آداب السلام والاستئذان
Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa seseorang meminta izin kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka beliau bersabda, "Izinkanlah dia, sejelek-jelek anak dari kabilahnya"  
عن عائشة -رضي الله عنها- أن رجلًا استأذن على النبي -صلى الله عليه وسلم- فقال: «ائْذَنُوا له، بئس أخو العَشِيرَةِ؟».

شرح الحديث :


Seorang lelaki minta izin kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- , maka beliau bersabda, "Izinkanlah dia, sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya atau anak dari seluruh keluarganya." Setelah orang itu duduk, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bermuka ceria di hadapannya dan menyambut orang itu. Setelah lelaki tersebut pergi, Aisyah bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah, saat engkau melihat lelaki itu, engkau katakan kepadanya begini dan begini. Selanjutnya engkau berseri-seri di hadapannya dan senang kepadanya? Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, "Wahai Aisyah, kapan engkau mengenalku sebagai orang yang keji? Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia demi menghindari kejahatannya." Orang ini adalah pembuat kerusakan dan kejahatan. Karena itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan gibah kepada orang itu mengenai apa yang layak baginya. Beliau bersabda, "Sejelek-jelek orang dari kabilahnya." Ini demi mengingatkan manusia dari keburukannya sehingga mereka tidak terperdaya olehnya. Jika engkau melihat seorang pembuat kerusakan dan kesesatan, tapi ia mampu menyihir manusia dengan kefasihannya, maka engkau wajib menjelaskan bahwa orang ini pembuat kerusakan supaya manusia tidak terperdaya olehnya. Tidak sedikit orang yang pandai bicara dan tutur katanya fasih, ketika engkau melihatnya, engkau terpesona dengan tubuhnya dan jika ia berkata, engkau mendengar ucapannya, tapi ia tidak memiliki kebaikan, maka menjadi satu kewajiban untuk menjelaskan perkaranya. Adapun sikap ramah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada lelaki tersebut, itu adalah bagian dari sikap akrab. Para ulama sendiri menetapkan bahwa akrab dan ramah dalam bergaul adalah sesuatu yang dituntut. Maksudnya ketika berinteraksi dengan orang lain. Ini berbeda dengan sikap "Al-Mudāhanah" (cari muka). Tindakan mencari muka dapat menyebabkan seseorang meninggalkan kewajiban atau melakukan hal yang dilarang. Tentunya, bagaimanapun keadaannya, tindakan tersebut tidak boleh. Hal ini berdasarkan firman Allah -Ta'ālā, "Mereka menginginkan agar engkau bersikap lunak supaya mereka bersikap lunak (pula)," (QS. Al-Qalam: 9). Adapun berlaku ramah dan berinteraksi dengan manusia dalam hal yang dapat merealisasikan kemaslahatan dan tidak menimbulkan kerusakan sekecil apa pun, maka sesungguhnya ini adalah hal yang sesuai dengan syariat.  

ترجمة نص هذا الحديث متوفرة باللغات التالية