الحفي
كلمةُ (الحَفِيِّ) في اللغة هي صفةٌ من الحفاوة، وهي الاهتمامُ...
Dari Laqīṭ bin Ṣabirah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Aku pernah menjadi utusan Bani Al-Muntafiq -atau bersama utusan Bani Al-Muntafiq- kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Ia berkata, "Saat kami tiba kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kami tidak berjumpa dengan beliau di rumahnya. Kami hanya bertemu dengan Aisyah, Ummul Mukminin." Ia berkata, "Lantas Aisyah memerintahkan agar dibuatkan bubur gandum untuk kami. Bubur itu pun dibuat untuk kami." Ia berkata, "Selanjutnya kami diberi nampan (Qutaibah tidak mengatakan, "Al-Qinā". Al-Qinā' artinya nampan berisi kurma). Lantas datanglah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bertanya, "Apakah kalian sudah menyantap sesuatu? -atau apakah kalian sudah disuruh untuk menyantap sesuatu?-. Laqīṭ bin Ṣabirah berkata, "Kami jawab, "Ya, wahai Rasulullah." Ia berkata, "Saat kami sedang duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tiba-tiba ada seorang penggembala yang menggiring kambingnya ke kandang bersama seekor anaknya yang mengembik. Beliau bertanya, "Hai fulan, apa kambing ini beranak?" Orang itu menjawab, "Ya, betina." Beliau bersabda, "Sembelihlah seekor kambing untuk kami sebagai gantinya." Selanjutnya beliau bersabda, "Janganlah engkau mengira -beliau tidak mengatakan, "Janganlah engkau menghitung"- kami menyembelih kambing ini karena engkau. Kami memiliki seratus ekor kambing dan kami tidak ingin (jumlahnya) lebih. Jika ada kambing yang beranak maka kami sembelih satu ekor sebagai gantinya." Laqīṭ berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, aku memiliki seorang istri yang buruk tutur katanya." Beliau bersabda, "Ceraikanlah ia!" Dia berkata, "Aku katakan, "Wahai Rasulullah, dia telah menjadi teman hidup dan aku memperoleh seorang anak darinya." Beliau bersabda, "Perintahkanlah ia -beliau bersabda, "Nasihatilah ia!"- Jika dalam dirinya ada kebaikan, niscaya akan berguna, dan janganlah engkau memukul istrimu seperti engkau memukul budak perempuanmu!" Aku katakan, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku mengenai wudu!" Beliau bersabda, "Sempurnakan wudu dan sela-selalah antara jari-jemari, serta maksimalkanlah dalam istinsyāq (menghirup air ke dalam hidung) kecuali jika engkau sedang puasa!"
Sahabat yang agung, Laqīṭ bin Ṣabirah -raḍiyallāhu 'anhu- menjelaskan kepada kita bahwa dia sebagai utusan kaumnya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Di antara kebiasaan para utusan, mereka bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengenai hal yang penting bagi mereka dan hal-hal menjadi masalah bagi mereka. Lantas Aisyah menghidangkan bubur dan kurma untuk mereka, dan mereka melihat seorang penggembala Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membawa seekor anak kambing kecil. Selanjutnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyuruh dia menyembelih seekor kambing, dan beliau memberitahu utusan bahwa beliau menyembelih kambing tersebut bukan karena dia sehingga mengira bahwa dia (utusan) telah menyusahkannya dalam bertamu lalu menolak. Di antara pertanyaan Laqīṭ -raḍiyallāhu 'anhu-, dia bertanya mengenai tata cara berinteraksi dengan istri yang lisannya (tutur katanya) buruk. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberitahukan bahwa terapinya dengan menasihatinya jika ada kebaikan padanya, dan jika tidak maka dengan perceraian. Beliau juga menyuruhnya untuk tidak memukul istrinya seperti pukulan kepada budak perempuan. Demikian juga dia menanyakan tentang wudu. Lantas Nabi - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memaparkan kepadanya mengenai kewajiban menyempurnakan wudu. Yakni, menyempurnakan basuhan setiap anggota wudu yang dibasuh, dan menyempurnakan usapan anggota wudu yang diusap, dan disunahkannya menyela-nyela. Hal itu untuk menjamin sampainya air ke seluruh anggota wudu. Adapun jika air tidak bisa sampai ke antara jari-jemari kecuali dengan menyela-nyelanya maka itu termasuk penyempurnaan wudu yang diwajibkan. Selanjutnya beliau menjelaskan sunah berlebih-lebihan dalam memasukkan air ke hidung bagi orang yang tidak puasa, sebab bagi orang yang puasa dikhawatirkan air sampai ke perut. Hal yang menunjukkan perbuatan ini sunah dan bukan wajib bahwa perbuatan tersebut dianjurkan saat buka puasa saja.