الأحد
كلمة (الأحد) في اللغة لها معنيانِ؛ أحدهما: أولُ العَدَد،...
Dari Abdulllah bin Zam'ah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa ia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhutbah. Beliau menyebutkan unta (Nabi saleh) dan orang yang menyembelihnya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan, "Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka, yaitu seorang laki-laki yang perkasa, jahat perangainya dilindungi oleh kaumnya." Kemudian beliau menyebut kaum wanita, beliau menasehati terkait diri mereka. Beliau bersabda, "Salah seorang dari kalian marah lalu mendera istrinya seperti mendera budak, padahal boleh jadi ia menggaulinya di penghujung hari." Kemudian beliau menasehati mereka terkait tawa mereka karena kentut, beliau bersabda, "Mengapa salah seorang kalian menertawakan apa yang ia (sendiri juga) lakukan?".
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhutbah, dan Abdullah bin Zam'ah mendengarkannya. Di antara khutbah yang beliau sampaikan, ia mendengar Nabi menyebut unta yang menjadi mukjizat Nabi Ṣaleh -semoga ṣalawat dan salam yang terbaik terlimpahkan pada Nabi kita dan Nabi saleh-. Juga di antara yang beliau sebutkan adalah oknum yang menyembelih unta tersebut. Orang ini bernama Qużār bin Salif, sosok yang paling celaka di antara kaumnya. Di antara kriterianya adalah ia jarang ada padanannya, sangat suka berbuat kerusakan, dan dilindungi oleh kaumnya. Kemudian Rasulullah -'alaihi aṣsalatu wa as-salam- berkata dalam khutbahnya, "Salah seorang dari kalian marah lalu mendera istrinya seperti mendera budak." Ini biasanya pukulan keras. Konteks hadis mengungkapkan mustahil kedua perkara ini terjadi dari orang yang berakal, yakni berlebihan memukul istrinya kemudian menggaulinya di penghujung hari atau di malam harinya. Hubungan intim suami istri hanya indah apabila disertai hasrat dan keinginan mempergauli. Sementara orang yang didera biasanya benci pada orang yang menderanya. Maka ini isyarat akan tercelanya perbuatan tersebut. Dan bila memang pemukulan tersebut harus dilakukan, hendaknya memberi pelajaran dengan memukul ringan, di mana tidak menimbulkan kebencian besar. Jadi, tidak berlebihan dalam memukul juga tidak mengesampingkan pemberian pelajaran. Kemudian "beliau menasihati mereka", yakni memperingatkan mereka terkait "tertawa mereka karena kentut". Karena perbuatan ini tidak sesuai dengan sifat orang yang terhormat, karena menyinggung kehormatan (orang lain). Beliau bersabda mengecam tindakan ini, “Mengapa salah seorang dari kalian menertawakan apa yang ia (sendiri juga) lakukan?” Karena tertawa itu hanya pantas disebabkan perkara aneh dan ganjil, yang pengaruhnya terlihat pada kulit sehingga muncul senyum. Jika pengaruh ini kuat dan disertai suara maka disebut tawa. Jika lebih dari hal itu disebut terbahak-bahak. Dan jika perkara ini biasa dilakukan setiap orang, lantas apa alasan menertawakan terjadinya perkara itu dari pelakunya?