الآخر
(الآخِر) كلمة تدل على الترتيب، وهو اسمٌ من أسماء الله الحسنى،...
Hal Rabb Subḥānahu wa Ta’ālā menutup diri dari seluruh manusia di dunia, dan dari orang kafir pada hari Kiamat sehingga mereka tidak bisa melihat-Nya.
Dikemukakan dalam berbagai nas syar’i bahwa Allah ‘Azza wa Jalla memiliki hijab yang terpisah dari hamba. Dia membukanya dan menampakkan diri jika berkehendak, dan juga jika berkehendak Dia tidak membukanya, tetapi menutup diri dari hamba-Nya dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya. Hijab Allah berupa cahaya, jika dibuka, niscaya cahaya dan keagungan Allah akan membakar segala yang dijangkau oleh pandangan-Nya. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā menutup diri dari penglihatan manusia di dunia sebagai rahmat bagi mereka. Sebab jika Dia menampakkan diri di dunia kepada penglihatan yang merupakan makhluk fana (tidak kekal) niscaya akan hancur seperti gunung (di masa) Musa ‘alaihissalām, dan tidak akan sanggup memandang Allah Ta’ālā karena mata manusia diciptakan bersifat fana, yang tidak sanggup memandang cahaya yang baka (kekal). Sedangkan di akhirat, hadis-hadis yang menerangkan bahwa orang mukmin dapat melihat Allah mencapai derajat mutawatir dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan diterima penuh oleh para pengikut beliau; mereka semua berharap dan berdoa kepada Rabbnya agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang dapat melihat Allah di surga 'Adn pada hari Kiamat. Sedangkan orang-orang kafir, Allah menutup diri dari mereka sehingga mereka tidak dapat melihat-Nya di akhirat, dan ini merupakan azab yang paling berat atas mereka -kita memohon kepada Allah keselamatan dari hal itu-. Ada yang berpendapat bahwa orang kafir dapat melihat Allah, tetapi dengan pandangan kemarahan dan siksaan. Namun zahir dalil menunjukkan bahwa mereka tidak dapat melihat Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ālā (artinya), "Sekali-kali tidak, sungguh mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka." (Al-Muṭaffifīn: 15) Adapun orang-orang munafik, mereka akan melihat Allah di pelataran kiamat, setelah itu Allah menutup diri sehingga mereka tidak melihat-Nya lagi. Penutupan tersebut menjadi penyesalan bagi mereka, agar azab dan siksa yang mereka rasakan semakin besar dan berat.
Al-Iḥtijāb merupakan bentuk ifti'āl dari kata “al-ḥajbu”, artinya menutup dan menghalangi. Asal makna ḥijāb ialah segala yang menghalangi antara dua sesuatu.