المؤمن
كلمة (المؤمن) في اللغة اسم فاعل من الفعل (آمَنَ) الذي بمعنى...
Tindakan seorang mujtahid mengedepankan salah satu dari dua dalil yang kontradiktif karena adanya indikasi yang menunjukkan hal itu.
Tarjih adalah menetapkan dominasi satu dalil terhadap dalil lainnya, baik keduanya adalah dalil naqli, atau dalil aqli (rasional), ataupun salah satunya naqli dan lainnya aqli seperti nas (teks) dengan qiyas (analogi). Dalil pertama dinamakan rājiḥ dan dalil kedua marjūḥ. Berbeda-beda kekuatan (alasan) yang menjadikan rājiḥ suatu dalil atas dalil lainnya; kadang dari aspek validitas, seperti merajihkan (khabar) mutawātir terhadap (khabar) āḥād, dan juga dari aspek jenis dalil, seperti merajihkan Alquran terhadap Sunah. Kadang juga dari sisi dalalāh (isyarat), seperti merajihkan perkataan daripada perbuatan, dan berbagai alasan lainnya. Ada empat rukun tarjīḥ: Pertama: adanya dua dalil yang kontradiktif dalam pandangan seorang mujtahid. Kedua: adanya qarīnah (indikasi) di salah satu dalil, yaitu al-murajjaḥ bih. Ketiga: adanya seorang mujtahid, yaitu al-murajjiḥ. Keempat: penjelasan tentang dominasi salah satu dalil terhadap dalil yang lain. Tarjīḥ yang benar memiliki beberapa syarat: 1. Adanya halangan untuk menggabungkan dan mengamalkan kedua dalil. 2. Kedua dalil tersebut bersifat ẓannī (dugaan), sehingga keduanya menerima perbedaan. 3. Kedua dalil tersebut setara dalam halnya sebagai hujjah. Dengan demikian, dalil yang merupakan hujah tidak bisa dirajihkan terhadap dalil yang bukan hujah. 4. Seorang mujtahid harus mengetahui terpenuhinya syarat-syarat kontradiksi antara dua dalil. 5. Alasan mentarjih harus kuat, sehingga seorang mujtahid dapat lebih condong bahwa salah satu dalil lebih kuat dari dalil lainnya.
Tindakan memenangkan dan mengutamakan. Asal katanya “ar-rujḥān”, artinya berat dan tambahan. At-Tarjīḥ artinya tindakan menjadikan sesuatu lebih utama dan lebih dominan. Tarjīḥ juga memiliki makna menjadikan condong, menguatkan, mengedepankan.