الولي
كلمة (الولي) في اللغة صفة مشبهة على وزن (فعيل) من الفعل (وَلِيَ)،...
Sifat-sifat Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- yang penetapannya melibatkan dalil akal dan fitrah yang sehat disertai adanya keterangan syariat.
Aṡ-Ṡifāt al-'Aqliyyah adalah sifat yang Allah sandangkan pada diri-Nya, disandangkan Rasul-Nya -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dan ditunjukkan oleh akal. Pengertiannya sesuai makna ini berbeda dengan pengertiannya menurut al-Asya'irah -para pengikut Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari- Mereka menyebutnya dengan istilah "ṡifāt al-ma'ānī" -artinya sifat-sifat yang mengandung makna lebih atas zat-, yaitu ilmu, kehidupan, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, perkataan, dan kehendak. Sifat-sifat ini ada yang berupa sifat zatiyah, dan ada yang berupa sifat fi'liyyah (perbuatan). Adapun sifat-sifat lainnya, yakni sifat-sifat khabariyyah (yang bersifat berita) dan sifat-sifat fi’liyyah, mereka nafikan dari Allah -'Azzā wa Jallā- dan mereka mengharuskan mentakwil (maknanya), atau tafwiḍ (menyerahkannya pada Allah). Penarikan kesimpulan secara rasional terwujud dalam ungkapan bahwa seandainya Allah tidak menyandang salah satu dari dua sifat yang bertolak belakang, maka secara pasti Dia menyandang sifat yang lainnya. Jika Dia tidak hidup, tentu Dia mati. Jika Dia tidak berilmu, tentu Dia bodoh. Jika Dia tidak kuasa, tentu Dia lemah, dan seterusnya. Untuk itu, bukti kehidupan Allah, kekuasaan-Nya dan ilmu-Nya adalah nampaknya perbuatan Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- pada makhluk-Nya. Nampaknya perbuatan tersebut, disamping mengandung kekokohan dan kecermatan, juga menunjukkan pada kita bahwa pelakunya memiliki sifat hidup, mampu dan ilmu. Sebab perbuatan itu tidak mungkin bisa terjadi dari sesuatu yang menyandang kebalikan dari sifat-sifat ini seperti mati, lemah, dan bodoh.
رمضانُ شهرُ الانتصاراتِ الإسلاميةِ العظيمةِ، والفتوحاتِ الخالدةِ في قديمِ التاريخِ وحديثِهِ.
ومنْ أعظمِ تلكَ الفتوحاتِ: فتحُ مكةَ، وكان في العشرينَ من شهرِ رمضانَ في العامِ الثامنِ منَ الهجرةِ المُشَرّفةِ.
فِي هذهِ الغزوةِ دخلَ رسولُ اللهِ صلّى اللهُ عليهِ وسلمَ مكةَ في جيشٍ قِوامُه عشرةُ آلافِ مقاتلٍ، على إثْرِ نقضِ قريشٍ للعهدِ الذي أُبرمَ بينها وبينَهُ في صُلحِ الحُدَيْبِيَةِ، وبعدَ دخولِهِ مكةَ أخذَ صلىَ اللهُ عليهِ وسلمَ يطوفُ بالكعبةِ المُشرفةِ، ويَطعنُ الأصنامَ التي كانتْ حولَها بقَوسٍ في يدِهِ، وهوَ يُرددُ: «جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا» (81)الإسراء، وأمرَ بتلكَ الأصنامِ فكُسِرَتْ، ولما رأى الرسولُ صناديدَ قريشٍ وقدْ طأطأوا رؤوسَهمْ ذُلاً وانكساراً سألهُم " ما تظنونَ أني فاعلٌ بكُم؟" قالوا: "خيراً، أخٌ كريمٌ وابنُ أخٍ كريمٍ"، فأعلنَ جوهرَ الرسالةِ المحمديةِ، رسالةِ الرأفةِ والرحمةِ، والعفوِ عندَ المَقدُرَةِ، بقولِه:" اليومَ أقولُ لكمْ ما قالَ أخِي يوسفُ من قبلُ: "لا تثريبَ عليكمْ اليومَ يغفرُ اللهُ لكمْ، وهو أرحمُ الراحمينْ، اذهبوا فأنتمُ الطُلَقَاءُ".