الباطن
هو اسمٌ من أسماء الله الحسنى، يدل على صفة (الباطنيَّةِ)؛ أي إنه...
Dari Anas -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Putra Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- sedang menderita sakit. Lantas Abu Ṭalḥah keluar lalu anak itu meninggal dunia. Saat Abu Ṭalḥah kembali, ia bertanya, "Apa yang terjadi terhadap putraku?" Ummu Sulaim, ibu sang anak menjawab, "Dia sudah lebih tenang." Selanjutnya Ummu Sulaim menghindangkan makan malam kepada Abu Ṭalḥah lalu ia pun makan. Selanjutnya Abu Ṭalḥah menggaulinya. Setelah selesai berhubungan, Ummu Sulaim berkata, "Orang-orang sudah mengubur anak itu." Keesokan paginya Abu Ṭalḥah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu memberitahukan hal tersebut. Nabi bertanya, "Apakah tadi malam kalian berhubungan?" Abu Ṭalḥah menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Ya Allah, berkahilah keduanya." Lantas Ummu Sulaim melahirkan seorang anak. Abu Ṭalḥah berkata kepadaku (Anas), "Bawalah anak itu sampai engkau menghadap kepada Nabi - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dia juga mengirimkan beberapa butir kurma bersama Anas. Nabi bertanya, "Apakah anak ini membawa sesuatu?" Anas menjawab, "Ya. Beberapa butir kurma." Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambilnya lalu mengunyahnya. Setelah itu mengambilnya dari mulutnya dan meletakkannya di mulut anak itu lalu Nabi mentahniknya dan memberinya nama Abdullah." Dalam riwayat lain disebutkan, "Ibnu Uyainah berkata, "Seorang lelaki Ansar berkata, "Aku lihat sembilan orang anak yang seluruhnya membaca (hafal) Alquran. Yakni, anak-anak Abdullah." Dalam riwayat lain disebutkan, "Putra Abu Ṭalḥah dari Ummu Sulaim meninggal dunia lalu Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, "Kalian jangan bercerita kepada Abu Ṭalḥah mengenai putranya sampai aku yang bercerita kepadanya." Ketika Abu Ṭalḥah datang, Ummu Sulaim menyuguhkan makan malam kepadanya lalu ia pun makan dan minum. Selanjutnya Ummu Sulaim berhias lebih rapi dari biasanya hingga Abu Ṭalḥah menggaulinya. Setelah selesai makan malam dan berhubungan, Ummu Sulaim berkata, "Wahai Abu Ṭalḥah, bagaimana pendapatmu sekiranya ada kaum yang meminjamkan barang pinjaman kepada keluarganya lalu mereka meminta kembali barang pinjamannya, apakah boleh mereka menolaknya?" Abu Ṭalḥah menjawab, "Tidak." Istrinya berkata, "Mohonlah pahala atas putramu." Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- marah mendengar perkataan istrinya lalu berkata, "Engkau membiarkanku hingga aku melakukan jimak lalu engkau memberitahuku mengenai putraku?" Lantas Abu Ṭalḥah berangkat menuju Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mengadukan istrinya dan apa yang telah dilakukannya. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendoakannya, "Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua." Selanjutnya istri Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- hamil, dan ia bersama suaminya sedang bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu perjalanan. Di antara kebiasaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak langsung masuk Madinah (sampai beliau mengirim utusan untuk memberitahu penduduk Madinah mengenai kedatangan kafilah). Ternyata Ummu Sulaim mengalami kontraksi melahirkan sehingga Abu Ṭalḥah tertahan tidak bisa masuk Madinah. Sementara itu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berangkat. Anas berkata, "Lantas Abu Ṭalḥah berdoa kepada Rabbnya, 'Wahai Rabbku, Engkau tahu bahwa aku sangat suka untuk keluar bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila beliau keluar dan masuk bersamanya apabila beliau masuk. Sedangkan (sekarang) aku tertahan sebagaimana Engkau lihat'." Ummu Sulaim -raḍiyallāhu 'anha- berkata kepada Abu Ṭalḥah, "Wahai Abu Ṭalḥah, aku tidak merasakan apa yang pernah aku rasakan, berangkatlah!" Lantas kami berangkat, dan ketika kafilah tiba di Madinah, Ummu Sulaim mengalami kontraksi melahirkan lalu melahirkan seorang anak laki-laki. Selanjutnya Ibuku berkata kepadaku, "Wahai Anas, tidak boleh ada seorang pun wanita yang menyusuinya hingga kamu bawa dia menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ketika pagi tiba, aku bawa dia menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-…lalu ia menyebutkan sampai akhir hadis.
Hadis Anas bin Mālik berkenaan dengan Abu Ṭalḥah bahwa dia mempunyai seorang anak yang mengeluh. Artinya sedang menderita sakit. Abu Ṭalḥah adalah suami ibu Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhum-. Ia menikahi ibunya setelah (pisah) dari bapak Anas. Abu Ṭalḥah pergi untuk satu keperluannya lalu anak itu meninggal dunia. Saat pulang, Abu Ṭalḥah bertanya kepada Ummu Sulaim mengenai anak tersebut, "Bagaimana keadaan putraku?" Ummu Sulaim menjawab, "Dia sangat tenang." Dia berbicara benar bahwa anaknya sangat tenang karena dia sudah meninggal dunia. Sementara Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- memahami bahwa anaknya sudah sembuh dan sekarang sehat. Lantas Ummu Sulaim menghidangkan makan malam, Abu Ṭalḥah pun menyantap makan malam karena (merasa) anaknya sudah sembuh. Setelah itu dia menggauli istrinya. Setelah selesai berhubungan badan, Ummu Sulaim berkata, "Orang-orang sudah menimbun anak itu." Yakni, orang-orang sudah mengubur anak tersebut karena dia sudah wafat, -berdasarkan riwayat pertama-. Ketika pagi tiba, Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- mengubur anak tersebut dan memberitahukan hal tersebut kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bertanya, "Apakah tadi malam kalian berhubungan?" Abu Ṭalḥah menjawab, "Ya." Lantas beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendoakan keberkahan untuk keduanya. Selanjutnya Ummu Sulaim -raḍiyallāhu 'anha- melahirkan seorang anak yang diberkahi. Anas berkata, "Abu Ṭalḥah berkata kepadaku, "Bawalah anak ini sampai engkau bertemu dengan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-," ia juga mengirimkan beberapa butir kurma bersamanya agar beliau melakukan tahnik padanya supaya ludah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjadi makanan yang pertama kali masuk ke dalam perut si anak sehingga mendapatkan keberkahan. Setelah Anas sampai ke hadapan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bertanya, "Apakah anak ini membawa sesuatu?" Yakni, yang dapat dijadikan untuk tahnik. Anas -raḍiyallāhu 'anhu- menjawab bahwa dia membawa beberapa butir kurma. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengambil kurma itu lalu mengunyahnya supaya bercampur dengan air liurnya yang mulia dan anak tersebut mampu menelannya. Dengan demikian makanan yang pertama kali masuk ke dalam perutnya adalah kunyahan yang bercampur dengan air liur al-Mushthafa -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga anak itu bahagia dan memperoleh keberkahan. Selanjutnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengeluarkan kurma yang sudah dikunyah dari mulutnya lalu meletakkannya di mulut anak bayi itu kemudian memijitnya dengan mentahniknya serta memberinya nama Abdullah. Anak bayi ini selanjutnya mempunyai sembilan orang anak yang seluruhnya membaca (hafal) Alquran berkat doa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Adapun menurut riwayat Muslim, "Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, "Janganlah kalian bercerita kepada Abu Ṭalḥah mengenai anaknya sampai aku yang pertama kali memberitahukan berita tersebut kepadanya." Ketika Abu Ṭalḥah datang, Ummu Sulaim menyuguhkan makan malam kepadanya lalu ia pun makan dan minum. Selanjutnya Ummu Sulaim berhias, memakai minyak wangi, dan berpura-pura hingga Abu Ṭalḥah menggaulinya. Setelah selesai berhubungan badan, Ummu Sulaim memberikan perumpamaan kepada Abu Ṭalḥah dengan barang pinjaman yang dikembalikan lagi kepada pemiliknya." Ia berkata kepada Abu Ṭalḥah, "Wahai Abu Ṭalḥah, bagaimana pendapatmu sekiranya ada kaum yang meminjamkan barang pinjaman kepada keluarganya lalu mereka meminta kembali barang pinjamannya, apakah boleh mereka menolaknya?" Abu Ṭalḥah menjawab, "Tidak." Istrinya berkata, "Mohonlah pahala atas putramu." Abu Ṭalḥah - raḍiyallāhu 'anhu- marah mendengar perkataan istrinya lalu berkata, "Engkau membiarkanku hingga aku melakukan jimak lalu engkau memberitahuku mengenai putraku?" Lantas Abu Ṭalḥah berangkat menuju Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk mengadukan istrinya dan apa yang telah dilakukannya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mendoakan bagi keduanya dengan sesuatu yang manfaatnya indah akan kembali kepada keduanya, "Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua." Yakni, apa yang telah kalian berdua lakukan di malam hari. Mudah-mudahan Allah menjadikannya hasil yang baik dan buah yang indah. Selanjutnya istri Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhā- hamil, dan ia bersama suaminya sedang bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam suatu perjalanan. Ketika mereka hendak memasuki Madinah, istri Abu Ṭalḥah merasakan sakit karena akan melahirkan (kontraksi). Di antara kebiasaan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak masuk Madinah sampai beliau mengirim utusan untuk memberitahu penduduk Madinah mengenai kedatangan kafilah. Ternyata Abu Ṭalḥah -raḍiyallāhu 'anhu- tertahan tidak bisa masuk Madinah karena sibuk mengurusi istrinya. Sementara itu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berangkat. Lantas Abu Ṭalḥah berdoa kepada Rabbnya, "Wahai Rabbku, Engkau tahu bahwa aku sangat suka untuk keluar bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- apabila beliau keluar dan masuk bersamanya apabila beliau masuk. Sedangkan (sekarang) aku tertahan sebagaimana Engkau lihat." Ummu Sulaim -raḍiyallāhu 'anha- berkata kepada Abu Ṭalḥah, "Wahai Abu Ṭalḥah, aku tidak merasakan apa yang pernah aku rasakan." Yakni, aku tidak merasakan sakit melahirkan seperti yang pernah aku alami sebelumnya." Setelah itu Ummu Sulaim berkata kepadanya, "Pergilah." Ketika kafilah tiba di Madinah, Ummu Sulaim mengalami kontraksi lalu lahirlah seorang anak laki-laki. Selanjutnya ia menyuruh Anas - raḍiyallāhu 'anhu- agar membawa anak itu kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan tidak boleh ada seorang pun wanita yang menyusuinya agar makanan pertama yang masuk ke dalam perutnya adalah air liur Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sehingga mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat baginya. Dampak hal itu terlihat pada anak ini dengan memperoleh banyak putra yang saleh, bertakwa, dan beruntung. Sebagai penutup penjelasan ini bahwa tabaruk dengan sesuatu yang terpisah dari tubuh merupakan salah satu kekhususan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tanpa ada seorang pun dari umat ini yang menyertainya. Bukti paling besar untuk masalah ini adalah bahwa para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- yang menyaksikan turunnya Alquran dan memahami hakikat agama tidak mencari keberkahan pada para khulafaurrasyidin, dan tidak juga kepada sepuluh sahabat selain mereka.