المقدم
كلمة (المقدِّم) في اللغة اسم فاعل من التقديم، وهو جعل الشيء...
Dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Ketika perang Badar, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memandangi kaum musyrikin yang berjumlah 1000 pasukan, sedangkan sahabat-sahabatnya berjumlah 319 orang. Lalu Nabiyullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menghadap kiblat, kemudian beliau menengadahkan kedua tangannya lalu beliau berdoa kepada Rabbnya dengan mengeraskan suara, 'Ya Allah! penuhilah untukku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah! Jika Engkau membinasakan pasukan Islam ini, maka tidak ada yang akan beribadah kepada-Mu di muka bumi ini.' Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terus berdoa kepada Rabbnya dan menengadahkan kedua tangannya menghadap kiblat, hingga selendang beliau terjatuh dari pundaknya, lalu datanglah Abu Bakar mengambil selendang tersebut dan memakaikannya kembali ke pundak beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kemudian mendekapnya dari belakang seraya berkata, 'Wahai Nabiyullah, cukup sudah munajatmu kepada Rabbmu, karena Dia pasti akan memberikan kepadamu apa yang telah dijanjikan untukmu.' Kemudian Allah -'Azzā wa Jallā- menurunkan ayat, '(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut.' (Al-Anfāl: 9). Lalu Allah membantunya dengan mendatangkan para Malaikat'." Abu Zamīl berkata, lalu Ibnu 'Abbās menceritakan kepadaku, ia berkata, "Tatkala ada seorang dari kaum Muslimin pada perang tersebut sedang mengejar seseorang dari kalangan orang kafir yang ada di hadapannya, tiba-tiba dirinya mendengar suara pecutan cambuk dari arah atas dan suara seorang penunggang kuda, dia berkata, 'Majulah Ḥaizūm.' Lalu dirinya menjumpai orang kafir tadi telah jatuh tersungkur mati, dia menghampirinya dan melihat di hidung dan wajah laki-laki itu ada bekas cambuk dan semuanya berwarna hijau. Selanjutnya orang Ansar tadi datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menceritakan kejadian tersebut, maka beliau berkata, 'Engkau benar, itu adalah bantuan dari langit ketiga.' Dan kaum Muslimin pada perang Badar tersebut membunuh tujuh puluh orang kafir serta berhasil menawan tujuh puluh yang lainnya'." Abu Zamīl berkata, Ibnu 'Abbās berkata, "Tatkala kaum Muslimin berhasil menawan para tawanan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, 'Apa pendapat kalian tentang hal yang pantas dilakukan terhadap para tawanan?' Abu Bakar berkata, 'Wahai Nabiyullah, sesungguhnya mereka anak paman dan punya ikatan kekeluargaan dengan kita. Saya berpendapat agar kiranya engkau mengambil tebusan dari mereka dan itu akan menjadi kekuatan bagi kita untuk menghadapi orang-orang kafir. Semoga Allah memberi mereka petunjuk untuk memeluk Islam.' Lalu beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya, 'Bagaimana menurutmu wahai Ibnu Al-Khaṭṭāb?' Aku menjawab, 'Tidak, demi Allah! wahai Rasulullah, aku tidak sependapat dengan Abu Bakar, namun aku berpendapat agar engkau mengizinkan kami untuk membunuh mereka. Engkau persilahkan Ali untuk membunuh Aqīl, dan mempersilahkan diriku untuk membunuh fulan. Karena sesungguhnya mereka itu adalah gembong kekufuran dan pemimpin kesesatan. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih cenderung kepada pendapat Abu Bakar dan bukan kepada pendapatku. Keeseokan harinya aku datang dan mendapati Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama Abu Bakar sedang duduk sambil menangis. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku apa yang membuat engkau dan sahabatmu menangis? Seandainya aku mendapati sesuatu yang patut untuk ditangisi, maka aku akan menangis dan jika tidak aku dapati hal itu, maka aku pun akan ikut menangis karena tangisan kalian berdua.' Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, 'Aku menangisi apa yang disampaikan sahabat-sahabatmu untuk mengambil tebusan mereka, telah diperlihatkan kepadaku siksaan bagi mereka yang lebih dekat daripada pohon ini, -yaitu pohon yang berada dekat dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Allah -'Azzā wa Jallā- telah menurunkan ayat, 'Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi,' (Al-Anfāl: 67), hingga firman-Nya, 'Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik.' (Al-Anfāl: 69). Lalu Allah menghalalkan ganimah untuk mereka."
Tatkala perang Badar berlangsung, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memandang kepada pasukan kaum musyrikin yang berjumlah 1000 orang. Sedangkan kaum Muslimin hanya berjumlah 319 orang. Beliau telah mengetahui sedikitnya jumlah pasukan kaum Muslimin dibandingkan dengan jumlah pasukan kaum musyrikin. Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menghadap kiblat, lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa dengan mengeraskan suaranya, beliau berdoa, "Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah! Jika Engkau membinasakan pasukan Islam ini, maka tidak ada yang akan beribadah kepada-Mu di muka bumi ini." Maksudnya adalah: Ya Allah, jadikanlah kenyataan untukku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, dan berilah kemenangan kepada kaum Muslimin atas orang-orang kafir, karena jika Engkau binasakan kaum Muslimin, maka tidak ada yang akan beribadah kepada-Mu di bumi ini. Beliau terus berdoa dengan mengangkat kedua tangannya sambil menghadap ke arah kiblat hingga selendang beliau terjatuh dari pundaknya. Lalu datanglah Abu Bakar mengambil selendang beliau dan meletakkannya kembali di atas pundak beliau dan kemudian mendekapnya dari belakang seraya berkata, "Wahai Nabi Allah, cukup sudah munajatmu kepada Rabbmu, karena Dia pasti akan memberikan kepadamu apa yang telah dijanjikan untukmu." Kemudian Allah -'Azzā wa Jallā- menurunkan ayat, "(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut'." (Al-Anfāl: 9). Yakni, jika kalian meminta perlindungan dan pertolongan kepada Allah, maka Dia akan memberikannya dan mendatangkan bala bantuan dengan seribu Malaikat. Kemudian Ibnu 'Abbās menceritakan bahwa tatkala ada seorang dari kaum Muslimin dari kaum Ansar pada perang tersebut, sedang mengejar seseorang dari kalangan orang kafir untuk membunuhnya, tiba-tiba dia mendengar suara pecutan cambuk dan suara seorang penunggang kuda, dia berkata, "Majulah Ḥaizūm." Lalu dia perhatikan dan dijumpainya orang kafir tadi telah jatuh tersungkur mati, dia dapati ada bekas cambukan di hidungnya dan luka sobek di wajahnya. Selanjutnya orang Ansar tadi datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan menceritakan kejadian tersebut, lalu beliau memberitahunya bahwa itu adalah malaikat dari para Malaikat langit ketiga. Dan Ḥaizūm adalah nama kuda yang ditunggangi oleh Malaikat tersebut. Pada peperangan Badar ini, kaum Muslimin berhasil membunuh tujuh puluh orang kafir serta berhasil menawan tujuh puluh yang lainnya. Tatkala kaum Muslimin berhasil menawan para tawanan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, "Apa pendapat kalian tentang apa yang akan dilakukan terhadap para tawanan?" Abu Bakar berkata, "Wahai Nabiyullah, sesungguhnya mereka adalah kerabat kita dan keturunan paman kita. Saya berpendapat agar kiranya engkau mengambil tebusan dari mereka dan membebaskan mereka. Uang tebusan itu akan membantu kita menghadapi orang-orang kafir. Semoga Allah memberi mereka petunjuk untuk memeluk Islam.” Dan Umar berkata, "Tidak, demi Allah! wahai Rasulullah, aku tidak sependapat dengan Abu Bakar, namun aku berpendapat untuk membunuh mereka, dan engkau jadikan setiap dari kita membunuh kerabatnya dari para tawanan, karena sesungguhnya mereka itu adalah gembong kekufuran dan para pemimpin kesesatan. Kemudian Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lebih cenderung kepada pendapat Abu Bakar dan bukan kepada pendapat Umar. Sehari kemudian, Umar datang dan mendapati Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama Abu Bakar sedang duduk sambil menangis. Umar berkata, "Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku apa yang membuat engkau dan sahabatmu menangis? Seandainya aku mendapati sesuatu yang patut untuk ditangisi, maka aku akan menangis, dan jika tidak aku dapati hal itu, maka aku akan berusaha untuk menangis dan ikut menangis bersama kalian berdua." Lalu Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberitahunya bahwa dirinya menangis karena Allah telah memperlihatkan siksaan bagi siapa saja yang menerima harta tebusan dari para tawanan, dan bahwa siksaan mereka itu telah diperlihatkan lebih dekat dari pohon ini, beliaupun menunjuk ke pohon yang berada dekat dari beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dan Allah -'Azzā wa Jallā- telah menurunkan ayat, "Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi" (Al-Anfāl: 67), hingga firman-Nya, "Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik." (Al-Anfāl: 69). Yakni, tidak patut bagi beliau jika memerangi orang-orang kafir yang hendak memadamkan cahaya Allah serta berupaya untuk menghancurkan agama-Nya, terlalu tergesa-gesa menawan mereka dengan tujuan memperoleh harta tebusan dari mereka. Ini adalah perkara yang sedikit maslahatnya dibandingkan kemaslahatan yang dihasilkan dari membunuh mereka dan menghilangkan kejahatan mereka. Selama mereka masih memiliki kekuatan untuk melakukan kejahatan, maka yang lebih tepat adalah tidak menawan mereka. Dan apabila kejahatan mereka telah sirna dan lemah, maka pada saat itu tidak mengapa untuk menjadikan mereka tawanan serta membiarkan mereka tetap hidup. Selanjutnya Allah menghalalkan bagi kaum Muslimin harta rampasan perang yang mereka rampas dari orang-orang kafir.