البحث

عبارات مقترحة:

السميع

كلمة السميع في اللغة صيغة مبالغة على وزن (فعيل) بمعنى (فاعل) أي:...

القدير

كلمة (القدير) في اللغة صيغة مبالغة من القدرة، أو من التقدير،...

الرحيم

كلمة (الرحيم) في اللغة صيغة مبالغة من الرحمة على وزن (فعيل) وهي...

Tauhid al-asmā` waṣṣifāt
(تَوْحِيدُ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَات)


من موسوعة المصطلحات الإسلامية

المعنى الاصطلاحي

Mengesakan Allah -Ta’ālā- dalam nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, yang disebutkan dalam Al-Qur`ān dan Sunah, serta beriman kepada makna-makna dan hukumnya.

الشرح المختصر

Tauhid asmā` waṣṣifāt merupakan salah satu jenis tauhid dalam Islam, yaitu meyakini keesaan Allah -Ta’ālā- dalam kesempurnaan yang mutlak dari segala aspek, mengimani nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, menyucikan Allah dari segala aib, menafikan apa yang Dia nafikan dari diri-Nya atau yang dinafikan oleh Rasul-Nya ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berupa sifat-sifat kurang. Akidah Ahlussunnah wal Jamaah dalam masalah asmā` waṣṣifāt dibangun di atas dua pilar: 1. Al-Iṡbāt (penetapan); yaitu menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dan yang ditetapkan oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berupa nama-nama dan sifat-sifat. Dan ini mencakup dua hal: Pertama, keimanan dan keyakinan yang bulat terhadap Asmā`ul Husnā. Hal itu mencakup mengimani keberadaan nama itu bagi Allah Ta’ālā serta makna yang ditunjukkannya, yaitu sifat, dan beriman kepada apa yang berhubungan dengan nama tersebut berupa dampak perangai. Kedua, keimanan dan keyakinan yang bulat terhadap sifat-sifat-Nya yang tinggi. Hal itu meliputi penetapan sifat itu, sehingga tidak disikapi dengan penafian dan pengingkaran, dan tidak melampaui namanya yang khusus yang telah disebutkan oleh Allah, sebagaimana orang yang menyebut wajah dan dua tangan Allah dengan sebutan anggota tubuh dan bagian, dengan tidak menyerupakannya dengan sifat makhluk, dan lainnya. 2. An-Nafy (penafian); yaitu menafikan apa yang dinafikan Allah dari diri-Nya dan yang dinafikan oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berupa berbagai macam aib dan kekurangan, seperti tidur, lemah, bodoh, dan sebagainya, disertai dengan menetapkan sifat kebalikannya yang sempurna, sebagai bentuk penyucian untuk Allah -Ta’ālā-. Sebagai contoh, penafian tidur dari Allah -Ta’ālā- mengandung penetapan sifat hidup dan berdiri sendiri yang sempurna bagi Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā-.