البحث

عبارات مقترحة:

الطيب

كلمة الطيب في اللغة صيغة مبالغة من الطيب الذي هو عكس الخبث، واسم...

المبين

كلمة (المُبِين) في اللغة اسمُ فاعل من الفعل (أبان)، ومعناه:...

المحيط

كلمة (المحيط) في اللغة اسم فاعل من الفعل أحاطَ ومضارعه يُحيط،...

Dari Usāmah bin Zaid -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- disodori cucu laki-laki dari anak perempuannya yang sudah meninggal lalu kedua mata Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- berlinang. Maka Sa'ad berkata kepadanya, "Apakah ini wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ini adalah kasih sayang yang Allah -Ta'ālā- jadikan di dalam hati hamba-hamba-Nya. Dan Allah hanya mengasihi hamba-hamba-Nya yang penuh kasih."

شرح الحديث :

Usāmah bin Zaid yang dijuluki kekasih Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menyebutkan bahwa putri Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- mengutus seseorang untuk mengabarkan bahwa putranya sedang sekarat seraya meminta beliau untuk hadir. Maka utusan itu menyampaikannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-. Beliau kemudan bersabda, "Perintahkan dia (putrinya) untuk bersabar dan mengharap pahala (dari Allah), karena sesungguhnya milik Allah apa yang diambilnya dan miliknya juga apa yang diberikan-Nya, serta segala sesutu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah ditetapkan." Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- mengajarkan kalimat yang agung, "fa inna lillāhi mā akhaża wa lahu mā a'ṭā" Ini merupakan kalimat yang agung maknanya. Jika segala sesuatu milik Allah. Maka bila Allah ambil, itu memang miliknya dan jika Allah berikan, itu juga miliknya. Jadi bagaimana kamu boleh marah jika Dia mengambil darimu sesuatu yang memang merupakan milik-Nya? Oleh karena itu disunahkan bagi seseorang apabila ditimpa musibah untuk menguapkan, "Innā lillāhi wa innā ilaihi rājiuun". Yakni bahwa kami adalah milik Allah dia berbuat terhadap kami apa yang Dia kehendaki. Demikian pula apa yang kami cintai, jika Dia mengambilnya dari kami, maka itu adalah milik-Nya -'Azza wa Jalla-. Miliknya apa yang Dia ambil dan milik-Nya juga apa yang Dia berikan. Bahkan yang Dia berikan kepadamu, bukanlah menjadi milikmu, semua itu milik Allah. Oleh karena itu kamu tidak boleh menggunakan apa yang diberikan Allah keculai sesuai dengan apa yang diizinkan-Nya. Ini merupakan bukti bahwa kepemilikan kita terhadap apa yang diberikan oleh Allah kepada kita ada merupakan milik Allah. Sabda beliau: "bi ajalin musammā" maksudnya adalah ajal tertentu. Jika engkau telah meyakini hal ini, yaitu bahwa milik Allah apa yang diambil-Nya dan milkik-Nya juga apa diberikan-Nya, dan segala sesuatu ada batas waktunya maka kamu akan kanaah. Ungkapan terakhir ini menunjukkan bahwa seseorang tidak mungkin merubah ajal yang sudah ditentukan, baik disegerakan atau diakhirkan. Sebagaimana firman Allah -Ta'ālā-, "Setiap umat memiliki ajal. Jika telah datang ajal mereka, tidak dapat mereka akhirkan atau majukan." (Yunus: 49) Jadi tidak ada manfaatnya marah dan murka, karena walaupun dia murka maka itu tidak akan merubah apapun yang sudah ditakdirkan. Kemudian sang utusan tersebut menyampakan kepada putri Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- apa yang diperintahkan Nabi kepadanya, akan tetapi sang putri kembali mengutusnya untuk memintanya datang. Beliaupun berangkat bersama sejumlah sahabatnya. Setibanya di sana beliau menggendong sang anak sedangkan nafasnya sesenggukan naik turun, maka Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- pun menangis. Sa'ad bin 'Ubādah yang ikut bersamanya bertanya, 'Kenapa menangis?' Dia mengira bahwa Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menangis karena marah. Maka Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, "Ini adalah kasih sayang." Maksudnya adalah dia menangis karena mengasihi sang anak bukan karena menolak takdir. Kemudian beliau -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya Allah hanya mengasihi hamba-Nya yang pengasih." Hadis ini menjadi dalil dibolehkannya menangis karena mengasihi orang yang terkena musibah.


ترجمة هذا الحديث متوفرة باللغات التالية