المحسن
كلمة (المحسن) في اللغة اسم فاعل من الإحسان، وهو إما بمعنى إحسان...
Dari Ṣuhaib bin Sinān Ar-Rūmi -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Ada seorang raja yang hidup sebelum kalian, ia memiliki tukang sihir. Ketika tukang sihir ini sudah tua, ia berkata kepada raja, “Aku sudah tua, maka kirimlah seorang pemuda kepadaku untuk aku ajari sihir.” Lalu raja mengirimkan seorang pemuda yang bisa ia ajari sihir. Di jalan yang dilalui pemuda tersebut ada seorang pendeta. Pemuda ini mendatanginya dan mendengar petuahnya, lalu ia suka pada petuah tersebut. Sehingga, apabila ia ingin mendatangi tukang sihir ia pasti melewati pendeta itu dan duduk menyimak ajarannya. Lalu apabila ia datang pada tukang sihir ia pasti dipukul. Maka ia mengeluhkan hal itu kepada pendeta. Pendeta berkata, “Bila engkau takut dipukul tukang sihir, katakan kepadanya, 'Keluargaku menahanku,' dan bila engkau takut pada keluargamu (karena terlambat pulang), katakan, 'Si tukang sihir menahanku.'" Tatkala ia masih dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba ia bertemu seekor hewan besar yang menghalangi jalan orang banyak. Ia berkata, “Hari ini aku akan tahu, apakah tukang sihir lebih baik ataukah pendeta yang lebih baik.” Ia mengambil batu lalu berkata, “Ya Allah! Bila ajaran pendeta lebih Engkau sukai dari ajaran tukang sihir itu maka bunuhlah binatang ini agar orang-orang bisa lewat.” Ia lalu melemparkan batu itu padanya dan berhasil membunuhnya. Orang-orang pun bisa lewat. Lalu ia mendatangi pendeta dan memberitahukan peristiwa itu kepadanya. Pendeta berkata, “Wahai anakku! Hari ini engkau lebih baik dariku. Perkaramu telah sampai satu tingkatan seperti yang aku lihat, dan engkau akan mendapat ujian. Apabila engkau mendapat ujian jangan memberitahukan keberadaanku.” Pemuda ini bisa menyembuhkan orang buta, belang dan mengobati orang-orang dari penyakit-penyakit lainnya. Maka salah seorang menteri raja yang buta mendengar kehebatan pemuda ini. Ia pun mendatanginya dengan membawa hadiah yang banyak. Ia berkata, “Apa yang ada di sini menjadi milikmu semuanya jika engkau bisa menyembuhkanku.” Pemuda itu berkata, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun. Hanya Allah yang bisa menyembuhkan. Jika engkau beriman pada Allah, aku akan berdoa kepada-Nya lalu Dia akan menyembuhkanmu.” Maka ia beriman, lalu Allah menyembuhkannya. Menteri ini pun mendatangi raja lalu duduk di dekatnya seperti biasa. Raja berkata, “Siapa yang menyembuhkan matamu?” Ia menjawab, “Rabb-ku.” Raja berkata, “Engkau memiliki tuhan selain aku?” Ia berkata, “Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah.” Maka raja menangkapnya lalu terus menyiksanya hingga ia menunjukkan pada pemuda itu. Lalu pemuda itu ditangkap dan dibawa menghadap raja. Raja pun berkata, “Wahai anakku! Ilmu sihirmu telah mencapai tingkatan tinggi sehingga bisa menyembuhkan orang buta dan belang, dan engkau bisa melakukan ini dan itu.” Pemuda itu berkata, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, hanya Allah yang menyembuhkan.” Raja menangkapnya dan terus menyiksanya hingga ia memberitahukan keberadaan si pendeta. Lalu pendeta itu didatangkan, dan dikatakan padanya, “Tinggalkan agamamu.” Ia tidak mau. Lalu raja meminta gergaji yang kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya, lalu raja membelahnya hingga kedua sisi tubuhnya terjatuh di tanah. Setelah itu, menteri raja didatangkan dan dikatakan padanya, “Tinggalkan agamamu.” Ia tidak mau, lalu raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat di tengah kepalanya lalu membelahnya hingga kedua sisi tubuhnya jatuh di tanah. Setelah itu pemuda didatangkan lalu dikatakan padanya, “Tinggalkan agamamu.” Pemuda itu tidak mau. Lalu raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya, dan berpesan, “Bawalah ia ke gunung ini dan ini. Bawalah ia naik. Apabila kalian telah sampai di puncaknya, lalu jika ia mau meninggalkan agamanya, (biarkanlah dia) dan bila tidak mau, lemparkan ia dari atas gunung.” Mereka pun membawanya hingga naik ke puncak gunung. Pemuda itu berdoa, “Ya Allah! Selamatkan aku dari mereka dengan sekehendak-Mu.” Gunung itu lantas mengguncangkan mereka hingga mereka jatuh. Pemuda itu lalu mendatangi raja sambil berjalan. Raja bertanya, “Apa yang dilakukan kawan-kawanmu?” Pemuda itu menjawab, “Allah menyelamatkanku dari mereka.” Lalu raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya yang lain, raja berkata, “Bawalah ia pergi lalu naikkan ia ke sebuah perahu, lalu bawalah ia ke tengah laut. Jika ia mau meninggalkan agamanya, (bawalah dia pulang) dan bila ia tidak mau meninggalkannya, lemparkan dia.” Mereka pun membawanya ke tengah laut. Pemuda itu berdoa, “Ya Allah! Selamatkan aku dari mereka dengan sekehendak-Mu.” Perahu itu akhirnya terbalik dan mereka semua tenggelam. Pemuda itu lalu mendatangi raja dengan berjalan. Raja bertanya, “Apa yang dilakukan kawan-kawanmu?” Ia menjawab, “Allah telah menyelamatkanku dari mereka.” Maka ia berkata kepada raja, “Engkau tidak bisa membunuhku sampai engkau mau melakukan apa yang aku perintahkan.” Raja bertanya, “Apa yang kau perintahkan?” Pemuda itu berkata, “Engkau kumpulkan semua orang di satu tanah lapang dan engkau menyalibku di atas pelepah. Kemudian ambillah anak panah dari tempat anak panahku, kemudian letakkan anak panah itu di tengah-tengah busur, selanjutnya ucapkan, “Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini". Kemudian bidiklah aku. Bila engkau melakukannya pasti engkau bisa membunuhku.” Maka raja mengumpulkan orang-orang di satu tanah lapang dan ia menyalib pemuda itu di atas pelepah. Kemudian ia mengambil anak panah dari tempat anak panahnya, selanjutnya meletakkan anak panah itu di tengah-tengah busur. Kemudian ia mengucapkan, “Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini.” Kemudian ia membidiknya hingga anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipisnya tepat di tempat panah menancap lalu ia mati. Orang-orang berkata, “Kami beriman pada Rabb pemuda itu. Kami beriman pada Rabb pemuda itu. Kami beriman pada Rabb pemuda itu.” Raja didatangi dan diberi laporan, “Tahukah Anda apa yang Anda khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiran Anda itu telah menimpa Anda. Orang-orang telah beriman.” Maka raja itu memerintahkan pembuatan parit di jalanan. Parit-parit pun dibuat dan api dinyalakan (di dalamnya). Raja berkata, “Siapa yang tidak meninggalkan agamanya, masukkan ke dalamnya.” Atau dikatakan padanya, “Masuklah.” Mereka pun melakukan perintah itu, hingga datang seorang wanita yang bersama bayinya. Ia mundur agar tidak terjatuh dalam parit api. Maka bayi itu berkata: “Wahai ibuku! Bersabarlah. Sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran."