الخبير
كلمةُ (الخبير) في اللغةِ صفة مشبَّهة، مشتقة من الفعل (خبَرَ)،...
Dari Ibnu Abbas -raḍiyallāhu 'anhumā- ia berkata, “Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah berdoa dengan mengucapkan, “Wahai Rabb-ku! Berilah aku pertolongan dan janganlah Engkau menolong (musuh) terhadapku, berilah aku kemenangan dan jangan berikan kemenangan (musuh) atasku, berilah aku taktik/tipu daya (melawan musuh) dan jangan Engkau memberikan tipu daya (musuh) terhadapku! Berilah petunjuk kepadaku, dan mudahkanlah petunjuk untukku, dan tolonglah aku menghadapi orang yang berbuat zalim terhadapku! Ya Allah, jadikanlah aku orang yang bersyukur kepada-Mu, berzikir kepada-Mu, takut kepada-Mu, tunduk kepada-Mu, khusyuk dan kembali kepada-Mu. Wahai Rabb-ku, terimalah taubatku, cucilah dosaku, kabulkanlah doaku, kokohkanlah hujjahku, berilah petunjuk kepada hatiku, luruskanlah lisanku, dan cabutlah dengki dari hatiku.”
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah berdoa dengan mengucapkan, "Rabbi a'innī," yakni berikanlah kepadaku taufik untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu. "Wa lā tu'in 'alayya," yakni janganlah memenangkan atasku orang yang akan mencegahku dari mentaati-Mu dari kalangan setan manusia dan jin. "Wa unṣurnī wa lā tanṣur 'alayya," yakni tolonglah aku atas orang-orang kafir dan janganlah jadikan mereka menang atasku, atau tolonglah aku menghadapi jiwaku karena sesungguhnya ia musuhku yang paling berbahaya dan janganlah memenangkan jiwa yang memerintahkan kepada keburukan atasku yaitu dengan mengikuti hawa nafsu dan meninggalkan petunjuk. "Wamkur lī wa lā tamkur 'alayya," yakni tipu dayalah musuh-musuhku yang membuat makar/tipu daya dan jatuhkanlah mereka dengan cara yang tidak mereka sadari dan janganlah lakukan hal itu terhadapku. Membuat makar/tipu daya di antara sifat-sifat Allah -Ta’ālā- al-fi’liyyah (yang menunjukkan perbuatan), akan tetapi Dia tidak disifatkan dengannya secara mutlak, namun disifatkan dengannya ketika penyifatan tersebut adalah suatu pujian bagi-Nya, seperti makar-Nya terhadap orang-orang kafir dan orang yang membuat makar terhadap orang-orang Mukmin dan yang semisalnya. Tidak boleh menafikan/meniadakan sifat makar dari Allah -Ta’ālā- karena Dia menetapkannya untuk diri-Nya, maka kita pun harus menetapkannya untuk-Nya sesuai dengan yang pantas bagi-Nya. "Wa ihdinī wa yassir hudāya ilayya," yakni tunjukkan aku kepada kebaikan dan mengikuti hidayah atau jalan-jalan petunjuk sehingga aku tidak berat melakukan ketaatan dan tersibukkan dari menunaikan ibadah. "Wa unṣurnī 'alā man bagā 'alayya," yakni tolonglah aku terhadap orang yang berbuat zalim kepadaku dan menggangguku. "Allāhumma ij'alnī laka syākiran," (Ya Allah, jadikanlah aku orang yang bersyukur kepada-Mu) yakni atas segala nikmat. "Laka żākiran," (berzikir kepada-Mu) pada semua waktu. "Laka rāhiban," (takut kepada-Mu) yakni takut pada waktu senang dan susah. "Laka mithwā'an," (tunduk kepada-Mu) yakni banyak tunduk dan patuh. "Ilaika mukhbitan," yakni tunduk, khusyuk, dan merendahkan diri. "Munīban," yakni kembali kepada-Mu dalam keadaan bertaubat karena taubat itu adalah kembali dari kemaksiatan menuju ketaatan. "Rabbi taqabbal taubatī," yakni jadikan ia (taubatku) benar dengan terpenuhi syarat-syarat dan adab-adabnya agar ia (taubatku) tidak luput dari pengabulan. "Wagsil ḥaubatī," yakni hapuskanlah dosaku. "Wa ajib da'watī," yakni kabulkan doaku. "Wa ṡabbit hujjatī," (kokohkanlah hujjahku) yakni atas musuh-musuh-Mu di dunia, atau kokohkanlah perkataanku dan kejujuranku di dunia dan tatkala menjawab pertanyaan dua malaikat (di kubur). "Wahdi qalbī wa saddid lisānī," yakni benarkan dan luruskan lisanku sehingga tidak mengatakan kecuali kejujuran dan tidak berbicara kecuali dengan kebenaran. "Waslul sakhīmata qalbī," yakni keluarkan sifat menipunya, permusuhannya, kebenciannya, kedengkiannya, dan sifat-sifat buruk semisalnya yang tumbuh dari dada dan tertanam di dalam hati.