المؤمن
كلمة (المؤمن) في اللغة اسم فاعل من الفعل (آمَنَ) الذي بمعنى...
Dari Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Aku pernah meminta kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu beliau memberiku. Aku minta lagi pada beliau, beliau pun memberiku lagi. Aku meminta lagi, lalu beliau pun memberiku. Selanjutnya beliau bersabda, "Wahai Ḥakīm! Sesungguhnya harta ini sesuatu yang hijau dan manis. Siapa mengambilnya dengan jiwa kedermawanan, maka ia mendapatkan keberkahan dalam hartanya. Siapa mengambil harta dengan ketamakan, niscaya tidak akan mendapatkan keberkahan. Ia seperti orang yang makan tetapi tidak kenyang. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah." Ḥakīm berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak ingin lagi menerima apa pun dari orang sepeninggalmu nanti, sampai aku menutup mata." Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- pernah memanggil Ḥakīm untuk memberikan sesuatu padanya, tapi Ḥakīm menolak untuk menerima pemberian itu. Umar -raḍiyallāhu 'anhu- pun pernah memanggilnya untuk memberinya sesuatu, tapi ia juga enggan menerimanya. Lantas Umar berkata, "Wahai kaum Muslimin! Aku mempersaksikan kalian semua atas diri Ḥakīm, bahwa saya memberikan kepadanya harta rampasan perang yang telah Allah bagi untuknya, tapi ia menolak untuk mengambil haknya." Ḥakīm memang tidak pernah menerima suatu pemberian pun setelah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat hingga ia meninggal dunia."
Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- datang kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk meminta harta kepada beliau. Beliau pun memberinya. Ia meminta lagi, lalu beliau memberinya. Ia meminta kembali, beliau pun memberinya. Selanjutnya beliau bersabda kepadanya, "Wahai Ḥakīm! Sesungguhnya harta ini sesuatu yang hijau dan manis." Yakni, sesuatu yang disukai dan diminati. Jiwa-jiwa menyukainya dan berusaha mendapatkannya sesuai tabiatnya, sebagaimana jiwa-jiwa menyukai buah-buahan segar, sedap dipandang dan manis rasanya. Beliau bersabda, "Siapa mengambilnya dengan jiwa kedermawanan," yakni, siapa mendapatkan harta itu dengan jiwa tenang tanpa memaksa, rakus dan penuh harap, "maka ia mendapatkan keberkahan dalam hartanya." Yakni, Allah meletakkan keberkahan di dalam harta itu sehingga tumbuh dan menjadi banyak, meskipun harta yang diberikan itu sedikit, dan pemiliknya dianugerahi rasa puas sehingga ia memiliki jiwa yang kaya, hati yang tenang dan hidup bahagia. "Dan siapa mengambil harta dengan ketamakan," Yakni, menanti-nantinya (penuh harap), menjadikannya sebagai tujuan dan tamak terhadapnya, "niscaya tidak akan mendapatkan keberkahan." Yakni, Allah mencabut keberkahan dari harta itu dan menghapus rasa puas dari pemiliknya. Dengan demikian, ia menjadi orang yang selalu berjiwa fakir meskipun diberi harta simpanan bumi. Dalam hadis semakna yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan, "Sesungguhnya aku ini penjaga (harta). Siapa yang aku beri dengan kerelaan jiwa, maka akan mendapatkan keberkahan dalam kerjanya. Dan siapa yang aku beri harta dengan cara meminta-minta dan rakus, maka ia laksana orang yang makan namun tidak kenyang." "Ia seperti orang yang makan, tapi tidak pernah kenyang." Yakni, seperti orang yang dianiaya yang tidak kenyang makanan, meskipun ia sudah memakannya." Jika ini kondisi orang yang mengambil harta dengan rakus, bagaimana dengan orang yang mendapatkan harta dengan meminta-minta? Tentu ia lebih jauh dan parah lagi. Karena itu, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepada Umar bin Khaṭṭāb, "Harta yang diberikan kepadamu, sedangkan kamu tidak tamak dan tidak memintanya, maka ambillah! Adapun jika tidak seperti itu, maka janganlah ikuti hawa nafsumu!" Artinya harta yang datang kepadamu karena dengan keinginan jiwa, penuh harap dan dinanti-nanti, maka janganlah diambil! Dan harta yang datang kepadamu dengan meminta-minta maka janganlah engkau ambil! "Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah." Yakni, tangan yang memelihara kehormatan diri lebih baik dari tangan peminta-minta. Sebab, tangan seperti itu sudah merasa terhormat dan menjauhi kehinaan meminta-minta. Ini berseberangan dengan seseorang yang menjatuhkan harga dirinya dan kehormatannya karena membawa jiwanya kepada kehinaan. Lantas Ḥakīm bin Ḥizām -raḍiyallāhu 'anhu- bersumpah atas nama Zat yang telah mengutus Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan kebenaran, bahwa dia tidak akan meminta sesuatu kepada siapa pun sepeninggal Nabi. Ḥakīm berkata, "Wahai Rasulullah, demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku takkan lagi menerima sesuatu pun dari seseorang sepeninggal engkau nanti, sampai aku meninggal dunia." Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat dan kekhilafahan dijabat oleh Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu-. Ia memberikan hadiah kepada Ḥakīm, tapi ia menolaknya. Abu Bakar meninggal dunia, lalu Umar menjadi khalifah dan memanggil Ḥakīm untuk diberi. Ternyata Ḥakīm menolak. Lantas Umar meminta kesaksian orang-orang, seraya berkata, "Saksikanlah! Sesungguhnya aku memberinya harta dari Baitul Mal kaum Muslimin, akan tetapi ia tidak menerimanya. Umar -raḍiyallāhu 'anhu- mengatakan demikian agar tidak ada hujjah atas Umar pada hari kiamat di hadapan Allah dan terlepas tanggung jawabnya di hadapan manusia. Meskipun demikian, Ḥakīm tetap bersikeras untuk tidak mengambil darinya sesuatu pun hingga dia wafat.