian. Dia juga mengajarkan Al-Qur`ān dan Sunnah kepada kalian, dan mengajarkan apa yang belum kalian ketahui terkait urusan-urusan agama dan dunia kalian.

﴿فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ﴾

152. Ingatlah Aku dengan hati dan anggota badan kalian, maka Aku akan mengingat kalian dengan memuji dan menjaga kalian. Karena setiap perbuatan akan berbalas perbuatan serupa. Syukurilah nikmat-nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian. Jangan kufur kepada-Ku dengan mengingkari nikmat-nikmat-Ku dan menggunakannya untuk hal-hal yang diharamkan bagi kalian.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ﴾

153. Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan kesabaran dan salat untuk melakukan ketaatan kepada-Ku dan tunduk pada perintah-Ku. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dia senantiasa membimbing dan menolong mereka.

﴿وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ﴾

154. Janganlah kamu -wahai orang-orang mukmin- mengatakan bahwa orang-orang yang gugur di medan jihad fi sabilillah itu mati seperti yang lain. Mereka itu hidup di sisi Rabb mereka, tetapi kamu tidak mengetahui kehidupan mereka, karena kehidupan mereka itu adalah kehidupan istimewa yang tidak ada cara lain untuk mengetahuinya kecuali melalui wahyu dari Allah -Ta'ālā-.

﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ﴾

155. Sungguh Kami benar-benar akan menguji kalian dengan aneka musibah.
Yakni dengan sedikit rasa takut kepada musuh, rasa lapar karena kekurangan makanan, kekurangan harta benda karena hilang atau sulit mendapatkannya, berkurangnya jiwa akibat bencana yang menelan korban jiwa atau gugur di medan jihad fi sabilillah, dan berkurangnya buah-buahan yang tumbuh di muka bumi. Dan berikanlah -wahai Nabi- kabar gembira kepada orang-orang yang sabar menghadapi musibah tersebut, bahwa mereka akan mendapatkan sesuatu yang menyenangkan hati mereka di dunia dan di akhirat.

﴿الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ﴾

156. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa salah satu musibah dari musibah-musibah tersebut mereka berkata dengan nada rida dan pasrah, “Sesungguhnya kami adalah milik Allah yang dapat memperlakukan kami menurut kehendak-Nya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepadanya kelak pada hari kiamat. Dia lah yang telah menciptakan kami dan menganugerahkan beragam nikmat kepada kami. Dia lah tempat kami kembali dan ujung dari urusan kami.”

﴿أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ﴾

157. Orang-orang yang memiliki sifat semacam itu akan disanjung oleh Allah di hadapan sekumpulan Malaikat yang paling tinggi dan mendapatkan rahmat dari-Nya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ke jalan yang benar.

﴿۞ إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ﴾

158. Sesungguhnya dua bukit yang dikenal dengan nama Safa dan Marwah di dekat Ka'bah itu termasuk tanda-tanda syariat Islam yang nyata. Maka barangsiapa yang pergi ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji atau umrah tidak ada dosa baginya untuk melaksanakan sai di antara kedua bukit tersebut. Pernyataan “tidak ada dosa” di sini dimaksudkan untuk menenteramkan hati sebagian orang Islam yang segan melaksanakan sai di sana karena menganggap itu adalah bagian dari ritual jahiliah. Allah menjelaskan bahwa sai di antara Safa dan Marwah adalah bagian dari manasik haji. Barangsiapa melaksanakan ibadah-ibadah sunah secara sukarela dan ikhlas karena Allah, maka Allah akan berterima kasih kepadanya. Dia akan menerima ibadahnya dan akan memberinya balasan yang setimpal. Dan Dia Maha Mengetahui siapa yang berbuat baik dan berhak mendapatkan pahala.

﴿إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ﴾

159.
Sesungguhnya orang-orang Yahudi, Nasrani dan lainnya yang menyembunyikan keterangan (wahyu) yang Kami turunkan, yang menunjukkan kebenaran Nabi dan agama yang dibawanya, setelah Kami tunjukkan dengan jelas kepada manusia di dalam kitab-kitab suci mereka, mereka itu akan diusir oleh Allah dari rahmat-Nya. Mereka juga akan dikutuk oleh para Malaikat, para Nabi dan seluruh umat manusia agar mereka diusir dari rahmat Allah.

﴿إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَٰئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ﴾

160. Kecuali orang-orang yang bertaubat dari tindakan menyembunyikan ayat-ayat yang jelas tersebut dan memperbaiki amal perbuatan mereka, baik lahir maupun batin, serta memberikan keterangan yang jelas perihal kebenaran dan petunjuk yang telah mereka sembunyikan tersebut. Mereka itu akan Ku terima taubatnya. Dan Aku adalah Tuhan Yang Maha Menerima taubat para hamba yang mau bertaubat lagi Maha Penyayang kepada mereka.

﴿إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ﴾

161. Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati dalam kekafiran sebelum bertaubat, mereka itu akan dilaknat oleh Allah dengan mengusir mereka dari rahmat-Nya. Dan mereka juga akan didoakan oleh para Malaikat dan seluruh umat manusia agar diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah.

﴿خَالِدِينَ فِيهَا ۖ لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ﴾

162. Kutukan itu akan terus melekat pada diri mereka. Siksa mereka tidak akan diringankan walaupun satu hari saja. Dan mereka tidak akan diberi tenggang waktu di hari kiamat.

﴿وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ﴾

163. Rabb yang berhak kamu sembah -wahai manusia- ialah Rabb Yang Maha Esa, yang Esa dalam Żat dan sifat-sifat-Nya. Tidak ada Rabb lain yang berhak disembah selain Dia. Dia adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dengan seluas-luasnya dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Karena Dia telah memberikan nikmat tak terhingga kepada mereka.

﴿إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ﴾

164.
Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi beserta makhluk-makhluk yang menakjubkan di dalamnya, pada pergantian malam dan siang, pada bahtera yang berlayar di laut sambil membawa barang-barang yang berguna bagi manusia, seperti makanan, pakaian, dagangan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya, pada air hujan yang Allah turunkan dari langit kemudian Dia gunakan untuk menghidupkan bumi dengan cara menumbuhkan tanaman dan rumput di atasnya, pada makhluk-makhluk hidup yang Allah tebarkan di muka bumi, pada pengalihan angin dari satu arah ke arah yang lain, dan pada awan yang digantung di antara langit dan bumi, sesungguhnya pada semua fenomena itu terdapat tanda-tanda yang jelas menunjukkan keesaan Allah -Subḥānahu- bagi orang-orang yang bisa memikirkan bukti-bukti dan memahami dalil-dalil dan tanda-tanda.

﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ﴾

165. Meskipun ada tanda-tanda yang sangat jelas itu ternyata masih ada sebagian orang yang mencari tuhan-tuhan selain Allah untuk dijadikan sebagai tandingan Allah. Mereka mencintai tuhan-tuhan itu sebagaimana mereka mencintai Allah. Tetapi cinta orang-orang mukmin kepada Allah lebih besar daripada cinta orang-orang tersebut kepada tuhan-tuhan sesembahan mereka. Karena orang-orang mukmin itu tidak menyekutukan Allah dengan siapapun, dan mereka mencintai Allah di kala senang maupun susah. Sedangkan orang-orang (musyrik) itu hanya mencintai tuhan-tuhan mereka di kala senang saja. Namun di kala susah mereka hanya memohon kepada Allah.
Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim dengan cara menyekutukan Allah dan melakukan keburukan itu melihat kondisi mereka di akhirat, yaitu ketika mereka menyaksikan azab, niscaya mereka akan tahu bahwa satu-satunya pemilik semua kekuatan adalah Allah, dan Dia Mahakeras azab-Nya bagi orang-orang yang durhaka kepada-Nya. Sekiranya mereka melihat hal itu, niscaya mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan siapapun.

﴿إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ﴾

166.
Hal itu terjadi ketika para pemimpin yang menjadi panutan berlepas tangan dari orang-orang lemah yang menjadi pengikut mereka, karena para pemimpin itu menyaksikan betapa dahsyatnya peristiwa-peristiwa yang terjadi di hari kiamat, dan mereka merasa tidak berdaya untuk menyelamatkan diri mereka.

﴿وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ﴾

167. Orang-orang lemah dan para pengikut itupun berkata, “Seandainya kami bisa kembali lagi ke dunia, lalu kami berlepas tangan dari para pemimpin kami, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami. Sebagaimana Allah memperlihatkan kepada mereka azab yang berat di akhirat, Allah juga akan memperlihatkan akibat dari tindakan mereka mengikuti para pemimpin dalam kebatilan. Mereka akan merasakan penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Dan mereka tidak akan keluar dari neraka untuk selama-lamanya.

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ﴾

168. Wahai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi, baik dari hewan, tumbuh-tumbuhan maupun pohon-pohonan yang diperoleh dengan cara yang halal dan memiliki kandungan yang baik, tidak jorok. Dan janganlah kalian mengikuti jalan setan yang menggoda kalian secara bertahap. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. Dan orang yang berakal sehat tidak boleh mengikuti musuhnya yang selalu berusaha keras untuk mencelakakan dan menyesatkannya.

﴿إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ﴾

169. Karena sesungguhnya setan itu senantiasa menyuruh kalian melakukan perbuatan buruk, dosa besar dan mendorong kalian untuk berbicara tentang masalah akidah dan syariah tanpa ilmu yang bersumber dari Allah atau dari para Rasul-Nya.

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ﴾

170. Apabila dikatakan kepada orang-orang kafir itu, “Ikutilah petunjuk dan cahaya yang Allah turunkan,” mereka menjawab dengan disertai penentangan, “Kami akan mengikuti keyakinan dan tradisi yang dianut oleh leluhur kami.” Apakah mereka akan tetap mengikuti leluhur mereka sekalipun para leluhur mereka itu tidak mengerti sedikitpun tentang petunjuk dan cahaya dari Allah, dan tidak mengikuti jalan kebenaran yang direstui oleh Allah?!

﴿وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً ۚ صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ﴾

171. Perumpamaan orang-orang kafir yang mengikuti leluhur mereka itu adalah seperti penggembala yang berteriak kepada binatang gembalaannya, maka binatang itu mendengar suaranya tetapi tidak memahami ucapannya. Jadi, telinga mereka tidak bisa mendengar suara kebenaran dan tidak mendapatkan manfaat apapun darinya. Mulut mereka pun bisu, tidak dapat mengucapkan ucapan yang benar. Dan mata mereka buta, tidak dapat melihat kebenaran. Oleh karena itulah mereka tidak bisa memahami petunjuk yang engkau serukan kepada mereka.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ﴾

172. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, makanlah dari rezeki yang Allah berikan kepada kalian dan Dia perbolehkan untuk kalian. Dan bersyukurlah kepada Allah secara lahir dan batin atas semua karunia yang Dia berikan kepada kalian. Salah satu bentuk syukur kepada-Nya ialah melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi maksiat terhadap-Nya. Ini jika kalian benar-benar mengabdi kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu.

﴿إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾

173. Sesungguhnya makanan yang Allah haramkan bagi kalian hanyalah binatang yang mati tanpa disembelih sesuai syarak, darah yang mengucur dan mengalir, daging babi dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain nama Allah. Apabila seseorang terpaksa harus memakan sesuatu (dari yang diharamkan itu) tanpa kezaliman (seperti memakannya tanpa ada kebutuhan untuk memakannya), dan tidak melampaui batasan darurat, maka tidak ada dosa dan hukuman baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat. Salah satu wujud kasih sayang-Nya ialah Dia memperbolehkan mereka memakan makanan yang diharamkan tersebut ketika dalam keadaan darurat.

﴿إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۙ أُولَٰئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾

174.
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan kitab-kitab suci yang Allah turunkan berikut isinya yang menunjukkan kebenaran dan kenabian Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, demi mendapatkan sedikit imbalan, seperti jabatan, kehormatan atau kekayaan, mereka itu sejatinya tidak memakan sesuatu ke dalam perut mereka kecuali yang menyebabkan mereka terkena azab di neraka. Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka tentang sesuatu yang menyenangkan mereka, tetapi tentang sesuatu yang buruk bagi mereka. Allah tidak akan mensucikan dan menyanjung mereka. Dan mereka akan mendapatkan azab yang menyakitkan.

﴿أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ﴾

175. Orang-orang yang menyembunyikan ilmu yang dibutuhkan manusia itu adalah orang-orang yang menukar petunjuk dengan kesesatan tatkala mereka menyembunyikan ilmu yang benar. Mereka juga menukar ampunan dengan siksa Allah. Alangkah sabarnya mereka melakukan sesuatu yang akan menyebabkan mereka masuk ke dalam neraka, seolah-olah mereka tidak peduli dengan siksaan yang ada di dalamnya akibat kesabaran mereka yang luar biasa.

﴿ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ نَزَّلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِي الْكِتَابِ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ﴾

176. Itulah balasan atas tindakan menyembunyikan ilmu dan petunjuk, karena Allah menurunkan kitab-kitab suci itu dengan kebenaran. Dan ini seharusnya diterangkan, dan bukan disembunyikan. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang kitab-kitab suci itu dengan mempercayai sebagian isinya dan menyembunyikan sebagian lainnya, mereka itu benar-benar berada dalam pertengkaran dan pertikaian yang jauh dari kebenaran.

﴿۞ لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ﴾

177. Kebaikan yang diridai Allah bukanlah sekedar menghadap ke arah timur atau barat dan bersengketa tentang hal itu.
Tetapi kebaikan yang sesungguhnya ialah mempercayai Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, mempercayai adanya hari kiamat, mempercayai seluruh Malaikat, mempercayai semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah, mempercayai semua Nabi tanpa membeda-bedakan antara mereka, memberikan harta -meskipun harta itu sangat disukai dan disayangi- kepada karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang asing yang kehabisan bekal di perjalanan yang jauh dari keluarga dan kampung halamannya, dan kepada orang yang sangat membutuhkan harta sehingga terpaksa harus meminta-minta kepada sesama manusia, menggunakan harta untuk memerdekakan budak atau membebaskan tawanan perang, mendirikan salat secara sempurna sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah , menunaikan zakat yang wajib, dan orang-orang yang menepati janjinya ketika berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam menghadapi kemiskinan, kesulitan hidup, menderita penyakit, dan menghadapi musuh di medan perang sehingga tidak melarikan diri, mereka yang memiliki ciri-ciri tersebut adalah orang-orang yang sungguh-sungguh di dalam keimanan dan amal perbuatan mereka. Mereka itulah orang-orang bertakwa yang melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَىٰ بِالْأُنْثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾

178. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, diwajibkan kepada kalian menghukum orang yang membunuh orang lain secara sengaja dan karena permusuhan dengan hukuman yang sama dengan kejahatan yang dilakukannya. Maka orang yang merdeka harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh orang yang merdeka. Seorang budak harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang budak. Seorang wanita harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang wanita.
Apabila si korban -sebelum menghembuskan nafas terakhirnya- atau keluarganya memaafkan si pelaku dengan imbalan diat (sejumlah harta yang dibayarkan oleh pembunuh sebagai kompensasi bagi pengampunan atas kejahatannya), maka pihak yang memaafkan harus memperlakukan si pembunuh dalam menuntut pembayaran diat itu secara wajar, bukan dengan menyebut-nyebut kebaikannya sendiri dan meyakiti hati si pelaku. Dan pihak pelaku pun harus membayar diat tersebut dengan cara yang baik, tanpa menunda-nunda. Pemberian maaf dan pembayaran diat itu adalah keringanan yang Allah berikan kepada kalian, dan merupakan rahmat yang Dia berikan kepada umat ini. Maka barangsiapa menyerang si pembunuh setelah ada pemberian maaf dan pembayaran diat itu, niscaya baginya azab yang menyakitkan dari Allah -Ta'ālā-.

﴿وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾

179. Di dalam syariat Allah tentang kisas itu terdapat kehidupan bagi kalian, karena dapat mencegah pertumpahan darah dan menghindarkan tindak kekerasan di antara kalian. Hikmah itu dapat ditangkap oleh orang-orang berakal sehat yang bertakwa kepada Allah dengan cara tunduk kepada hukum Allah dan menjalankan perintah-Nya.

﴿كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ﴾

180.
Apabila tanda-tanda dan sebab-sebab kematian datang kepada salah seorang di antara kalian, manakala ia mempunyai banyak harta, ia harus membuat wasiat untuk kedua orang tuanya dan karib kerabatnya menurut batasan yang telah ditetapkan oleh Allah, yaitu tidak lebih dari sepertiga harta. Hal itu merupakan kewajiban yang ditekankan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Hukum ini berlaku sebelum ayat-ayat tentang pembagian harta warisan diturunkan. Setelah ayat-ayat tentang pembagian harta warisan turun, ada penjelasan lengkap tentang siapa yang berhak mendapatkan hak waris dari si mayit dan berapa kadarnya.

﴿فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾

181. Barangsiapa yang merubah wasiat dengan cara menambah, mengurangi atau menghalangi seseorang dari haknya setelah ia mengetahui isi wasiat tersebut, sesungguhnya dosa perubahan itu menjadi tanggung jawab orang yang merubahnya, bukan tanggung jawab orang yang membuat wasiat. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar ucapan hamba-hamba-Nya lagi Maha Mengetahui perbuatan mereka. Tidak ada sesuatupun hal-ihwal mereka yang luput dari pengetahuan Allah.

﴿فَمَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾

182.
Siapa melihat adanya penyimpangan dari kebenaran dan ketidak adilan dalam membuat wasiat oleh si pembuat wasiat, lalu dia memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh si pembuat wasiat melalui nasihatnya, dan mendamaikan orang-orang yang bersengketa atas wasiat tersebut, maka tidak ada dosa baginya, bahkan dia mendapatkan pahala atas usahanya tersebut. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾

183.
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum kalian, agar kalian bertakwa kepada Allah, yaitu dengan cara membuat tabir penghalang antara diri kalian dan azab Allah melalui amal saleh. Salah satu amal saleh yang paling utama ialah puasa.

﴿أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

184. Puasa yang diwajibkan kepada kalian itu ialah berpuasa pada beberapa hari saja dalam setahun. Siapa di antara kalian menderita sakit yang berat untuk berpuasa, atau sedang bepergian jauh, maka dia boleh berbuka. Kemudian dia harus mengganti sebanyak hari-hari yang dia berbuka. Bagi orang-orang yang mampu berpuasa tetapi memilih berbuka, mereka harus membayar fidyah, yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari dia berbuka. Akan tetapi berpuasa lebih baik bagimu daripada berbuka dan membayar fidyah, jika kalian mengetahui keutamaan yang terkandung di dalam puasa. Ketentuan hukum ini berlaku pada awal penetapan syariat puasa. Maka siapa yang ingin berpuasa boleh berpuasa, dan siapa yang ingin berbuka boleh berbuka dan membayar fidyah. Setelah itu Allah mewajibkan puasa kepada semua orang (Islam) yang sudah balig dan mampu berpuasa.

﴿شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ﴾

185. Bulan Ramadan adalah bulan dimulai proses turunnya Al-Qur`ān kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada malam Qadar. Allah menurunkan Al-Qur`ān sebagai petunjuk bagi manusia. Al-Qur`ān itu berisi pentuk yang jelasa dan pemisah yang membedakan antara perkara yang hak dan yang batil. Siapa saja yang menemui bulan Ramadan dalam keadaan mukim dan sehat, hendaklah dia menjalankan puasa secara wajib. Siapa yang sakit sehingga tidak mampu berpuasa atau bepergian jauh, dia boleh berbuka. Dan jika dia berbuka, dia wajib mengganti puasa sebanyak hari-hari dia berbuka. Dengan syariat yang ditetapkan itu, Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan. Juga supaya kalian menyempurnakan bilangan puasa selama sebulan penuh. Dan supaya kalian mengagungkan nama Allah di penutup bulan Ramadan dan hari raya (Idul Fitri) karena Dia telah membimbing kalian untuk menjalankan ibadah puasa dan membantu kalian menyempurnakannya hingga sebulan penuh. Serta supaya kalian bersyukur kepada Allah atas petunjuk-Nya untuk memeluk agama yang Dia ridai untuk kalian ini.

﴿وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ﴾

186. Apabila engkau -wahai Nabi- ditanya oleh hamba-hamba-Ku tentang kedekatan-Ku dan kesediaan-Ku mengabulkan doa mereka, maka sesungguhnya Aku ini dekat dengan mereka, mengetahui keadaan mereka, dan mendengar doa mereka. Jadi, mereka tidak membutuhkan perantara dan tidak perlu bersuara keras. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku dengan tulus ikhlas di dalam doanya. Maka hendaklah mereka tunduk dan patuh kepada perintah-perintah-Ku serta mempertahankan iman mereka. Karena hal itu merupakan sarana yang paling ampuh bagi terkabulnya doa mereka. Mudah-mudahan dengan begitu mereka mau mengikuti jalan yang benar dalam semua urusan mereka, baik urusan agama maupun dunia.

﴿أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ﴾

187. Pada awalnya, orang yang tidur pada malam puasa (Ramadan) kemudian bangun sebelum fajar, dia dilarang makan atau mendekati istrinya. Kemudian larangan ini dihapus, dan Allah memperbolehkan bagi kalian -wahai orang-orang mukmin- menggauli istri-istri kalian pada malam-malam hari puasa (Ramadan). Istri-istri kalian adalah tabir dan penjaga kehormatan kalian, dan kalian adalah tabir dan penjaga kehormatan istri-istri kalian. Kalian saling membutuhkan. Allah mengetahui bahwa tadinya kalian sempat mengkhianati diri kalian sendiri dengan melakukan sesuatu yang dilarang, maka Allah menunjukkan belas-kasih-Nya kepada kalian, menerima taubat kalian dan meringankan beban kalian. Sekarang ini, gaulilah mereka dan mintalah keturunan yang telah Allah tetapkan bagi kalian, serta makan dan minumlah di sepanjang malam itu sampai kalian melihat terbitnya fajar sadik, yaitu dengan adanya warna putih fajar yang terpisah dari kegelapan malam. Kemudian sempurnakanlah puasa kalian dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Dan janganlah kalian menggauli istri-istri kalian ketika kalian sedang iktikaf di dalam masjid, karena itu akan membatalkan iktikaf kalian.
Ketentuan-ketentuan hukum tersebut adalah batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah antara yang halal dan yang haram, maka jangan sekali-kali kalian mendekatinya, karena orang yang mendekati batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah sangat rentan jatuh ke dalam area yang haram. Dengan penjelasan yang jelas dan nyata seperti inilah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa kepada-Nya dengan cara menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

﴿وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

188. Dan janganlah sebagian dari kalian mengambil harta sebagian yang lain secara batil, seperti mencuri, merampas dan menipu. Juga janganlah kalian mengajukan gugatan ke penguasa (pengadilan) untuk mengambil sebagian harta orang lain secara tidak benar, padahal kalian tahu bahwa Allah mengharamkan hal itu. Jadi melakukan perbuatan dosa disertai kesadaran bahwa perbuatan itu diharamkan akan lebih buruk nilainya dan lebih besar hukumannya.

﴿۞ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾

189. Mereka bertanya kepadamu -wahai Rasul- tentang penciptaan bulan sabit dan perubahan keadaannya.
Katakanlah untuk menjawab pertanyaan mereka tentang hikmah di balik penciptaan dan perubahan keadaan hilal, “Sesungguhnya hilal itu adalah penunjuk waktu bagi manusia untuk mengetahui waktu-waktu ibadah mereka, seperti bulan-bulan haji, bulan puasa dan sempurnanya masa setahun dalam masalah zakat. Mereka juga bisa mengetahui waktu-waktu kegiatan muamalat, seperti penetapan waktu jatuh tempo pembayaran diat dan utang.
Kebajikan dan kebaikan itu bukanlah dengan mendatangi rumah dari belakang ketika kalian sedang berihram haji atau umrah, seperti yang kalian yakini di masa jahiliyah, akan tetapi kebajikan yang sejati ialah kebajikan yang dilakukan oleh orang yang bertakwa kepada Allah secara lahir dan batin. Memasuki rumah melalui pintu-pintunya lebih mudah bagi kalian dan lebih jauh dari kesulitan. Sebab, Allah tidak pernah membebani kalian dengan sesuatu yang sulit dan berat. Dan buatlah tabir penghalang antara diri kalian dan neraka dengan cara melakukan amal saleh, agar kalian berhasil mendapatkan apa yang kalian inginkan dan selamat dari apa yang kalian takutkan.

﴿وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾

190. Berperanglah kalian untuk meninggikan kalimat Allah melawan orang-orang kafir yang hendak memalingkan kalian dari agama Allah. Dan janganlah kalian melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah dengan membunuh anak-anak, kaum wanita dan orang-orang lanjut usia, atau memutilasi tubuh korban dan sebagainya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas-batas yang ditetapkan-Nya melalui syariat dan hukum-Nya.

﴿وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ﴾

191. Dan bunuhlah mereka di mana pun kalian menemukan mereka, dan usirlah mereka dari tempat di mana mereka mengusir kalian, yaitu kota Makkah. Bencana (fitnah) yang timbul akibat melarang orang mukmin melaksanakan agamanya dan kembali kepada kekufuran itu lebih besar daripada pembunuhan. Janganlah kalian memulai perang dengan mereka di Masjidil Haram untuk menghormati tempat suci itu, sampai mereka sendiri yang memulai perang di tempat itu. Jika mereka memulai perang di Masjidil Haram, maka bunuhlah mereka. Balasan seperti ini -yaitu membunuh orang yang melakukan penyerangan di Masjidil Haram- akan menjadi balasan bagi orang-orang kafir.

﴿فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾

192. Apabila mereka berhenti memerangi kalian dan berhenti dari kekafiran, maka berhentilah memusuhi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat. Maka Allah tidak akan menghukum mereka karena dosa-dosa yang sudah berlalu. Dan Allah juga Maha Penyayang kepada mereka. Maka Allah tidak terburu-buru menghukum mereka (di dunia).

﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ﴾

193. Dan perangilah orang-orang kafir itu sampai mereka tidak melakukan kemusyrikan, tidak menghalang-halangi manusia dari jalan Allah, tidak ada lagi kekafiran, dan agama yang menang adalah agama Allah .
Apabila mereka berhenti dari kekafiran dan dari sikap menghalang-halangi manusia dari jalan Allah, maka berhentilah memerangi mereka, karena sesungguhnya tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang zalim, baik dengan menunjukkan kekafiran maupun menghalang-halangi manusia dari jalan Allah.

﴿الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ ۚ فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ﴾

194. Bulan haram di saat Allah memberi kalian kesempatan untuk masuk ke tanah suci (Makkah) dan menunaikan ibadah umrah pada tahun ke-7 (Hijriyah) adalah pengganti dari bulan haram ketika orang-orang musyrik menghalang-halangi kalian dari tanah suci pada tahun ke-6 (Hijriyah). Hal-hal yang dihormati, seperti kehormatan tanah suci, bulan suci, dan ihram di dalamnya, berlaku hukum kisas terhadap orang-orang yang melakukan penyerangan di dalamnya. Siapa melakukan penyerangan pada waktu itu, maka balaslah ia dengan balasan yang setara dengan perbuatannya, tetapi jangan melampaui batas kesetaraan. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas-batas-Nya. Takutlah kalian kepada Allah dalam melampaui batas yang diizinkan-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah senantiasa memberikan bimbingan dan dukungan kepada orang-orang yang takut kepada-Nya.

﴿وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ﴾

195. Belanjakanlah harta kalian dalam ketaatan kepada Allah, seperti jihad dan lain-lain. Dan janganlah kalian menjerumuskan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan karena meninggalkan jihad dan enggan mengeluarkan dana untuk kepentingan jihad; atau dengan cara menjerumuskan diri sendiri ke dalam tindakan yang dapat mencelakakan kalian. Berbuat baiklah kalian dalam masalah ibadah, muamalah dan akhlak. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik dalam semua urusannya. Maka Allah memberikan pahala yang besar kepada mereka dan membimbing mereka ke jalan yang benar.

﴿وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾

196. Laksanakanlah haji dan umrah secara sempurna seraya memohon wajah Allah. Apabila kalian tidak kuasa menyempurnakannya karena sakit atau dicegah musuh, maka kalian harus menyembelih binatang hadyu yang bisa kalian dapatkan, baik berupa unta, sapi maupun kambing, agar kalian bisa bertahallul (melepaskan diri) dari ihram. Dan janganlah kalian mencukur atau memendekkan rambut sebelum binatang hadyu itu sampai ke tempat yang dihalalkan untuk menyembelihnya. Apabila seseorang dicegah masuk ke tanah haram, maka dia dapat menyembelihnya di tempat dia dicegah. Dan apabila dia dapat masuk ke tanah haram, dia harus menyembelihnya di tanah haram pada hari nahr (Idul Adha) dan hari-hari tasyrik.
Siapa di antara kalian sakit atau terdapat gangguan di rambut kepalanya, seperti kutu rambut dan sejenisnya, lalu dia terpaksa mencukur rambutnya, maka tidak ada dosa baginya, tetapi dia wajib membayar fidyah karena tindakan itu, yaitu berupa puasa tiga hari, atau memberi makan enam orang miskin di tanah haram, atau menyembelih seekor kambing dan dibagikan kepada orang-orang miskin yang ada di tanah haram.
Apabila kalian tidak dalam kondisi takut, maka siapa yang mengerjakan haji tamatuk, yaitu melaksanakan ibadah umrah di bulan-bulan haji dan menikmati hal-hal yang sebelumnya diharamkan waktu berihram sampai dia memakai ihram kembali untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun itu juga, maka hendaklah dia menyembelih binatang hadyu yang bisa dia dapatkan, baik berupa seekor kambing, sepertujuh ekor unta atau sapi. Jika tidak mampu menyembelih binatang hadyu, maka sebagai gantinya dia harus berpuasa selama tiga hari di hari-hari haji, dan tujuh hari setelah pulang ke rumahnya, sehingga jumlahnya genap sepuluh hari. Melaksanakan haji tamatuk dengan kewajiban menyembelih hadyu atau puasa bagi yang tidak mampu hanya berlaku bagi selain penduduk tanah haram dan orang-orang yang tinggal di dekat tanah haram; karena mereka tidak memerlukan tamattuk. Keberadaan mereka di tanah haram membuat mereka cukup melaksanakan tawaf saja sebagai ganti melaksanakan tamatuk. Takutlah kamu kepada Allah dengan cara mengikuti ketentuan syariat-Nya dan menghormati batas-batasnya. Dan ketahuilah bahwa Allah itu Mahakeras hukumannya bagi orang yang melanggar perintah-Nya.

﴿الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ﴾

197. Waktu pelaksanaan ibadah haji ialah bulan-bulan yang dimaklumi, mulai dengan bulan Syawal dan berakhir pada sepuluh hari (pertama) di bulan Zulhijah. Siapa yang mewajibkan dirinya melaksanakan ibadah haji pada bulan-bulan tersebut dan melaksanakan ihram haji, maka ia dilarang bersetubuh dan melakukan hal-hal yang merupakan pengantar bersetubuh. Dia juga dilarang keras keluar dari ketaatan kepada Allah dengan melakukan perbuatan maksiat, demi menghormati keagungan waktu dan tempat tersebut. Dan ia juga dilarang melakukan perdebatan yang menjurus kepada kemarahan dan perseteruan. Perbuatan baik apapun yang kalian lakukan pasti diketahui oleh Allah untuk dibalasnya. Laksanakanlah ibadah haji seraya melengkapi diri dengan bekal makanan dan minuman yang kalian butuhkan. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik bekal dan dapat memperlancar semua urusanmu ialah ketakwaan kepada Allah. Maka takutlah kalian kepada-Ku dengan cara menjalankan perintah-perintah-Ku dan menjauhi larangan-larangan-Ku, wahai orang-orang yang berakal sehat.

﴿لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ﴾

198. Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari rezeki yang halal melalui perdagangan dan lain-lain selama melaksanakan ibadah haji. Apabila kalian bertolak dari Arafah setelah melaksanakan wukuf di sana pada tanggal 9 (Zulhijah) menuju Muzdalifah pada malam tanggal 10 Zulhijah, maka berzikirlah kepada Allah dengan cara membaca tasbih, tahlil dan doa di Masy'aril Haram di Muzdalifah. Dan berzikirlah kepada Allah karena Dia telah menunjukkan kamu kepada syi'ar-syi'ar agama-Nya dan tata cara menunaikan ibadah haji di Baitullah, karena sebelum itu kalian termasuk orang-orang yang tidak mengetahui syariat-Nya.

﴿ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾

199. Kemudian bertolaklah kalian dari Arafah seperti yang dilakukan oleh Ibrahim -'alaihissalām-, bukan seperti yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliah yang tidak mau wukuf di Arafah. Dan mintalah ampunan dari Allah atas kecerobohan kalian dalam menunaikan syariat-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat.

﴿فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ﴾

200. Apabila kalian telah menyelesaikan rangkaian kegiatan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah dan perbanyaklah mengucapkan pujian kepada-Nya, sebagaimana kalian membanggakan dan memuji leluhur kalian, atau lebih dari itu. Karena setiap nikmat yang kalian rasakan itu sejatinya berasal dari Allah. Tetapi manusia berbeda-beda; ada orang yang kafir dan musyrik yang hanya percaya terhadap kehidupan dunia saja, sehingga dia tidak meminta dari tuhannya selain kenikmatan dan perhiasan dunia saja, seperti kesehatan, kekayaan dan keturunan. Dan orang semacam itu tidak akan mendapatkan kenikmatan yang Allah janjikan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin di akhirat kelak, karena orang kafir dan musyrik itu hanya menginginkan (kebahagiaan hidup di) dunia dan tidak menginginkan (kebahagiaan hidup di) akhirat.

﴿وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾

201. Dan ada golongan manusia yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Maka dia meminta kepada Rabbnya agar diberikan kenikmatan hidup dan beramal saleh selama di dunia. Dia juga meminta kepada-Nya agar diberikan kesempatan untuk meraih surga dan selamat dari azab neraka.

﴿أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ﴾

202. Orang-orang yang meminta kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat itu akan mendapatkan ganjaran yang besar sesuai dengan amal saleh yang telah mereka perbuat di dunia. Dan Allah Mahacepat dalam menghitung amal perbuatan manusia. Maka Dia berikan ganjaran bagi orang-orang yang berbuat baik, dan Dia berikan hukuman bagi orang-orang yang berbuat buruk.

﴿۞ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ﴾

203. Dan berzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang ditentukan, yaitu pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah. Siapa yang terburu-buru dan keluar dari Mina setelah melontar jumrah pada tanggal 12, dia boleh melakukannya dan tidak berdosa, karena Allah telah memberikan keringanan baginya. Dan barangsiapa menunda sampai tanggal 13 agar bisa melontar jumrah pada hari itu, dia pun boleh melakukannya dan tidak berdosa. Dan dia telah melakukan yang paling sempurna dan mengikuti amalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Semua itu bagi orang yang bertakwa kepada Allah di dalam hajinya, sehingga dia melaksanakannya sesuai dengan perintah Allah. Dan bertakwalah kalian kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan yakinlah bahwa hanya kepada-Nya lah kalian akan kembali. Lalu Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan kalian.

﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ﴾

204. Di antara manusia ada orang munafik yang ucapannya di dunia ini memikat hatimu -wahai Nabi-. Engkau melihat tutur katanya sangat bagus sehingga engkau menyangka bahwa ucapannya itu jujur dan tulus. Padahal sesungguhnya tujuan utamanya ialah menyelamatkan diri dan hartanya. Ia mempersaksikan kepada Allah keimanan dan kebaikan yang ada di dalam hatinya, padahal sejatinya ia berdusta. Dan ia sangat keras perseteruan dan permusuhannya kepada umat Islam.

﴿وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ﴾

205. Apabila ia (orang munafik) berpaling darimu dan berpisah denganmu, ia berusaha keras untuk membuat kerusakan di muka bumi dengan cara berbuat maksiat, merusak tanam-tanaman dan membunuh binatang ternak. Sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan di muka bumi dan tidak mencintai orang-orang yang suka membuat kerusakan.

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ ۚ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ ۚ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ﴾

206.
Apabila orang yang suka membuat kerusakan itu dinasihati, “Takutlah kamu kepada Allah dengan cara menghormati batas-batas yang telah ditetapkan-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya,” maka keangkuhan dan kesombongannya mencegahnya kembali ke jalan yang benar dan memaksanya mempertahankan dosanya. Maka balasan yang cukup baginya ialah masuk ke dalam neraka Jahanam. Dan sesungguhnya neraka Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat tinggal bagi para penghuninya.

﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ﴾

207. Di antara manusia ada orang mukmin yang menjual dirinya dan mengorbankannya untuk menjalankan ketaatan kepada Rabbnya, berjuang di jalan-Nya dan mencari rida-Nya. Dan Allah itu Mahaluas kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya dan Maha Penyayang kepada mereka.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ﴾

208. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, masuklah kalian ke dalam Islam seutuhnya. Jangan ada sesuatupun dari agama yang kalian tinggalkan, seperti yang dilakukan orang-orang ahli kitab yang mempercayai sebagian isi kitab suci mereka dan mengingkari sebagian isinya yang lain. Dan janganlah kalian mengikuti jalan yang ditempuh oleh setan, karena dia adalah musuh yang nyata bagi kalian.

﴿فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾

209.
Jika kalian melakukan kesalahan dan penyimpangan setelah datang kepada kalian dalil-dalil yang sangat jelas dan tidak ada kemuskilan sama sekali, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa di dalam kekuasaan dan kerajaan-Nya, lagi Maha Bijaksana di dalam pengaturan dan penetapan syariat agama-Nya. Maka takutlah kamu kepada-Nya dan taatilah Dia!

﴿هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِنَ الْغَمَامِ وَالْمَلَائِكَةُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ ۚ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ﴾

210.
Orang-orang yang mengikuti jejak setan yang menyimpang dari jalan kebenaran itu tidak menunggu apapun kecuali kedatangan Allah kepada mereka kelak pada hari kiamat dengan cara yang sesuai dengan keagungan-Nya, di bawah naungan awan, untuk memberikan keputusan hukum kepada mereka. Sementara para Malaikat datang dan mengelilingi mereka dari segala penjuru. Ketika itulah perintah Allah kepada mereka diputuskan dan diselesaikan. Dan hanya kepada Allah -Subḥānahu- lah seluruh urusan makhluk ini dikembalikan.

﴿سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ ۗ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾

211.
Bertanyalah -wahai Nabi- kepada Bani Israil dengan pertanyaan sebagai teguran kepada mereka, “Berapa banyak Allah telah menjelaskan kepada kalian melalui ayat yang jelas-jelas menunjukkan kebenaran para Rasul, kemudian kalian mendustakannya dan berpaling darinya?!” Siapa menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan pendustaan setelah nikmat itu diketahuinya dengan jelas, maka sesungguhnya Allah itu Mahaberat hukumannya bagi orang-orang yang kafir lagi mendustakan ayat-ayat-Nya.

﴿زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا ۘ وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ﴾

212. Kehidupan dunia, kesenangan semu serta kenikmatan sementara yang ada di dalamnya, semuanya dijadikan bagus dalam pandangan orang-orang yang ingkar kepada Allah. Dan mereka mengejek orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Padahal orang-orang yang bertakwa kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya kelak berada di atas orang-orang kafir itu di akhirat. karena Allah akan menempatkan orang-orang yang bertakwa itu di dalam surga Aden. Dan Allah memberi kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara makhluk-Nya dengan pemberian yang tidak terhitung dan tidak terhingga.

﴿كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴾

213. Dahulu kala manusia adalah satu umat yang bersepakat di atas jalan yang benar, yaitu agama bapak moyang mereka, Adam, sampai mereka disesatkan oleh setan. Maka mereka pun berbeda-beda; ada yang mukmin dan ada yang kafir.
Oleh sebab itulah Allah mengutus para Rasul untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan taat dengan adanya kasih sayang yang Allah janjikan untuk mereka, dan menyampaikan peringatan kepada orang-orang kafir dengan ancaman berupa siksaan yang pedih untuk mereka. Dan bersama para Rasul itu Allah menurunkan kitab-kitab suci yang berisi kebenaran yang tidak diragukan keotentikannya, supaya para Rasul itu memberikan keputusan hukum pada manusia terkait masalah yang mereka perselisihkan.
Dan tidak ada yang berselisih paham tentang Taurat itu kecuali orang-orang Yahudi yang diberi pengetahuan tentang isinya setelah datang kepada mereka hujjah-hujjah dari Allah bahwa kitab itu benar dari Allah yang tidak mungkin mereka perselisihkan, (namun mereka tetap berselisih) akibat kezaliman dari mereka. Maka Allah membimbing orang-orang mukmin untuk membedakan kebenaran dan kesesatan dengan izin dan kehendak-Nya. Dan Allah menunjukkan siapa saja yang Dia kehendaki ke jalan lurus yang tidak ada kebengkokan sedikitpun, yaitu jalan iman.

﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ﴾

214. Apakah kalian -wahai orang-orang mukmin- menyangka akan masuk surga sedangkan kalian belum menerima ujian seperti yang diterima oleh orang-orang sebelum kalian. Mereka dahulu ditimpa kemiskinan dan penyakit yang berat, serta diguncang oleh beragam ketakutan. Bahkan ujian yang mereka terima memaksa mereka untuk meminta segera diberikan pertolongan dari Allah. Sehingga Rasul dan orang-orang mukmin yang menyertainya berkata, “Kapan pertolongan Allah akan datang?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat dengan orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada-Nya.

﴿يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ﴾

215.
Sahabat-sahabatmu bertanya kepadamu -wahai Nabi- tentang harta apa yang harus mereka infakkan, dan di mana mereka harus menaruhnya? Katakanlah untuk menjawab pertanyaan mereka, “Harta -yang halal lagi baik- yang kalian infakkan hendaknya diberikan kepada kedua orang tua, karib kerabat terdekat kepada kalian sesuai kebutuhan, anak-anak yatim yang membutuhkan santunan, orang-orang miskin yang tidak punya harta, dan musafir yang jauh dari keluarga dan kampung halamannya.” Kebajikan yang kamu lakukan -wahai orang-orang mukmin- baik sedikit maupun banyak, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. Tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya. Dan Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan kalian.

﴿كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ﴾

216. Diwajibkan kepada kalian -wahai orang-orang mukmin- berperang di jalan Allah. Dan secara naluriyah kewajiban ini tidak menyenangkan bagi jiwa manusia, karena kewajiban ini menuntut pengorbanan harta dan jiwa. Boleh jadi kalian tidak menyukai sesuatu, padahal sejatinya itu baik dan bermanfaat bagi kalian, seperti berperang di jalan Allah. Di samping berpahala besar, berperang juga mendatangkan kemenangan atas musuh dan bisa meninggikan kalimat Allah. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal sejatinya itu buruk dan merugikan bagi kalian, seperti tidak berangkat ke medan jihad. Tindakan ini dapat mendatangkan kehinaan dan penjajahan oleh musuh. Dan Allah benar-benar mengetahui secara pasti mana perkara yang baik dan mana perkara yang buruk, sedangkan kalian tidak mengetahuinya. Maka sambutlah perintah-Nya, karena perintah-Nya itulah yang berisi kebaikan bagi kalian.

﴿يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾

217. Manusia bertanya kepadamu -wahai Nabi- tentang hukum berperang di bulan-bulan haram, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharram dan Rajab. Katakanlah untuk menjawab pertanyaan mereka itu, “Berperang di bulan-bulan haram adalah dosa besar dan kemungkaran di sisi Allah. Sebagaimana tindakan orang-orang musyrik yang menghalang-halangi manusia dari jalan Allah adalah perbuatan buruk juga. Tetapi melarang orang-orang mukmin memasuki Masjidil Haram dan mengusir para penghuni Masjidil Haram dari dalam masjid itu lebih besar dosanya di sisi Allah daripada berperang di bulan haram. Dan kemusyrikan yang mereka jalani itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan.” Dan orang-orang musyrik senantiasa berada dalam kezaliman mereka, mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu -wahai orang-orang mukmin- sampai mereka berhasil mengeluarkan kalian dari agama yang benar menuju agama mereka yang batil, sekiranya mereka bisa melakukannya. Barangsiapa di antara kalian yang meninggalkan agamanya (murtad) dan mati dalam kekafiran kepada Allah, maka amal salehnya menjadi sia-sia, dan kelak di akhirat mereka akan masuk ke dalam neraka dan menetap di sana untuk selama-lamanya.

﴿إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾

218.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, orang-orang yang meninggalkan kampung halaman mereka untuk berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah setinggi-tingginya, mereka itu sangat mengharapkan rahmat dan ampunan dari Allah. Dan Allah Maha Pengampun atas dosa hamba-hamba-Nya dan Maha Penyayang kepada mereka.

﴿۞ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ﴾

219. Sahabat-sahabatmu -wahai Nabi- bertanya kepadamu tentang khamar (yaitu segala sesuatu yang bisa menutupi dan menghilangkan akal sehat). Mereka bertanya kepadamu tentang hukum meminum, menjual dan membelinya. Mereka juga bertanya kepadamu tentang hukum berjudi (yaitu harta yang didapatkan melalui persaingan di mana kedua pihak yang bersaing sama-sama mengeluarkan dana). Katakanlah untuk menjawab pertanyaan mereka, “Keduanya (khamar dan judi) mengandung banyak sekali mudarat dan mafsadahnya, baik dalam lingkup agama maupun dunia, seperti hilangnya akal (kesadaran) dan harta benda, terjerumus ke dalam permusuhan dan kebencian. Namun keduanya juga memiliki sedikit manfaat, seperti keuntungan materi. Akan tetapi dampak buruk dan dosa yang ditimbulkan keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan sesuatu yang bahayanya lebih besar daripada manfaatnya akan dijauhi oleh orang yang berakal sehat.” Penjelasan dari Allah ini merupakan persiapan bagi pengharaman khamar. Dan sahabat-sahabatmu juga bertanya kepadamu -wahai Nabi- tentang jumlah harta yang mereka infakkan secara sukarela (tidak wajib)? Katakanlah untuk menjawab pertanyaan mereka, “Infakkanlah harta yang lebih dari kebutuhanmu.” Pada mulanya ketentuan inilah yang berlaku. Setelah itu Allah mensyariatkan zakat yang wajib dalam jenis-jenis harta tertentu dan dalam nisab tertentu. Dengan penjelasan yang sangat jelas seperti inilah Allah menjelaskan hukum-hukum syariat agar kalian berfikir.

﴿فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۗ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَىٰ ۖ قُلْ إِصْلَاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ ۖ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾

220. Allah mensyariatkan hal itu agar kamu berfikir tentang apa yang bermanfaat bagimu di dunia dan di akhirat.
Dan sahabat-sahabatmu bertanya kepadamu -wahai Nabi- tentang tugas mereka sebagai pengasuh anak yatim, bagaimana cara mereka berinteraksi dengan anak-anak yatim? Apakah mereka boleh mancampur harta anak-anak yatim itu dengan harta mereka untuk kepentingan nafkah, makanan dan tempat tinggal? Katakanlah untuk menjawab pertanyaan mereka, “Kerelaan kalian untuk mengurus harta mereka tanpa imbalan atau mencampur harta kalian dengan harta mereka akan lebih baik bagi kalian di sisi Allah dan lebih besar pahalanya. Dan hal itu akan lebih baik bagi mereka terkait harta mereka, karena pilihan itu akan membuat harta mereka tetap tersimpan untuk mereka. Dan jika kalian mengikutsertakan mereka dengan cara menggabungkan harta mereka dengan harta kalian dalam membiayai kebutuhan hidup, tempat tinggal dan sebagainya, itu tidak ada salahnya bagi kalian, karena mereka adalah saudara-saudara kalian seagama. Dan sebagai saudara satu sama lain harus saling membantu dan saling mengurus urusan saudaranya. Dan Allah mengetahui siapa wali (pengasuh anak yatim) yang ingin berbuat jahat dengan mencampur harta anak-anak yatim dan siapa wali yang ingin berbuat baik. Sekiranya Allah berkehendak menyulitkan kalian dalam urusan anak-anak yatim, niscaya Dia telah menyulitkan kalian. Akan tetapi Dia mempermudah urusan kalian dalam berhubungan dengan anak-anak yatim, karena syariat-Nya dibangun di atas asas kemudahan. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, tidak ada sesuatupun yang dapat mengalahkan-Nya. Dan Dia Maha Bijaksana di dalam menciptakan, mengatur, dan di dalam menetapkan syariat-Nya.

﴿وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ﴾

221. Janganlah kalian -wahai orang-orang mukmin- menikah dengan wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman kepada Allah semata dan memeluk agama Islam. Sungguh, wanita budak belian yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya lebih baik (untuk dinikahi) daripada wanita merdeka yang menyembah berhala, walaupun kecantikan dan kekayaannya memikat hati kalian. Dan janganlah kalian menikahkan wanita-wanita muslimah dengan laki-laki musyrik. Sungguh, laki-laki budak belian yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya lebih baik (untuk dinikahkan) daripada laki-laki musyrik, walaupun dirinya memikat hati kalian. Orang-orang musyrik itu -baik laki-laki maupun wanita- akan mengajak kepada sesuatu yang menyebabkan masuk neraka dengan ucapan dan perbuatan mereka. Sedangkan Allah mengajak kepada amal-amal saleh yang menyebabkan masuk surga dan mendapatkan ampunan atas dosa-dosa dengan izin dan kemurahan-Nya. Dan Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran melalui petunjuk-petunjuk-Nya kemudian mengamalkannya.

﴿وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ﴾

222. Dan sahabat-sahabatmu bertanya kepadamu -wahai Nabi- tentang haid (yaitu darah normal yang keluar dari rahim wanita pada waktu-waktu tertentu)? Katakanlah untuk menjawab pertanyaan mereka, “Darah haid itu adalah kotoran bagi laki-laki dan wanita. Maka hindarilah berhubungan badan dengan istri-istri kalian di masa haid. Jangan mendekati istri-istri kalian (yakni, menggauli dengan mereka) sampai darah haid mereka berhenti dan mereka bersuci darinya dengan cara mandi. Apabila darah haid itu sudah berhenti dan mereka sudah bersuci maka gaulilah bersama mereka dengan cara yang diperbolehkan oleh Allah, ketika mereka dalam keadaan suci (dari haid) dan di kubul (vagina) mereka. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang gemar bertaubat dari maksiat dan bersungguh-sungguh dalam bersuci dari segala macam kotoran.

﴿نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ﴾

223. Istri-istri kalian adalah tempat kalian bercocok tanam. Merekalah yang melahirkan anak-anak kalian. Seperti tanah yang menghasilkan buah-buahan. Maka datangilah ladangmu -yakni kubul istri kalian- dari arah manapun dan dengan cara bagaimanapun yang kalian kehendaki jika melalui kubul. Dan beramallah untuk diri kalian dengan melakukan kebajikan-kebajikan, di antara dengan cara seorang suami menggauli istrinya dengan niat beribadah kepada Allah dan berharap mendapatkan keturunan yang saleh. Dan bertakwalah kalian kepada Allah dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Salah satunya ialah dalam urusan wanita. Ketahuilah bahwa kalian akan berjumpa dengan-Nya kelak di hari kiamat. Kalian akan berdiri di hadapan-Nya dan Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan kalian. Dan berikanlah kabar gembira -wahai Nabi- kepada orang-orang mukmin tentang sesuatu yang menyenangkan hati mereka ketika berjumpa dengan Rabb mereka, yaitu kenikmatan abadi dan memandang wajah Rabb Yang Mulia.

﴿وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾

224. Janganlah kalian menjadikan nama Allah sebagai alasan -karena kalian menyebut nama-Nya dalam sumpah kalian- yang menghalangi kalian dari kebajikan, ketakwaan dan mendamaikan manusia. Apabila kalian bersumpah untuk tidak melakukan kebajikan, maka lakukanlah kebajikan dan bayarlah kafarat atas sumpah kalian itu. Allah Maha Mendengar ucapan kalian lagi Maha Mengetahui perbuatan kalian, dan akan memberi kalian balasan yang setimpal.

﴿لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ﴾

225. Allah tidak akan menuntut kalian terkait sumpah yang terucap oleh lisan kalian tanpa sengaja. Seperti ucapan kalian, “Tidak, demi Allah.” Atau “Ya, demi Allah.” Maka tidak ada kewajiban membayar kafarat dan tidak ada hukuman bagi kalian dalam hal itu. Namun Allah akan menuntut kalian terkait sumpah yang kalian lakukan secara sengaja. Dan Allah Maha Pengampun bagi dosa hamba-hamba-Nya lagi Maha Penyantun, tidak lekas menjatuhkan hukuman kepada mereka.

﴿لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ ۖ فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾

226. Orang-orang yang bersumpah untuk tidak menggauli istrinya memiliki tenggat waktu tidak lebih dari 4 bulan, dimulai sejak mereka mengucapkan sumpah. Inilah yang disebut dengan “Ilā`”.
Jika mereka kembali menggauli istri-istri mereka dalam kurun waktu 4 bulan atau kurang dari itu, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun yang akan mengampuni apa yang telah mereka lakukan, dan Maha Penyayang kepada mereka karena telah mensyariatkan kafarat sebagai jalan keluar dari sumpah ini.

﴿وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾

227.
Apabila mereka menghendaki perceraian dengan tidak menggauli istri-istri mereka dan tidak mau kembali menggauli mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar ucapan mereka, termasuk ucapan perceraian, lagi Maha Mengetahui keadaan dan niat mereka, dan akan memberi mereka balasan yang setimpal.

﴿وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾

228. Wanita-wanita yang diceraikan suaminya harus menahan diri mereka selama tiga kali haid. Mereka tidak boleh menikah (dengan laki-laki lain) selama jangka waktu itu. Mereka juga tidak boleh menyembunyikan kehamilan yang Allah ciptakan di dalam rahim mereka, jika mereka sungguh-sungguh dalam beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan (mantan) suami yang menceraikan mereka lebih berhak untuk merujuk mereka dalam masa idah, jika rujuk tersebut dimaksudkan untuk membangun kerukunan dan menghilangkan masalah yang terjadi akibat perceraian. Para istri memiliki hak dan kewajiban seperti halnya para suami memiliki hak atas istri-istrinya menurut kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Namun para suami memiliki derajat yang lebih tinggi dari pada istri, seperti kepemimpinan dalam rumah tangga dan urusan perceraian. Dan Allah Maha Perkasa, tidak ada sesuatupun yang dapat mengalahkan-Nya, lagi Maha Bijaksana dalam menetapkan syariat-Nya dan mengatur urusan makhluk-Nya.

﴿الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾

229. Talak (perceraian) yang suami mempunyai hak untuk rujuk adalah sebanyak dua kali. Yakni ia mentalak istrinya kemudian merujuknya, kemudian mentalaknya (lagi) kemudian merujuknya. Kemudian setelah talak kedua tersebut si suami hanya mempunyai dua pilihan, mempertahankan rumah tangganya bersama sang istri dengan perlakuan yang baik, atau mentalaknya untuk ketiga kalinya dengan perlakuan yang baik kepadanya dan memberikan hak-haknya.
Dan tidak halal bagi kalian -wahai para suami- mengambil kembali mahar yang telah kalian berikan kepada istri-istri kalian, kecuali apabila ada seorang istri yang membenci suaminya, baik karena kondisi fisik maupun perangainya, dan keduanya merasa bahwa kebencian itu membuat keduanya tidak dapat melaksanakan kewajibannya masing-masing. Hendaklah mereka berdua menyampaikan permasalahan mereka kepada orang dekat mereka atau orang lainnya.
Apabila wali mereka merasa bahwa keduanya tidak bisa menjalankan tugas sebagai suami-istri, maka tidak ada masalah jika si istri melakukan khulu' (melepaskan diri dari ikatan pernikahan dengan suaminya) dengan memberikan sejumlah harta kepada suaminya sebagai imbalan atas perceraiannya. Hukum-hukum syariat itu adalah garis pemisah antara halal dan haram. Jadi, jangan pernah melampaui garis tersebut. Barangsiapa melampaui batas-batas yang Allah tetapkan antara halal dan haram, mereka itulah orang-orang yang menganiaya diri mereka dengan menjerumuskannya ke dalam kebinasaan dan membuatnya rentan terkena hukuman dan murka Allah.

﴿فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ﴾

230. Apabila suaminya menceraikannya untuk ketiga kalinya, maka ia tidak boleh menikahinya kembali sebelum wanita itu menikah dengan laki-laki lain dengan pernikahan yang sah, atas dasar suka sama suka, bukan dengan tujuan menghalalkan pernikahannya kembali dengan mantan suaminya.
Kemudian apabila suami yang kedua ini menceraikannya atau meninggal dunia, maka wanita itu boleh menikah kembali dengan mantan suaminya yang pertama dengan akad nikah yang baru dan mahar yang baru pula, jika memang keduanya merasa bahwa mereka akan menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariat. Itulah hukum-hukum syariat yang Allah jelaskan kepada orang-orang yang mau mengetahui hukum-hukum-Nya dan batas-batas-Nya, karena merekalah yang bisa mengambil manfaatnya.

﴿وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ ۚ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ وَلَا تَتَّخِذُوا آيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ﴾

231. Apabila kalian menceraikan istri-istri kalian, kemudian masa idah mereka mendekati habis, maka kalian boleh merujuk mereka atau meninggalkan mereka secara baik-baik tanpa rujuk sampai masa idah mereka berakhir. Janganlah kalian merujuk mereka semata-mata untuk menyengsarakan dan merugikan mereka seperti yang terjadi pada masa Jahiliah. Barangsiapa melakukan hal itu dengan tujuan menyengsarakan pihak wanita, maka ia telah menganiaya dirinya sendiri dengan cara menjerumuskan dirinya ke dalam dosa dan hukuman. Dan janganlah kalian menjadikan ayat-ayat Allah sebagai objek olok-olok dengan mempermainkan dan memperlakukannya secara tidak pantas. Ingatlah nikmat-nikmat Allah yang kalian dapatkan. Salah satunya ialah turunnya Al-Qur`ān dan Sunnah kepadamu. Allah mengingatkan kalian akan hal ini untuk memotivasi kalian (melakukan kebaikan) sekaligus menakut-nakuti agar tidak berbuat buruk. Takutlah kalian kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya, dan Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan kalian.

﴿وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ﴾

232.
Apabila kalian menceraikan istri-istri kalian kurang dari tiga kali dan masa idah mereka sudah berakhir, maka janganlah kalian -wahai para wali- melarang mereka untuk kembali kepada (mantan) suami mereka dengan akad nikah yang baru, jika mereka menginginkan hal itu dan ada persetujuan dengan (mantan) suami mereka. Ketentuan hukum yang berisi larangan melarang mereka (menikah) adalah peringatan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Hal itu lebih memungkinkan bagi berkembangnya kebaikan di dalam diri kalian dan lebih suci bagi harga diri dan perbuatan kalian dari segala macam kotoran. Allah Maha Mengetahui hakikat dan akibat dari segala sesuatu, sedangkan kalian tidak mengetahuinya.

﴿۞ وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾

233. Para ibu menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh. Pembatasan dua tahun itu ditujukan bagi orang yang ingin menyempurnakan masa menyusui anaknya. Dan seorang suami (ayah si anak yang disusui) berkewajiban memberikan nafkah dan pakaian kepada para ibu menyusui yang diceraikannya menurut kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat (agama). Allah tidak akan membebani seseorang melebihi kekayaan dan kemampuannya. Salah satu dari kedua orang tuanya tidak boleh menjadikan anak tersebut sebagai alat untuk merugikan kepentingan yang lain. Dan ahli waris anak tersebut -apabila ayahnya sudah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan- juga memiliki kewajiban yang sama dengan ayahnya. Jika kedua orang tuanya menghendaki anak itu disapih sebelum genap dua tahun, maka mereka tidak berdosa apabila didahului dengan musyawarah dan kesepahaman di antara mereka demi kemaslahatan si anak. Apabila kalian ingin mencari orang lain selain ibunya untuk menyusuinya, maka kalian tidak berdosa sepanjang kalian memberikan nafkahnya bersama orang yang menyusuinya dan upahnya secara baik, tanpa dikurangi dan tidak ditunda-tunda. Dan bertakwalah kalian kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat, sehingga tidak ada sesuatupun yang luput dari pengawasan-Nya, dan Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan yang telah kalian lakukan.

﴿وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ﴾

234. Dan orang-orang mati yang meninggalkan istri-istri yang tidak sedang hamil, maka para istri itu wajib menunggu (masa idah) selama 4 bulan 10 hari. Dalam kurun waktu itu ia tidak boleh keluar dari rumah suami, berhias maupun menikah. Apabila masa idah itu sudah habis, maka tidak ada dosa bagimu -wahai para wali- bila para istri itu melakukan apa yang semula dilarang bagi mereka selama masa idah, sepanjang dilakukan secara baik menurut ketentuan syariat dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Allah Maha mengetahui apa yang kamu perbuat, tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya, baik sisi lahir maupun batin kalian, dan Dia akan memberi balasan yang setimpal dengan amal perbuatan kalian.

﴿وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ﴾

235. Dan kalian tidak berdosa menyatakan keinginan kalian dengan kata-kata sindiran untuk meminang wanita yang sedang menjalani masa idah karena kematian suaminya atau ditalak bain (talak tiga). Tetapi kalian tidak boleh menyatakan keinginan kalian itu secara eksplisit (terus terang). Misalnya dengan mengatakan, “Jika masa idahmu habis beritahu aku.” Dan kalian tidak berdosa bila menyembunyikan keinginan kalian untuk menikahi wanita yang menjalani masa idah setelah masa idahnya berakhir. Allah mengetahui bahwa kalian akan menyebut nama wanita-wanita itu karena kuatnya keinginan kalian untuk menikahi mereka. Maka Allah mengizinkan kalian menyatakan keinginan kalian melalui sindiran bukan secara eksplisit. Jangan sekali-kali kalian secara diam-diam berjanji akan menikah sementara wanita tersebut sedang menjalani masa idah, kecuali dengan ucapan yang baik, yaitu melalui sindiran. Dan janganlah kalian memutuskan untuk melaksanakan akad nikah pada masa idah! Dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang kalian sembunyikan di dalam hati, baik yang dihalalkan maupun yang diharamkan bagi kalian. Maka berhati-hatilah, dan jangan melanggar perintah-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat, lagi Maha Penyantun, tidak lekas menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang berdosa.

﴿لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ﴾

236. Kalian tidak berdosa jika menceraikan istri-istri yang sudah dinikahi sebelum kalian menggauli mereka dan sebelum kalian menetapkan mahar tertentu bagi mereka. Apabila kalian menceraikan mereka dalam keadaan seperti ini, maka kalian tidak wajib membayar mahar kepada mereka. Tetapi kalian harus memberi sesuatu untuk menyenangkan hati mereka dan mengobati kekecewaan mereka, menurut kadar kemampuan kalian, baik kaya maupun miskin. Dan pemberian ini adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang-orang yang berbudi baik dalam tindakan dan muamalahnya.

﴿وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۚ وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾

237. Apabila kalian menceraikan para istri kalian setelah melaksanakan akad nikah sebelum menggauli mereka sedangkan kalian telah menetapkan mahar tertentu untuk mereka, maka kalian wajib membayar setengah dari mahar yang telah ditentukan tersebut kepada mereka. Kecuali apabila mereka merelakannya untuk kalian (jika mereka sudah dewasa), atau apabila para suami itu sendiri membayar penuh mahar tersebut kepada mereka. Tindakan saling merelakan hak-hak yang ada di antara kalian itu lebih dekat kepada ketakwaan dan ketaatan pada Allah. Dan janganlah kalian -wahai manusia- meninggalkan kebiasaan saling memberi di antara kalian dan saling merelakan hak-hak yang ada. Karena sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. Maka bersungguh-sungguhlah dalam berbagi kebaikan agar kalian mendapatkan ganjaran dari Allah atas hal itu.

﴿حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ﴾

238. Jagalah salat-salat itu dengan cara menunaikannya secara sempurna sebagaimana perintah Allah. Dan jagalah salat yang berada di tengah-tengah salat-salat lainnya, yaitu salat Asar. Dan berdirilah untuk Allah di dalam salatmu dengan tunduk dan khusyuk.

﴿فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ﴾

239. Apabila kalian takut kepada musuh dan sebagainya, lalu kalian tidak dapat menunaikan salat secara sempurna, maka salatlah sambil berjalan kaki atau menunggang unta, kuda dan sebagainya, atau dengan cara apapun yang bisa kalian lakukan. Apabila ketakutan itu sudah hilang, maka berzikirlah kepada Allah sebagaimana Dia mengajarkannya kepada kalian. Salah satunya ialah berzikir kepada Allah di dalam salat secara lengkap dan sempurna. Dan ingatlah juga bagaimana Allah mengajarkan kepada kalian tentang cahaya dan petunjuk yang belum kalian ketahui.

﴿وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ ۚ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾

240. Siapa saja di antara kalian meninggal dunia dan meninggalkan istri-istri, hendaknya ia membuat wasiat untuk mereka dengan mengizinkannya tinggal di rumah suaminya dan mendapatkan nafkah dari harta suaminya selama setahun penuh. Ahli waris kalian tidak boleh yang mengusirnya dari rumah tersebut. Hal itu untuk menghibur hatinya atas musibah yang menimpa mereka dan menunjukkan kesetiaan mereka kepada suami yang meninggal dunia. Namun apabila mereka keluar dari rumah itu dengan kemauan mereka sendiri sebelum genap satu tahun, maka tidak ada dosa bagi kalian. Dan juga tidak ada dosa bagi mereka untuk berhias dan memakai minyak wangi. Allah Maha Perkasa, tidak ada yang bisa mengalahkan-Nya, lagi Maha Bijaksana dalam mengatur makhluk-Nya, menetapkan syariat-Nya dan menentukan takdir-Nya.
Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa hukum yang terkandung di dalam ayat ini telah diganti (mansukh) dengan firman Allah -Ta'ālā-, "Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menahan dirinya (beridah) selama empat bulan sepuluh hari.” (Al-Baqarah: 234).

﴿وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ﴾

241. Wanita-wanita yang ditalak berhak mendapatkan pemberian berupa pakaian, harta (uang) dan lain-lain secara wajar sesuai kondisi suami, baik sedikit ataupun banyak untuk mengobati perasaannya yang hancur karena perceraian. Ketentuan hukum ini merupakan keharusan bagi orang yang bertakwa kepada Allah -Ta'ālā- dengan cara menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

﴿كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ﴾

242. Seperti penjelasan tersebut di atas, Allah menjelaskan kepadamu -wahai orang-orang mukmin- ayat-ayat-Nya yang berisi batas-batas dan hukum-hukum-Nya, agar kalian memahami dan mengamalkannya, sehingga kalian akan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

﴿۞ أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ﴾

243.
Apakah engkau belum tahu -wahai Nabi- kabar tentang orang-orang yang keluar dari rumah mereka, dan jumlah mereka sangat banyak, karena takut mati akibat wabah penyakit atau lainnya, yaitu satu kelompok orang dari Bani Israil? Lalu Allah berfirman kepada mereka, “Matilah kalian!” Maka mereka semua mati. Kemudian Allah menghidupkan mereka kembali untuk menjelaskan kepada mereka bahwa segala sesuatu itu berada di tangan Allah -Subḥānahu-, dan mereka tidak mampu mendatangkan manfaat bagi diri mereka sendiri dan tidak kuasa menolak mudarat. Sesungguhnya Allah benar-benar Pemurah dan Pemberi karunia kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya.

﴿وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾

244. Dan perangilah -wahai orang-orang mukmin- musuh-musuh Allah untuk membela agama-Nya dan menjunjung tinggi kalimat-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar ucapan kalian lagi Maha Mengetahui niat dan perbuatan kalian, dan akan memberi kalian balasan yang setimpal.

﴿مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾

245. Siapakah yang mau berbuat seperti orang yang meminjamkan hartanya, lalu dia infakkan hartanya di jalan Allah dengan niat yang baik dan hati yang tulus, supaya harta itu kembali kepadanya dengan berlipat ganda. Sedangkan Allah dapat menyempitkan rezeki, kesehatan dan lain-lain dan dapat melapangkan itu semua dengan kebijaksaan dan keadilan-Nya. Dan hanya kepada Allah lah kamu akan dikembalikan di akhirat, kemudian Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan kalian.

﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا ۖ قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا ۖ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ﴾

246. Tidakkah engkau mengetahui -wahai Nabi- perihal para pembesar Bani Israil setelah zaman Musa -'alaihissalām- tatkala mereka berkata kepada Nabi mereka, “Berilah kami seorang raja agar kami dapat berperang bersamanya di jalan Allah.” Lalu Nabi mereka berkata, “Jangan-jangan jika Allah mewajibkan kalian berperang, maka kalian tidak mau berperang di jalan Allah.” Mereka membantah anggapan Nabi mereka itu dengan mengatakan, “Apa alasan kami untuk tidak berperang di jalan Allah sedangkan kami punya alasan kuat untuk berperang. Musuh telah mengusir kami dari tanah air kami dan menawan anak-anak kami. Jadi, kami akan berperang untuk mengambil kembali tanah air kami dan membebaskan anak-anak kami yang mereka tawan.” Kemudian tatkala Allah mewajibkan mereka berperang, mereka justru berpaling kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim dan berpaling dari perintah-Nya, dan melanggar janji-Nya, dan akan memberi mereka balasan yang setimpal.

﴿وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا ۚ قَالُوا أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ ۚ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ ۖ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴾

247. Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Ṭālut sebagai raja agar kalian pergi berperang di bawah komandonya.
” Lalu para pembesar mereka menolak dan menentang pengangkatan raja tersebut dengan mengatakan, “Bagaimana mungkin dia menjadi raja kami, sedangkan kami lebih berhak menjadi raja daripada dia, karena dia bukan keturunan raja dan tidak dikaruniai kekayaan yang berlimpah untuk menopang kerajaannya?” Nabi mereka menjawab, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya untuk menjadi raja kalian. Allah memberinya kelebihan atas kalian berupa ilmu pengetahuan yang luas dan tubuh yang kuat. Dan Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki berdasarkan kebijaksanaan dan kasih sayang-Nya. Allah Mahaluas anugerah-Nya, Dia memberi siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Dia Maha Mengetahui siapa saja di antara makhluk-Nya yang berhak menerima anugerah-Nya.”

﴿وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَىٰ وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾

248. Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya tanda benarnya ketetapan Allah dalam memilih Ṭālut sebagai raja kalian ialah Allah akan mengembalikan Tabut kepada kalian. Tabut itu adalah sebuah peti yang sangat dihormati oleh orang-orang Bani Israil, kemudian hilang diambil orang. Peti itu selalu diiringi dengan ketenteraman. Di dalamnya terdapat sisa-sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, seperti tongkat dan lembaran-lembaran (Taurat). Sesungguhnya di situ benar-benar terkandung tanda-tanda yang nyata bagi kalian, jika kalian benar-benar beriman.

﴿فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُمْ بِنَهَرٍ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ ۚ فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ ۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ ۚ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ﴾

249. Maka tatkala Ṭālut dan bala tentaranya keluar dari negeri mereka, dia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah menguji kalian dengan sebuah sungai. Siapa yang minum air sungai itu maka ia tidak berada di jalanku dan tidak boleh bergabung denganku di dalam perang. Dan siapa yang tidak minumnya maka ia berada di jalanku dan boleh bergabung denganku di dalam perang, kecuali orang yang terpaksa meminum airnya sebanyak satu ciduk dengan telapak tangannya, maka tidak apa-apa.” Kemudian bala tentaranya minum air sungai tersebut, kecuali sebagian kecil dari mereka yang mampu menahan diri untuk tidak minum, kendati mereka merasakan dahaga yang luar biasa. Kemudian tatkala Ṭālut dan orang-orang mukmin yang menyertainya melewati sungai tersebut, maka sebagian dari bala tentaranya berkata, “Sekarang ini kami tidak punya kekuatan untuk berperang melawan Jalut dan bala tentaranya.
” Ketika itulah orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan berjumpa dengan Allah kelak pada hari kiamat berkata, “Berapa banyak golongan orang-orang mukmin yang jumlahnya sedikit berhasil mengalahkan golongan orang-orang kafir yang jumlahnya banyak dengan izin dan pertolongan Allah.” Jadi faktor utama tercapainya kemenangan adalah iman bukan jumlah yang banyak. Dan Allah senantiasa mendukung dan menolong hamba-hamba-Nya yang sabar.

﴿وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ﴾

250. Tatkala mereka berhadapan langsung dengan Jalut dan bala tentaranya, mereka berdoa kepada Allah seraya berkata, “Ya Rabb kami! Tuangkanlah kesabaran ke dalam hati kami sebanyak-banyaknya. Dan teguhkanlah kaki-kaki kami agar kami tidak melarikan diri maupun takluk di hadapan musuh-musuh kami. Dan tolonglah kami dengan kekuatan dan dukungan-Mu untuk mengalahkan orang-orang yang kafir.”

﴿فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ﴾

251. Kemudian Ṭālut dan bala tentaranya berhasil mengalahkan pasukan Jalut dengan izin Allah. Dan Daud berhasil membunuh panglima perang mereka, Jalut. Allah memberikan kerajaan dan kenabian kepada Daud, dan mengajarkan kepadanya ilmu-ilmu yang dikehendaki-Nya. Jadi, Allah memberinya apa yang dibutuhkannya untuk memperbaiki urusan dunia dan akhirat. Kalaulah bukan karena sunnatullah yang membalas tindakan perusakan yang dilakukan oleh sebagian orang dengan sebagian orang lainnya, niscaya bumi ini telah rusak akibat kesewenang-wenangan orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi. Akan tetapi Allah Maha Pemurah bagi seluruh makhluk-Nya.

﴿تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۚ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ﴾

252. Itulah ayat-ayat Allah yang jelas dan terang. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu, wahai Nabi, yang berisi kebenaran di dalam informasi-informasinya dan keadilan di dalam ketentuan hukum-hukumnya. Dan sesungguhnya engkau adalah salah satu utusan yang diutus oleh Tuhan semesta alam.

﴿۞ تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۘ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ ۖ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ ۚ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ ۗ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَٰكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ﴾

253. Para Rasul yang telah Kami ceritakan kepadamu itu Kami berikan sebagian mereka kelebihan dibandingkan sebagian yang lain dalam hal wahyu, pengikut dan derajatnya. Di antara mereka ada yang Allah ajak berbicara langsung kepadanya, seperti Musa -'alaihissalām-. Ada yang Allah angkat derajatnya ke tingkat yang tinggi, seperti Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, karena dia diutus untuk seluruh umat manusia dan menjadi penutup para Nabi. Sedangkan umatnya diberikan kelebihan atas umat-umat lainnya. Dan Kami berikan mukjizat-mukjizat yang nyata kepada Isa putra Maryam sebagai bukti kenabiannya, seperti menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang yang buta dan orang yang sakit lepra. Dan Kami dukung dia dengan Jibril -'alaihissalām- untuk menjalankan perintah Allah -Ta'ālā-. Sekiranya Allah menghendaki niscaya orang-orang yang datang sesudah para Rasul itu tidak akan saling berperang setelah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, akan tetapi mereka berselisih paham kemudian terpecah belah. Maka ada yang beriman kepada Allah dan ada yang ingkar kepada-Nya. Sekiranya Allah menghendaki mereka tidak saling bunuh, niscaya mereka tidak saling berperang, tetapi Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Maka Allah menunjukkan orang yang Dia kehendaki kepada iman dengan kasih sayang dan kemurahan-Nya, dan Dia menyesatkan orang yang Dia kehendaki dengan keadilan dan kebijaksaan-Nya.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾

254. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada kalian, yang berasal dari berbagai harta yang halal sebelum hari kiamat tiba.
Karena pada hari itu tidak ada lagi jual-beli yang bermanfaat bagi manusia; juga tidak ada persahabatan yang berguna baginya di waktu susah; dan tidak pula ada perantara yang dapat menolak mudarat atau mendatangkan manfaat kecuali setelah mendapatkan izin dari Allah bagi orang yang Dia kehendaki dan Dia restui. Dan orang-orang kafir itu adalah orang-orang zalim yang sebenarnya karena keingkaran mereka kepada Allah -Ta'ālā-.

﴿اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ﴾

255. Allah lah Żat yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dia semata dan tidak ada duanya. Yang Mahahidup dengan kehidupan yang sempurna, tidak ada kematian dan tidak ada kekurangan. Yang Maha Mengurus, Yang Mengurus segala sesuatu sendirian, tidak membutuhkan bantuan dari satupun makhluk-Nya. Karena Dia lah semua makhluk ini bisa berdiri, sehingga mereka semua senantiasa membutuhkan-Nya dalam kondisi apapun juga. Dia tidak pernah dilanda rasa kantuk dan tidak pernah tidur, karena kesempurnaan sifat kehidupan dan kepengurusan-Nya. Dia lah satu-satunya pemilik apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak ada seorangpun yang dapat memberikan syafaat kepada orang lain di sisi-Nya kecuali setelah mendapatkan izin dan restu-Nya. Dia mengetahui semua urusan makhluk-Nya yang telah terjadi di masa lalu dan yang belum terjadi di masa depan. Mereka tidak mengetahui apa yang diketahui oleh Allah kecuali sebagian kecil yang Dia kehendaki untuk Dia tunjukkan kepada mereka. Kursi-Nya -yaitu tempat kedua kaki Rabb- meliputi seluruh langit dan bumi yang luas dan besar ini. Dia tidak pernah merasa keberatan atau kesulitan untuk menjaga keduanya. Dan Dia Mahatinggi di dalam Żat dan sifat-sifat-Nya, lagi Mahaagung di dalam kerajaan dan kekuasaan-Nya.

﴿لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾

256. Tidak ada seorangpun yang berhak memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam, karena Islam adalah agama yang benar dan terang, sehingga tidak perlu ada paksaan kepada siapapun untuk memeluknya. Sudah terlihat jelas kebenaran dan kesesatan. Siapa yang ingkar kepada segala sesuatu yang disembah selain Allah dan berlepas diri darinya, kemudian beriman kepada Allah semata, maka dia benar-benar telah berpegang kepada agama dengan sekuat-kuatnya untuk menggapai keselamatan di hari kiamat. Dan Allah Maha mendengar ucapan hamba-hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui perbuatan mereka, dan akan memberi mereka balasan yang setimpal.

﴿اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾

257. Allah melindungi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Dia membimbing, menolong dan mengeluarkan mereka dari gelapnya kekafiran dan kebodohan menuju terangnya iman dan ilmu. Sedangkan orang-orang kafir, pelindung mereka ialah setan dan kawan-kawan yang menyulap kekafiran agar tampak indah di mata mereka. Kemudian mereka mengeluarkan orang-orang kafir itu dari terangnya iman dan ilmu menuju gelapnya kekafiran dan kebodohan. Mereka itulah penghuni neraka yang akan tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya.

﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ﴾

258. Apakah engkau tahu -wahai Nabi- perilaku yang lebih aneh daripada kelancangan si durjana yang berdebat dengan Ibrahim -'alaihissalām- tentang ketuhanan dan keesaan Allah? Si durjana melakukan itu karena Allah telah memberikan kerajaan kepadanya. Lalu Ibrahim -'alaihissalām- menjelaskan kepadanya tentang sifat-sifat Rabbnya dengan mengatakan, “Rabbku dapat menciptakan dan menghidupkan makhluk.” Si durjana menjawab dengan angkuhnya, “Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan dengan cara membunuh siapa saja yang aku inginkan dan memaafkan siapa saja yang aku inginkan.” Kemudian Ibrahim mengemukakan argumen lain yang lebih kuat, “Sesungguhnya Rabb yang aku sembah itu mendatangkan matahari dari arah timur. Coba engkau datangkan matahari dari arah barat!” Si durjana itu langsung kebingungan dan bungkam. Dia kalah oleh kuatnya argumen yang dikemukakan oleh Ibrahim. Allah tidak berkenan membimbing orang-orang yang zalim ke jalan-Nya, karena kezaliman dan kejahatan mereka.

﴿أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْيِي هَٰذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَانْظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ ۖ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾

259. Atau tahukah engkau perihal perumpamaan orang yang melewati suatu desa yang atap rumah-rumahnya berjatuhan, dinding-dindingnya hancur berantakan dan penduduknya binasa, sehingga desa itu menjadi desa mati dan gersang. Orang tersebut heran melihat desa itu dan berkata, “Bagaimana Allah akan menghidupkan penduduk desa ini setelah kematiannya?!” Lalu Allah mematikan orang tersebut selama seratus tahun kemudian menghidupkannya kembali. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Berapa lama engkau tinggal di sini?” Ia menjawab, “Aku tinggal di sini selama satu hari atau kurang dari satu hari.” Maka Allah berfirman, “Engkau tinggal di sini selama seratus tahun. Maka lihatlah makanan dan minuman yang engkau bawa. Makanan itu tetap seperti sediakala, tidak berubah sedikitpun. Padahal makanan dan minuman itu biasanya cepat sekali berubah (busuk). Lihatlah keledaimu yang mati. Sungguh Kami hendak menjadikanmu sebagai pertanda bagi manusia yang menunjukkan kekuasaan Allah untuk membangkitkan mereka (dari kematian). Lalu lihatlah tulang-belulang keledaimu yang berserakan dan berjauhan, bagaimana cara Kami mengangkatnya dan menggabungkannya satu sama lain, kemudian Kami balut tulang-belulang itu dengan daging dan Kami hidupkan kembali.” Maka tatkala orang itu melihat kejadian tersebut, dia mendapatkan gambaran yang jelas tentang hakikat masalah itu. Dan dia juga mengetahui kekuasaan Allah. Maka dia pun mengakui hal itu dengan mengatakan, “Aku mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”

﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي ۖ قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا ۚ وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾

260.
Dan ingatlah -wahai Nabi- tatkala Ibrahim -'alaihissalām- berkata, “Ya Rabbku! Perlihatkanlah dengan mata kepalaku bagaimana menghidupkan yang mati?” Allah berfirman kepadanya, “Apakah engkau tidak percaya?” Ibrahim menjawab, “Tentu saja aku percaya, tetapi untuk menambah ketenteraman hatiku.” Kemudian Allah memerintahkan kepadanya dan berfirman, “Ambillah empat ekor burung. Campurlah burung-burung itu dan potong-potonglah tubuhnya. Kemudian letakkan satu bagian dari potongan-potongan itu di masing-masing gunung yang ada di sekitarmu. Lalu panggillah burung-burung itu, niscaya burung-burung itu akan datang kepadamu dengan cepat dan mereka telah dihidupkan kembali. Dan ketahuilah, wahai Ibrahim, bahwasanya Allah Maha Perkasa di dalam kerajaan-Nya, lagi Maha Bijaksana di dalam menetapkan perintah dan syariat-Nya.”

﴿مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴾

261. Perumpamaan pahala orang-orang mukmin yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah ialah seperti sebuah biji yang ditanam oleh seorang petani di tanah yang subur kemudian tumbuh menjadi tujuh bulir. Dalam tiap-tiap bulirnya terdapat seratus biji. Dan Allah melipatgandakan pahala tersebut bagi para hamba yang kehendaki-Nya, sehingga Allah memberi mereka pahala yang tak terhingga. Dan Allah Mahaluas kemurahan dan pemberian-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak dilipatgandakan pahalanya.

﴿الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴾

262.
Orang-orang yang menggunakan hartanya dalam ketaatan kepada Allah dan mengharapkan rida-Nya, kemudian tidak mengikutinya dengan sesuatu yang bisa membatalkan pahalanya, seperti menyebut-nyebut kebaikannya di depan umum, baik dengan kata-kata maupun tindakan yang menyakiti perasaan si penerima, mereka itu akan mendapatkan pahala di sisi Rabb mereka, tidak ada ketakutan bagi mereka tentang apa yang akan mereka hadapi di masa depan, dan mereka tidak bersedih atas apa yang sudah berlalu, karena besarnya nikmat yang mereka terima.

﴿۞ قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى ۗ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ﴾

263.
Kata-kata mulia yang menyenangkan hati orang mukmin dan kata maaf yang engkau berikan kepada orang yang berbuat buruk kepadamu lebih baik daripada sedekah yang diikuti dengan sesuatu yang menyakitkan hati, seperti menyebut-nyebut kebaikannya di hadapan orang yang menerima sedekahnya. Dan Allah Mahakaya (tidak butuh) terhadap hamba-hamba-Nya, lagi Maha Penyantun, tidak lekas menjatuhkan hukuman kepada mereka.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ﴾

264. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! Janganlah kalian merusak pahala sedekah kalian dengan menyebut-nyebut kebaikannya di depan penerima sedekah dan menyakiti hatinya.
Karena perumpamaan bagi orang yang melakukan hal itu ialah seperti orang yang menggunakan hartanya supaya dilihat oleh manusia dan mendapat pujian dari mereka, sedangkan ia ingkar, tidak beriman kepada Allah dan hari kiamat berikut pahala dan hukuman yang ada di dalamnya, perumpamaannya ialah seperti batu licin yang di atasnya terdapat debu, lalu batu tersebut terkena air hujan yang sangat deras, sehingga debu yang ada di atas batu itu hilang dan batu itu terlihat bersih dan licin, tidak ada sesuatupun di atasnya. Begitulah nasib orang-orang yang ria (pamer). Pahala amal perbuatan dan infak mereka hilang tak tersisa di sisi Allah. Dan Allah -Ta'ālā- tidak akan menunjukkan orang-orang kafir kepada sesuatu yang diridai-Nya dan bermanfaat bagi mereka di dalam amal perbuatan dan infak mereka.

﴿وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾

265. Dan perumpamaan orang-orang mukmin yang membelanjakan hartanya untuk mencari rida Allah disertai keyakinan yang kuat akan kebenaran janji Allah dan tidak terpaksa adalah seperti kebun yang berada di dataran tinggi yang subur. Kebun itu disiram air hujan yang lebat kemudian menghasilkan buah yang berlipat ganda. Jika tidak disiram air hujan yang lebat, kebun itu disiram hujan gerimis dan itupun sudah mencukupi, karena kesuburan tanahnya yang luar biasa. Begitu juga infak yang dikeluarkan oleh orang-orang yang ikhlas akan diterima oleh Allah dan dilipat-gandakan pahalanya, meskipun infaknya sedikit. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian perbuat. Maka tidak ada yang luput dari pengetahuan-Nya perihal keadaan orang-orang yang ikhlas dan orang-orang yang ria (pamer). Dan Allah akan memberikan balasan kepada setiap orang sesuai dengan apa yang berhak diterimanya.

﴿أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ﴾

266.
Apakah salah seorang di antara kamu ingin memiliki sebuah kebun yang di dalamnya terdapat pohon kurma dan anggur, di sela-selanya terdapat air tawar yang mengalir, di dalamnya terdapat segala macam buah-buahan yang lezat, dan pemiliknya memasuki usia senja dan menjadi tua renta, tidak bisa bekerja maupun berusaha, sedangkan ia memiliki anak-anak yang masih kecil dan lemah, tidak dapat bekerja, kemudian kebun itu diterpa angin kencang yang berisi api yang sangat panas, lalu kebun itu terbakar habis, sedangkan pemiliknya dalam kondisi yang sangat membutuhkannya, mengingat usianya yang sudah senja dan anak-anaknya yang masih lemah?! Jadi kondisi orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia itu sama seperti pemilik kebun tersebut. Dia akan datang kepada Allah pada hari kiamat tanpa membawa kebajikan di saat ia sangat membutuhkannya. Dengan penjelasan seperti inilah Allah menjelaskan kepada kalian tentang apa yang bermanfaat bagi kalian di dunia dan di akhirat, agar kalian memikirkannya.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ﴾

267. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! Infakkanlah harta yang halal lagi baik yang telah kalian peroleh. Dan berinfaklah dari tumbuh-tumbuhan bumi yang telah Kami keluarkan untukmu. Janganlah kalian sengaja memilih harta yang jelek untuk diinfakkan. Seandainya harta yang jelek itu diberikan kepada kalian, niscaya kalian tidak mau menerimanya kecuali dengan menutup mata dan terpaksa menerima karena kejelekannya. Bagaimana mungkin kalian rela memberikan sesuatu kepada Allah padahal kalian sendiri tidak mau menerimanya?! Ketahuilah bahwa Allah tidak membutuhkan infak kalian. Dia Maha Terpuji di dalam Żat dan tindakan-Nya.

﴿الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴾

268. "Setan menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan, menganjurkan kalian untuk kikir, dan mengajak kalian untuk berbuat dosa dan maksiat. Sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan rezeki yang luas untuk kalian. Dan Allah Mahaluas anugerah-Nya lagi Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya.

﴿يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ﴾

269. Dia memberikan ketepatan dalam berbicara dan bertindak kepada para hamba yang Dia kehendaki. Dan siapa yang diberikan hal itu berarti dia telah diberikan kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran dengan ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang mempunyai akal sempurna, yang mendapatkan cahaya dan petunjuk dari Allah.

﴿وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ﴾

270. Apa saja yang kalian infakkan -sedikit atau banyak- untuk menggapai rida Allah, atau ibadah apa saja yang kalian jalankan secara rutin dari dirimu sendiri dan tidak dibuat-buat, sesungguhnya Allah mengetahui semuanya. Maka tidak satupun yang akan sia-sia di sisi-Nya. Dan Dia akan memberi kalian balasan atas hal itu dengan balasan yang sebesar-besarnya. Sedangkan orang-orang zalim yang menolak menjalankan kewajiban mereka dan melanggar batas-batas Allah tidak memiliki penolong yang dapat melindungi mereka dari azab di hari kiamat.

﴿إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ﴾

271. Apabila kalian memperlihatkan harta yang kalian sedekahkan, maka sebaik-baik sedekah ialah sedekah kalian. Namun apabila kalian menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagi kalian daripada memperlihatkannya, karena (sedekah yang disembunyikan) itu lebih dekat kepada ikhlas. Sedekah yang diberikan oleh orang-orang yang ikhlas dapat menutupi dosa-dosa mereka dan mendatangkan ampunan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian perbuat, sehingga tidak ada sedikitpun keadaan kalian yang luput dari pengetahuan-Nya.

﴿۞ لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ﴾

272. Bukanlah tugasmu -wahai Nabi- memberikan petunjuk kepada mereka untuk menerima dan tunduk pada kebenaran, serta membawa mereka kepada kebenaran tersebut. Tugasmu hanyalah menunjukkan dan mengenalkan kebenara kepada mereka, karena wewenang untuk membimbing dan menuntun kepada kebenaran ada di tangan Allah. Dia lah yang memberikan hidayah (petunjuk) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Harta yang kalian infakkan, manfaatnya akan kembali kepada kalian, karena Allah tidak membutuhkannya. Hendaklah infak yang kalian berikan murni karena Allah. Orang-orang yang benar-benar beriman tidak berinfak kecuali untuk mencari rida Allah. Harta yang kalian infakkan -sedikit atau banyak- pahalanya akan diberikan kepada kalian secara penuh, tidak dikurangi, karena Allah tidak akan menzalimi siapapun.

﴿لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ﴾

273. Berikanlah sedekah kalian kepada orang-orang miskin yang kesibukannya berjihad di jalan Allah membuat mereka tidak sempat bekerja mencari rezeki. Orang yang tidak mengetahui keadaan mereka mengira bahwa mereka itu kaya karena enggan meminta-minta. Tetapi keadaan mereka yang sebenarnya diketahui oleh orang yang memperhatikan kondisi mereka melalui tanda-tanda yang ada pada tubuh dan pakaian mereka yang tampak membutuhkan bantuan. Di antara ciri mereka ialah mereka tidak seperti orang-orang miskin lainnya yang suka meminta-meminta kepada orang lain dengan sedikit memaksa. Apapun kebaikan yang kalian lakukan dan harta yang kalian sedekahkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya dan akan memberi kalian balasan yang sebesar-besarnya.

﴿الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴾

274. Orang-orang yang menginfakkan harta mereka untuk mencari rida Allah di malam dan siang hari, secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, namun tidak disertai niat untuk ria (pamer) dan mencari popularitas, maka pahala mereka ada di sisi Rabb mereka di hari kiamat. Tidak ada ketakutan terhadap mereka mengenai urusan mereka di masa depan dan mereka tidak bersedih atas dunia yang tidak mereka dapatkan, karena besarnya anugerah dan karunia yang mereka dapatkan dari Allah.

﴿الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾

275. "Orang-orang yang bertransaksi dan mengambil harta riba tidak bisa berdiri dari kuburnya kelak pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kesurupan setan. Ia bangkit dari kuburnya sambil sempoyongan seperti orang kesurupan, jatuh-bangun. Hal itu karena mereka menghalalkan memakan harta riba. Mereka tidak membedakan antara riba dengan hasil jual-beli yang dihalalkan oleh Allah. Mereka mengatakan, “Sesungguhnya jual-beli itu seperti riba dalam hal kehalalannya. Karena keduanya sama-sama menyebabkan adanya pertambahan dan pertumbuhan harta.” Lalu Allah membantah ucapan mereka dan membatalkan kias mereka. Allah menjelaskan bahwa Dia menghalalkan jual-beli karena di dalamnya terdapat keuntungan yang umum dan khusus. Dan Allah mengharamkan riba karena di dalamnya terdapat kezaliman dan tindakan memakan harta orang lain secara batil tanpa imbalan apapun.
Maka barangsiapa menerima nasihat dari Rabbnya yang berisi larangan dan peringatan terhadap riba, lalu ia berhenti memungut riba dan bertaubat kepada Allah dari perbuatan itu, maka ia boleh memiliki harta riba yang telah diambilnya di masa lalu tanpa dosa, dan urusan masa depannya sesudah itu diserahkan kepada Allah. Barangsiapa kembali mengambil riba setelah ia mendengar adanya larangan dari Allah dan ia telah mengetahui hujjah yang nyata, maka ia pantas masuk neraka dan kekal di dalamnya. Yang dimaksud kekal di dalam neraka ialah orang yang menghalalkan memakan riba itu, atau maksudnya adalah tinggal di sana dalam waktu yang sangat lama. Karena tinggal di neraka untuk selama-lamanya hanya berlaku bagi orang-orang kafir. Sedangkan orang-orang yang bertauhid tidak akan kekal di dalamnya.

﴿يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ﴾

276. Allah akan membinasakan dan melenyapkan harta yang diperoleh dari riba, baik secara kongkrit dengan hilang atau rusaknya harta tesebut, maupun secara abstrak dengan hilangnya berkah dari harta tersebut. Dan Allah akan menambah dan mengembangkan sedekah dengan melipatgandakan pahalanya. Maka satu kebajikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan hingga 700 kali lipat, bahkan tidak terhingga. Allah akan memberikan berkah-Nya kepada harta orang-orang yang bersedekah. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir lagi ingkar, menghalalkan apa yang diharamkan, dan bergelimang maksiat dan dosa.

﴿إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴾

277.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah, mengikuti Rasul-Nya, beramal saleh, menunaikan salat secara sempurna sesuai dengan ketentuan syariat, dan membayarkan zakat kepada orang yang berhak menerimanya, mereka itu akan mendapatkan ganjaran dari Rabb mereka, tidak ada ketakutan bagi mereka dalam menghadapi urusan di masa depan, dan tidak bersedih atas kesenangan dan kenikmatan dunia yang tidak mereka dapatkan.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾

278. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, takutlah kalian kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan janganlah kalian menuntut harta riba yang tersisa untuk kalian di tangan orang lain, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan percaya akan keharaman harta riba.

﴿فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ﴾

279. Jika kalian tidak melakukan apa yang diperintahkan kepada kalian maka ketahuilah dan yakinilah akan adanya pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian kembali kepada Allah dan meninggalkan kebiasaan mengambil riba, maka kalian tetap berhak atas modal yang kalian pinjamkan. Kalian tidak boleh menzalimi seseorang dengan memungut tambahan (bunga) atas modal kalian, dan kalian juga tidak dizalimi dengan dikurangi modal kalian.

﴿وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾

280. Apabila orang yang kamu utangi itu mengalami kesulitan ekonomi, tidak punya uang untuk melunasinya, maka tundalah tagihannya sampai kondisi keuangannya membaik dan mampu melunasi utangnya. Bila kalian bersedekah kepadanya dengan tidak menagih utangnya atau membebaskan sebagian utangnya, itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui keutamaan tindakan kalian itu di sisi Allah -Ta'ālā-.

﴿وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ﴾

281. Dan takutlah kalian akan siksa suatu hari di mana kalian semua dikembalikan kepada Allah dan berdiri di hadapan-Nya. Kemudian setiap orang akan diberikan balasan yang setimpal dengan perbuatannya, baik atau buruk. Mereka tidak akan dizalimi dengan cara dikurangi ganjaran kebajikannya, atau ditambah hukumannya atas keburukannya.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ﴾

282.
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! Apabila kalian melakukan transaksi utang-piutang, di mana sebagian dari kalian memberikan pinjaman kepada orang lain sampai batas waktu tertentu, maka catatlah pinjaman itu! Dan hendaklah pinjaman di antara kalian itu dicatat oleh seorang pencatat dengan benar dan adil sesuai dengan ketentuan syariat. Dan hendaklah si pencatat tidak menolak mencatat pinjaman itu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Allah kepadanya, yakni mencatat secara adil. Maka hendaklah si pencatat itu mencatat apa yang didiktekan orang yang bertanggung jawab atas pinjaman itu, agar hal itu menjadi pengakuan darinya. Dan hendaklah ia takut kepada Allah, Rabbnya. Dan hendaklah ia tidak mengurangi pinjaman itu sedikitpun, baik dalam ukuran, jenis maupun kualitasnya.
Jika orang yang bertanggungjawab atas pinjaman itu tidak cakap melakukan transaksi, atau lemah, baik karena usianya yang masih kecil maupun karena gangguan kejiwaan, atau tidak bisa mendiktekan karena bisu maupun lainnya, maka hendaklah ia diwakili oleh walinya yang bertanggungjawab atasnya dengan benar dan adil. Carilah dua orang laki-laki yang berakal sehat dan adil untuk menjadi saksi. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka carilah saksi seorang laki-laki dan dua orang wanita yang kalian percaya kualitas agama dan amanahnya. Hal itu supaya ketika salah satu dari dua wanita itu lupa, maka wanita yang lain akan mengingatkannya. Dan hendaklah para saksi itu tidak menolak apabila mereka diminta menjadi saksi terkait transaksi utang-piutang. Dan mereka harus memberikan kesaksian apabila mereka diundang untuk itu. Dan janganlah kalian merasa jemu untuk mencatat transaksi utang-piutang, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak sampai batas waktu tertentu. Karena mencatat transaksi utang-piutang itu lebih adil dalam pandangan syariat Allah, lebih kuat dalam menegakkan dan memberikan kesaksian, dan lebih besar kemungkinannya untuk menghilangkan keragu-raguan tentang jenis, kadar dan waktu (jatuh tempo) pinjaman. Kecuali apabila transaksi itu kalian lakukan dengan cara jual-beli antara barang dan uang secara tunai, maka tidak ada masalah bila kalian tidak mencatatnya, karena memang tidak perlu dicatat. Dan dianjurkan kepada kalian untuk mencari saksi guna menghindari perselisihan. Namun tidak boleh mempersulit urusan para pencatat dan para saksi. Dan mereka juga tidak boleh mempersulit urusan orang yang meminta jasa pencatatan dan kesaksian mereka. Jika kalian mempersulit urusan tersebut, maka tindakan itu telah keluar dari ruang lingkup ketaatan kepada Allah menuju kemaksiatan kepada-Nya. Dan takutlah kalian -wahai orang-orang mukmin- kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan Allah akan mengajarkan kepada kalian apa-apa yang mengandung kebaikan bagi urusan dunia dan akhirat kalian. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, maka tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya.

﴿۞ وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ﴾

283.
Apabila kalian bepergian jauh dan tidak menemukan orang yang bisa mencatat dokumen utang-piutang untuk kalian, maka orang yang bertanggung jawab atas utang itu cukup menyerahkan gadai (jaminan) yang diterima oleh si pemberi hutang, sebagai jaminan atas haknya sampai si penanggung jawab hutang melunasi hutangnya. Jika sebagian dari kalian percaya kepada yang lain maka tidak harus ada catatan, saksi atau jaminan. Dan ketika itu utang-piutang menjadi amanah yang harus dipikul dan dibayarkan oleh si penerima utang kepada si pemberi hutang. Dan dia harus takut kepada Allah dalam memikul amanah ini. Dia tidak boleh mengingkarinya sedikitpun. Jika dia mengingkarinya maka orang yang menyaksikan transaksi tersebut harus menyampaikan kesaksiannya dan tidak boleh menyembunyikannya. Barangsiapa menyembunyikan kesaksiannya maka sesungguhnya hatinya adalah hati yang jahat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian perbuat, tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya, dan Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan kalian.

﴿لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾

284. Hanya milik Allah saja lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia lah yang menciptakan, menguasai dan mengaturnya. Apabila kalian memperlihatkan atau menyembunyikan apa yang ada di dalam hati kalian, niscaya Allah mengetahuinya dan akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan itu. Kemudian Allah akan mengampuni orang yang dikehendaki-Nya berkat kemurahan dan kasih sayang-Nya. Dan Dia akan menyiksa orang yang Dia kehendaki berdasarkan keadilan dan kebijaksaan-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

﴿آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ﴾

285. Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beriman kepada semua yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. Begitu juga dengan orang-orang mukmin. Mereka semua beriman kepada Allah, beriman kepada semua malaikat-Nya, semua kitab suci yang diturunkana kepada para Nabi, dan semua Rasul yang diutus-Nya. Mereka beriman kepada para Rasul itu seraya mengatakan, “Kami tidak membeda-bedakan antara Rasul yang satu dengan Rasul yang lain.” Dan mereka mengatakan, “Kami siap mendengarkan apa yang Engkau perintahkan kepada kami dan apa yang Engkau larang untuk kami. Kami taat kepada-Mu dengan melaksanakan apa yang Engkau perintahkan dan menjauhi apa yang Engkau larang. Dan kami memohon kepada-Mu, ya Rabb kami, agar Engkau berkenan mengampuni kami, karena sesungguhnya hanyalah Engkau satu-satunya tempat kami kembali dalam segala urusan.”

﴿لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ﴾

286. Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan sesuatu yang sanggup dilakukannya, karena agama Allah dibangun di atas asas kemudahan, sehingga tidak ada sesuatu yang memberatkan di dalamnya. Barangsiapa berbuat baik, dia akan mendapatkan ganjaran atas apa yang dia lakukan, tanpa dikurangi sedikitpun. Dan barangsiapa berbuat buruk, dia akan memikul dosanya sendiri, tidak dipikul oleh orang lain. Rasulullah dan orang-orang mukmin berdoa, “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau salah dalam perbuatan atau ucapan yang tidak kami sengaja. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebani kami dengan sesuatu yang memberatkan dan tidak sanggup kami jalankan, sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami yang Engkau hukum atas kezaliman mereka, seperti orang-orang Yahudi. Dan janganlah Engkau pikulkan kepada kami perintah maupun larangan yang memberatkan dan tidak sanggup kami jalankan. Maafkanlah dosa-dosa kami, ampunilah diri kami, dan sayangilah kami dengan kemurahan-Mu. Engkaulah pelindung dan penolong kami. Maka tolonglah kami dalam menghadapi orang-orang kafir.

الترجمات والتفاسير لهذه السورة: